Ini Chapter 13

88 1 0
                                    

Hari selasa adalah hari di mana Ajeng mendapat tugas piket untuk membersihkan seisi kelasnya dengan tiga temannya yang lain. Hal ini sudah biasa Ajeng lakukan dan baginya itu mudah, karena ruang kelasnya tidak terlalu luas dan tidak terlalu kotor sehingga tidak sulit untuk dibersihkan. Apalagi jika ia akan membersihkannya dengan tiga temannya, pekerjaan tersebut menjadi semakin mudah.

Tapi selasa kali ini, ada yang berbeda.
Ajeng tidak memberikan kesempatan teman-temannya yang lain untuk ikut membersihkan dengan alasan, dia dapat melakukannya seorang diri. Katanya, yang lain boleh beristirahat saja, tidak apa-apa. Ajeng rela membersihkan kelas tanpa terlihat terbebani sedikitpun. Dia malahan, seperti menikmati kegiatannya itu. Dan hal ini, membuat teman-teman Ajeng menjadi heran. Pasalnya, selama ini, Ajeng itu kalau masalah membersihkan kelas bisa dibilang cukup malas melakukannya. Dia selalu kelihatan lesu.

"Ajeng kerasukan setannya Mbok Nana kali yang rajin itu kali ya?" Salah seorang teman piket Ajeng menebak. Di sisinya ada dua siswi lain yang kebetulan tugas piketnya juga hari ini. Mereka sama-sama heran melihat Ajeng yang tiba-tiba jadi sangat rajin.

Mbak Nana sendiri, merupakan nama salah seorang tukang bersih-bersih di lingkungan sekolah yang usianya sudah sepuh dan meninggal lima bulan lalu. Dia terkenal akan keuletan dan sikap rajinnya dalam membersihkan setiap bagian halaman sekolah.

"Ah jangan ngawur kamu… mungkin Ajeng memang sedang mau membersihkan kelas sendirian. Soalnya kalau kita sama-sama, jadinya malah ribut," kata siswi yang lain, tidak setuju dengan pendapat yang pertama.

"Iya ya, Ajeng kan introvert, dia gak terlalu suka buat berinteraksi sama orang banyak."

Ketiganya sepakat bahwa itulah yang menjadi alasan utama mengapa Ajeng sampai menyuruh mereka untuk berdiam diri saja dan tidak perlu membantunya.

Sedangkan, Milka yang baru saja tiba di kelas dan tanpa sengaja mendengar pembicaraan singkat tiga teman sekelasnya tentang Ajeng tersebut, jadi ikut-ikutan menebak. Tapi karena lebih mengenal Ajeng, Milka yakin tebakannya tidak salah. Segera Milka menghampiri Ajeng dan berdiri di hadapan sahabatnya itu. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

"Hm, kamu… keliatan lagi seneng banget ya? Ada apa sih?" Begitulah Milka, tanpa tedeng aling-aling, langsung mengajukan pertanyaannya.

Ajeng menghentikan sejenak kegiatannya dan tersenyum girang pada Milka. Detik berikutnya, Ajeng melepaskan pegangannya pada sapi ijuk kemudian memeluk Milka.

Milka mengerjapkan matanya beberapa kali lantaran syok dengan pelukan yang ia dapatkan tiba-tiba. Namun, tidak lama, karena selanjutnya yang ada, Milka membalas pelukan Ajeng.

"Mil, aku jadian sama Alan," kata Ajeng dengan sedikit memekik. "Aku bahagia banget."

"Wow," hanya itu yang Milka dapat katakan. Ketika Ajeng melepas pelukan mereka, ia menemui Milka yang tertegun dan senyum Ajeng langsung luntur.

"Lho, kenapa? Kenapa ekspresimu kayak gitu? Kamu gak suka ya aku pacaran sama Alan?"

"Ya Allah, enggak," buru-buru Milla menyanggah, senyumnya juga ia segera pasang dengan selebar mungkin agar Ajeng tidak curiga. "Aku tadi cuma gak tahu aja mau ngomong apa. Soalnya terlalu kaget, dan juga... tebakanku salah, tadi waktu aku lihat kamu di pintu kelas keliatan bahagia banget, kupikir kamu menang lomba melukis, gitu."

Sekarang alasan Ajeng kelewat bahagia sampai bisa membersihkan kelas sendirian sudah jelas, karena dia sudah resmi berpacaran dengan Alan, euphoria kebahagiaan itu membuat moodnya berada dalam kondisi yang sangat baik.

Penjelasan Milka sendiri, yang panjang, terdengar masuk akal di otak Ajeng dan senyumnya pun kembali muncul. "Oh gitu, kirain kamu gak suka aku pacaran sama Alan."

Kamu bilang, kamu cinta sama akuWhere stories live. Discover now