Ini Chapter 20

166 1 0
                                    

Sebelum matahari terbit, bahkan jauh sebelum itu, Ajeng sudah bangun dari tidurnya. Bahkan bisa dibilang dia tidak tidur barang sebentar pun setelah apa yang terjadi antara dirinya dan Alan semalam.

Tepat di samping Alan, berselimut, Ajeng duduk dengan lututnya yang tertekuk sambil memandang keluar cahaya matahari yang perlahan-lahan merangkak naik dari pembaringannya dan menyinari seluruh bumi. Ajeng menyaksikan hal tersebut lewat jendela kamar Alan yang gordennya tidak bisa diam dan bergerak kesana kemari tertiup oleh angin.

Apa yang telah terjadi semalam antara dirinya dan Alan hanya mereka yang tahu namun, Ajeng tetap saja merasa waswas. Sejak semalaman hati dan pikirannya tidak mau berhenti memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini, sampai dia kelelahan sendiri dan akhirnya hanya bisa termenung.

Lalu bagaimana dengan Alan?

Setelah selesai bermain untuk yang kedua kalinya, Alan jatuh tertidur tanpa mengenakan pakaiannya lagi dan meninggalkan Ajeng sendirian dengan tubuh gemetar ketakutan. Sebenarnya Ajeng ingin mendengar Alan menenangkannya dan mengatakan bahwa semua yang terjadi itu bukanlah apa-apa, tapi sudah terlambat. Alan sudah keburu lelap.

Setelah merasa kondisi telah aman, Ajeng segera memakai kembali pakaiannya, keluar dari kamar Alan dan juga rumah itu dengan hati-hati. Ia meraih sepedanya dan karena merasa tidak bisa untuk mengendarainya dalam keadaannya sekarang maka Ajeng memilih untuk mengiring sepedanya tepat di sampingnya.

Ajeng sampai di rumahnya tepat sebelum sang ayah berangkat ke sawah. Mereka bersitatap dan Rama langsung mengajukan pertanyaan, "Dari mana kamu?"

Tanpa sedikitpun keraguan, Ajeng langsung menjawab sambil memarkirkan sepeda di halaman depan rumah, "Olahraga."

"Sejak kapan kamu olahraga pagi?" tanya Rama yang jelas-jelas tidak pernah melihat putrinya itu olahraga sebelum ini.

"Hari ini," kata Ajeng acuh lalu kemudian berlalu masuk ke dalam rumah. Ajeng mengabaikan keterkejutan di wajah ayahnya begitu juga dengan ibunya yang ia temui di pintu masuk dan langsung saja melenggang menuju kamarnya.

Begitu pintu ia tutup dan kunci, Ajeng naik ke atas ranjang  dan menenggelamkan wajahnya di bantal lalu mulai menangis sejadi-jadinya.

><

"Kamu marah ya sama aku?"

Ajeng menggeleng.

"Aku nyakitin kamu malam itu?"

"Enggak Alan, kamu gak nyakitin aku sedikitpun," kata Ajeng, berusaha terdengar seyakin mungkin agar Alan berhenti mewawancarainya.

"Terus kenapa kamu jadi pendiem semenjak malam itu? Kamu gak suka kita nge sek-"

"Ya ampun Alan, mulutmu itu lho, nanti kalau ada yang denger gimana?" Ajeng buru-buru menutup mulut Alan dengan telapak tangannya. Reaksinya yang berlebihan sangat mengganggu Alan, tapi Ajeng tidak tahu karena dia terlalu sibuk memperhatikan sekitarnya yang jelas-jelas sepi.

"Tenang aja kali, sekitar sini mana ada orang."

Mereka kembali bertemu di bawah rumah pohon yang jarang dikunjungi oranglain tentu saja. Ajeng tahu itu, tapi dia tiba-tiba lupa sepertinya karena terlalu takut.

"Ya walaupun begitu kamu harus hati-hati, nanti kalau ada orang yang tiba-tiba muncul terus dengar ucapanmu gimana?"

"Ajeng… ya ampun kita cuma ngelakuin hal normal bukannya ngebunuh orang. Gak seharusnya kamu setakut itu ketahuan. Di Jakarta ada…."

"Aku tahu seks di kota-kota besar itu normal terjadi, tapi kita lagi di kampung Lan, bukan di Jakarta, kalau ada orang yang tahu kita ngelakuin hal itu sebelum nikah, maka imbasnya bukan ke kamu atau ke aku doang, tapi ke orang tuaku dan nenekmu juga. Mereka bakal dijelek-jelekkan. Kamu memangnya mau nenekmu digituin?"

Ucapan Ajeng bagi Alan bagai sebuah ceramah keagamaan yang benar-benar tidak berguna baginya. Namun, mau bagaimana lagi, mereka ada di tempat yang menjunjung tinggi nilai adat dan norma, Alan mau tidak mau harus menurut jika tidak maka ya konsekuensinya seperti yang tadi diucapkan oleh Ajeng atau mungkin bisa lebih parah.

"Ya oke… makanya kamu jangan diem terus dong. Aku mau kamu ceria lagi. Seks itu hal kecil Ajeng, jangan karena hal kecil kayak gitu kamu jadi murung. Lagipula banyak kok cewe kayak kamu yang ngelakuin seks sebelum nikah dan mereka fine fine aja."

"Aku tahu Alan, dan itu hak mereka untuk bersikap baik-baik aja atau mungkin bodo amat dan ini juga hakku untuk sedih karena pemikiranku dengan cewe-cewe itu beda. Bagiku keperawanan itu penting banget dan aku ngasih hal penting itu ke kamu."

"Ajeng sayangku…" Alan menggenggam tangan Ajeng. "Aku janji gak akan ngecewain kamu dan bikin kamu menyesal udah ngasih aku keperawanan mu."

Alan membuktikan ucapannya tersebut, setelah malam itu, Alan bisa dibilang semakin perhatian pada Ajeng. Apabila Ajeng menginginkan sesuatu maka Alan akan mengusahakan yang terbaik untuk mewujudkan keinginan Ajeng tersebut.

Namun, walaupun telah di hujani dengan cinta yang begitu banyak oleh Alan, tapi Ajeng entah kenapa tetap saja merasa takut. Bukan lagi takut apa yang dilakukannya dengan Alan diketahui oleh oranglain tapi Ajeng takut Alan akan meninggalkannya setelah ini, setelah apa yang terjadi di antara mereka. Sedangkan Ajeng, rasa cintanya pada Alan kian dalam, dan jujur saja, setelah malam itu, Ajeng menginginkan sebuah hubungan permanen dengan Alan.

><
Salah satu akibat buruk dari seks sebelum menikah tuh ya ini, ceweknya takut ditinggalin sama cowoknya dan itu kadang bikin si cewe sampai mikir yang enggak-enggak:(

Kamu bilang, kamu cinta sama akuWhere stories live. Discover now