Ini Chapter 38

37 1 0
                                    

Hari yang berharga dan tidak akan terlupakan bagi seluruh siswa pada awal bulan mei itu akhirnya tiba, hari kelulusan. Pengumuman telah dilakukan dan setelah hari ini masing-masing dari mereka akan resmi menamatkan diri dan segera dapat memulai kehidupan baru. Ada yang kuliah, ada yang mungkin memilih bekerja, atau ada juga yang memilih jalan lain yang tak terduga. Apapun jalannya, hal itu tidak mampu membuat rasa sedih akan perpisahan dengan kawan-kawan hilang begitu saja. Tidak heran, mereka telah membuat begitu banyak kenangan bersama di sekolah ini dan pasti di masa depan akan selalu mereka kenang sebagai bagian dari cerita hidup yang indah.

Lapangan itu penuh akan siswa siswi berseragam putih abu-abu. Berpelukan, lalu menangis, kemudian tertawa terbahak-bahak sangatlah lazim terlihat di saat seperti ini. Apa yang mungkin keliatan aneh adalah saat seorang siswi malah berdiri sendirian di pinggir lapangan dan hanya bisa memperhatikan teman-temannya yang lain.

Ajeng sudah lupa kapan terakhir kali dia bersenang-senang dengan orang lain selain Alan. Dengan Mika atau Milka bahkan, Ajeng tidak memiliki kenangan menyenangkan yang sangat membekas dalam ingatan. Malah kenangan buruk yang ada, dan jika ada yang harus Ajeng tangisi maka itu adalah ketidakmauannya menciptakan kenangan indah bersama teman-temannya di sekolah ini. Tapi tidak mungkin dia menangis sendirian di pinggir lapangan ini, orang-orang akan menganggapnya aneh nanti.

Ajeng bahkan berpikir bahwa dulu dirinya selalu menolak untuk di ajak bergabung dengan teman-teman sekelasnya yang lain karena dia sudah punya Milka. Lalu saat Alan datang dalam hidupnya, Ajeng bersama Alan sedang Milka bergabung dengan teman-teman sekelas mereka yang lain, bersenang-senang selayaknya anak SMA pada umumnya, sedangkan Ajeng, terjebak dalam hubungan yang kadang membuatnya senang, kadang juga membuatnya sedih bukan main.

Padahal sejak dulu, setahu Ajeng, setidaknya, teman-teman sekelas Ajeng selalu terbuka untuk menyambutnya bergabung bersama mereka, entah itu mengobrol, liburan bersama ke suatu tempat dan lain sebagainya. Ajeng sekarang baru sadar bahwa dia benar-benar tidak tahu caranya berinteraksi dengan baik dengan orang lain dan imbasnya dia merasa kesepian.

Seandainya waktu bisa diputar dan dia bisa mengulangi semuanya… ah, tapi tidak akan pernah bisa. Ajeng merasa bodoh memikirkannya, dan saat itu jugalah kedua bahunya di tepuk oleh seseorang.

Ajeng lantas berbalik badan dan melihat Mika yang ternyata tidak sendirian, ada Milka di sebelahnya, entah kapan dia menghilang dari pandangan Ajeng dan kini malah berada di dekatnya padahal tadi Milka masih bersama dengan teman-teman sekelas mereka yang lain. Si kembar itu, mereka sama-sama tersenyum sumringah, terlihat begitu bahagia, mungkin karena efek hari kelulusan yang penuh sukacita.

"Selamat ya Ajeng atas kelulusanmu," kata Milka yang kemudian menyerahkan sebuket besar bunga kepada Ajeng yang menerimanya dengan penuh keterkejutan.

"Ya ampun, terima kasih ya Mil." Ajeng tidak pernah menyangka, Milka sampai menyiapkan buket besar bunga untuknya di hari kelulusan. "Tapi aku gak bikin buket kayak gini buat kamu, maaf ya."

Lambaian tangan Milka mengatakan bahwa hal itu tidak masalah. "Aku sudah cukup senang kalau kamu suka sama bunganya."

"Aku suka banget. Bunganya juga cantik." Bukan hanya bunganya yang Ajeng sukai, tapi kehadiran dua bersaudara ini juga merupakan hal yang sangat patut untuk disyukuri karena tadi, Ajeng sebenarnya sudah berpikir bahwa mungkin dia akan menghabiskan waktu kelulusan ini seorang diri.

"Eh, tapi aku juga gak bawa buket atau hadiah apapun lho buat kalian. Jadi harus kah aku minta maaf sama kalian?" tanya Mika pura-pura polos yang mana sukses mengundang tawa Ajeng dan Milka.

"Gak perlu bang. Kalau abang mau minta maaf maka abang harus minta maaf untuk hal lain."

