Ini Chapter 14

77 1 0
                                    

"Saya tidak tahu karena apa kalian bertengkar, tapi yang pasti Alan, kamu sebaiknya setelah ini langsung ke rumah sakit untuk memeriksakan tulang wajahmu, takutnya ada yang patah karena keliatannya Mika memukul kamu dengan sangat keras," kata guru penjaga UKS itu pada Alan yang sedang duduk di atas ranjang UKS dan di dampingi oleh Ajeng.

"Kayaknya gak perlu deh bu, saya … ngerasa baik-baik aja kok," kata Alan dengan terbata-bata. Bagi Alan, dia tidak membutuhkan rumah sakit dan dokter.

"Jangan bohong Alan, kalau kamu emang baik-baik aja gak mungkin kamu sampai babak belur dan hidung kamu juga gak mungkin sampai mimisan," kata Ajeng yang setuju dengan pernyataan gurunya. "Jangan keras kepala Lan, ini demi kebaikanmu sendiri."

Alan benar-benar tidak mau mendebat Ajeng, tapi jika tidak seperti itu maka Ajeng tidak akan menyerah menyuruhnya ke rumah sakit, padahal Alan merasa baik-baik saja. "Aku cuma butuh pelukan dari kamu… suer deh. Aku gak perlu ke rumah sakit."

"Gombalan kamu gak mempan di saat kayak gini."

Melihat interaksi khas anak muda yang sedang kasmaran pada Ajeng dan Alan, guru itu memilih untuk pamit undur diri dan membiarkan Ajeng, Alan kesempatan berduaan saja. Guru itu telah melakukan tugasnya dengan baik memberikan pertolongan pertama untuk luka yang Alan dapatkan dan dia juga telah memberikan nasihat singkat, tugasnya telah selesai. Bu guru yakin anak muridnya itu tidak akan melakukan hal macam-macam mengingat kondisi Alan jadi tidak masalah meninggalkan mereka berdua saja.

Begitu guru mereka telah pergi, Alan menarik Ajeng untuk lebih dekat kepadanya lalu ia peluk. Mata Alan terpejam menikmati elusan lembut tangan Ajeng di puncak kepalanya.
"Kamu bener-bener gak papa kan Alan?"

"Hm… habis peluk-pelukan aku pasti langsung sembuh."

Waktunya mungkin salah, namun Ajeng tidak dapat menahan jantungnya untuk berdebar-debar dikarenakan kata-kata manis Alan dan jangan lupakan pipinya yang terasa panas karena malu.

Mereka berada dalam posisi tersebut mungkin sekitar lima menit dan selama itu tidak ada yang berbicara. Hanya ada suara jam dinding yang berdentang, suara siswa dari luar ruang UKS yang ribut yang Ajeng dengar.

"Kamu gak tidur kan Lan?" tanya Ajeng pelan takut membangunkan Alan yang ia kira sudah tidur.

"Enggak, aku lagi menikmati kebersamaan kita. Kapan lagi kan kita berduaan terus pelukan kayak gini," kata Alan yang matanya masih tertutup rapat, jika Alan tidak tersenyum sangat lebar maka mungkin orang akan berpikir dia sedang tertidur.

"Lan…."

"Hm."

"Kamu… gak berniat untuk melaporkan Mika ke polisi kan?"

"Enggak, ribet, aku malas ngurusin begituan."

Ajeng menghela napas lega mendengarnya. Setidaknya kini kekhawatirannya tentang nasib Mika telah sirna. Ya, walaupun Ajeng sendiri tahu bahwa apa yang Mika lakukan itu suatu hal kriminal, tapi Ajeng tadinya berharap Alan tidak sampai harus melaporkan Mika ke pihak berwajib.

"Dengan kamu jauhin Mika, itu udah cukup bikin dia jera," kata Alan yakin.

Memang benar, Ajeng akan menjauhi Mika setelah ini persis sebagaimana yang ia katakan sendiri di koridor tadi. Ajeng tidak bisa tetap berteman dengan Mika yang telah menyakiti orang tersayangnya.

"Tapi aku masih bingung deh dengan alasan Mika sampai mukul kamu tiba-tiba."

Selama ini, di mata Ajeng, Mika itu adalah sosok yang sangat baik. Mika tidak lemah lembut perilakunya pada oranglain namun juga tidak kasar. Semarah apapun Mika pada seseorang dia tidak akan sampai mengangkat tangannya untuk melampiaskan kemarahannya tersebut. Jangankan memukul, membentak saja tidak pernah, itulah kenapa Ajeng teramat sangat tidak menyangka Mika bisa semarah itu sampai memukuli Alan dengan brutal.

Ajeng tidak tahu yang mana yang membuat Mika emosi, apakah kalimat Alan tentang dirinya yang katanya menyukai Ajeng atau mungkin kalimat Alan yang mengatainya pengecut atau malahan dua-duanya. Tidak perduli yang mana alasannya, dalam pandangan Ajeng, Mika tidak seharusnya sampai memukul Alan. Karena bukankah semua hal dapat dibicarakan dengan baik-baik?

"Dia cemburu, sayang," kata Alan kalem. "Kamu jangan terlalu poloslah. Kamu seharusnya bisa menyimpulkan dari perhatian dia ke kamu padahal sama oranglain, dia jutek banget."

Benarkah seperti itu adanya? Kalau iya, mengapa Ajeng tidak pernah menyadarinya? Apakah karena ia terlalu polos seperti kata Alan atau mungkin Ajeng menyadarinya namun tidak pernah mau menerima kenyataan tersebut?

Mika tidak pernah mengusili Ajeng dan membuatnya kesal sebagaimana yang ia lakukan pada Milla, Mika juga tidak pernah marah pada Ajeng untuk apapun yang Ajeng lakukan, Mika  menjadi orang pertama yang menyemangati Ajeng ketika dia berjuang untuk menyelesaikan lukisannya, apapun yang Ajeng butuhkan dan inginkan Mika pun selalu mengusahakannya, dan seperti kata Alan, Mika hanya selalu ramah pada Ajeng, padahal pada oranglain Mika jarang bersikap ramah.

Berdasarkan hal-hal itu, maka sudah jelas Mika ada perasaan lebih untuk Ajeng selama ini, tapi apakah fakta itu penting sekarang? Ajeng kira tidak. Bagaimana pun perasaan Mika padanya, itu tidak akan merubah fakta bahwa dia telah memukul Alan dan Ajeng tidak bisa menerima kenyataan tersebut.

><
See ya, next chapter, jangan lupa vote ya ehe😋

Kamu bilang, kamu cinta sama akuWhere stories live. Discover now