Ajeng tidak percaya Milka mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini, Ajeng pikir dengan begitu Mika akan merasa malu dan selanjutnya situasi di antara mereka akan jadi canggung. Tapi Ajeng tidak tahu yang sebenarnya bahwa ucapan Milka disetujui oleh Mika dan dia memang ingin melakukan hal tersebut kepada Ajeng hari ini.

"Milka benar," kata Mika. "Sebelum kita sama-sama meninggalkan sekolah ini, aku mau minta maaf atas apa yang aku lakuin ke Alan dan bikin kamu kecewa. Aku gak pernah bermaksud ngelakuin itu, aku cuma terlalu cemburu waktu itu. Sekali lagi maaf Ajeng."

Terdengar begitu tulus dan jujur. Mika juga tidak berbelit-belit kali ini dalam meminta maaf dan akan sangat jahat apabila Ajeng masih belum mau memaafkannya.

"Semuanya udah terlanjur, jadi ya kita seharusnya bisa melupakan semuanya kan?"

Pertanyaan Ajeng itu diangguki dengan semangat oleh si kembar. Milka langsung maju menggandeng Ajeng seolah batas tak kasat mata di antara mereka telah hilang. "Kalau gitu, gimana kalau sekarang kita foto-foto dulu. Mau ya? Soalnya kan ini terakhir kalinya kita pakai seragam."

"Yaudah ayo deh, cepet."

"Haduh, emangnya kamu mau kemana sih sampai cepat-cepat begitu?"

Ajeng hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Milka. Lalu mereka pun mulai mengambil gambar. Dua foto selfie dan empat foto hasil jepretan seorang teman. Dalam foto-foto tersebut, Ajeng, Mika, dan Milka kelihatan sangat bahagia dengan senyuman yang begitu lepas, tanpa tahu bahwa ada seseorang yang tengah memperhatikan mereka dengan raut wajah yang jelas sekali memperlihatkan ketidaksukaannya.

><

“Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Ajeng Pratiwi dengan mahar 10 Juta rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Ajeng Pratiwi binti Rama dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”

"Bagaimana para saksi sah?"

"Sah!" Orang tua Ajeng dan orang tua Alan, beserta nenek Alan dan beberapa orang saksi menyahut bersamaan.

Akhirnya Alan dan Ajeng telah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah di mata agama dan hukum. Di salah satu ruangan di KUA itu, masing-masing keluarga dari Ajeng dan Alan berkumpul  menjadi saksi dari acara ijab kabul tepat di hari yang sama dengan hari kelulusan Ajeng dan Alan. Begitu mereka selesai di sekolah, kedua remaja tersebut langsung menuju KUA untuk selanjutnya berganti pakaian dan melaksanakan acara pernikahan sesuai rencana yang telah di tetapkan oleh keluarga.

Setelah ini, tidak akan ada lagi acara tambahan seperti resepsi dan semacamnya. Hanya ada acara makan kecil-kecilan yang diadakan sekembalinya dari KUA nanti di rumah Ajeng. Ini juga termasuk dalam rencana kedua belaj keluarga, alasannya jelas, karena baik keluarga Ajeng maupun Alan tidak mau membuat siapapun menyadari kehamilan Ajeng. 

Orang tua masing-masing sudah menyiapkan alasan untuk menjawab pertanyaan orang lain jika ada yang bertanya kenapa pernikahan Ajeng dan Alan tidak dirayakan dan alasan itu adalah bahwa Ajeng dan Alan sedang sibuk bersiap masuk kuliah. Kata Mama Alan, alasan itu di jamin mempan menutup mulut mereka yang banyak tanya. Dan setelah Ajeng dan Alan pindah maka pertanyaan itu pasti akan hilang dengan sendirinya.

"Baiklah, ada baiknya sebelum kalian pergi kita foto dulu ya, sebagai dokumentasi," seorang petugas KUA memberi saran.

Kedua keluarga langsung setuju. Sesi foto pertama menunjukkan Ajeng, Alan dan keluarga Alan, sesi kedua Ajeng, Alan dan keluarga Ajeng, sedangkan sesi ketiga kedua buah keluarga berada dalam satu frame yang sama, tepat di sisi kiri dan kanan pengantin, lalu sesi terakhir hanya untuk Ajeng dan Alan.

Dalam foto tersebut Ajeng mengenakan kebaya berwarna putih dan make up tipis yang membuatnya terlihat berbeda sekali dari biasanya karena selama ini sehari-hari Ajeng lebih sering terlihat mengepang rambutnya. Sedangkan Alan yang biasanya tampil khas anak muda yang rambutnya berantakan, sekarang rambutnya klimis, dan semakin rapi dengan setelan jas berwarna hitam. Mereka terlihat sangat serasi, namun sayang sekali, dalam foto tersebut mereka terlihat canggung sehingga senyum mereka kelihatan seperti dipaksakan.

>>>>>
Happy wedding Ajeng & Alan. Semoga menjadi keluarga yang samawa😚💗

Kamu bilang, kamu cinta sama akuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant