2.

177 23 12
                                        

Beberapa saat sebelumnya....

Langit mengejar Pak Burhan, sedikit bernegoisasi megenai rencana guru-guru yang tidak akan meluluskannya di akhir semester nanti.

Untung saja syaratnya mudah, Langit hanya diminta patuh dan menyelesaikan setiap tugas yang diberikan para guru. Mereka sudah tidak ingin capek-capek memberikan hukuman atas kenakalannya lagi, dan lebih memilih menggunakan jalan pintas. Yaitu dengan menjadikan Langit sebagai murid yang abadi di Sekolah ini. Itulah yang Pak Burhan katakan.

Jika diancam seperti itu, siapa yang tidak takut coba? Maka kali ini Langit akan mengalah dan membiarkan para Guru berbahagia atas kemenangan mereka.

Bukti patuhnya yang pertama, Langit akan turut andil dalam tugas kelompok yang diberikan Pak Burhan dan bekerjasama dengan No Absen 14 yang bernama Lintang Maega. Benar 'kan? Kalau tidak salah namanya Lintang Maega.

"Dia Cewek atau Cowok, sih?" tanya Langit lebih kepada diri sendiri, seraya membuka Group Chat kelas yang terdapat dalam Aplikasi WhatsApp.

Langit akan menemukan kontak manusia bernama Lintang dari sana.

Ternyata memang ada. Sayang, Lintang tidak memakai foto profile, hingga Langit tidak menemukan jawaban tentang identitasnya.

Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Langit pun tidak memiliki pilihan selain menghubungi nomor tersebut. Beruntung seseorang di seberang panggilan, langsung mengangkatnya.

"Lo yang namanya Lintang, bukan?" tanyanya to the point.

"Ya. Ini siapa?"

"Lo ... Cewek?" Alih-alih menjawab pertanyaan Perempuan itu, Langit lebih memilih menyuarakan keterkejutannya. Bagaimana tidak, sementara keyakinannya mengatakan, bahwa nama Lintang itu lebih cocok untuk laki-laki.

'Tapi orangnya yang mana?' batinnya masih bertanya-tanya.

"Iyaaaa. Ini siapa ini?" suara dari seberang sudah naik satu oktaf.

'Kok masih nanya. Harusnya dia udah tahu gue 'kan?' batinnya kepedean. Meski begitu Langit tetap membuka suara untuk memberikan jawaban. "Ini Langit."

"What! Langit!?"

Langit mengernyit seraya menjauhkan ponsel dari telinga. Ini pendengarannya yang bermasalah, atau suara Perempuan itu yang membelah diri, hingga terdengar seperti menggema.

"Iya, ini Langit. Orang yang sekelompok sama Lo di tugas Pak Burhan. Tahu 'kan?"

'Pasti tahu lah, emang siapa sih yang gak kenal gue,' lanjut batinnya yang lagi-lagi berteriak penuh kenarsisan.

"Sini, biar aku yang ngomong." Terdengar sedikit kegaduhan dari seberang panggilan.

Berarti bukan suaranya yang membelah diri. Ternyata Perempuan itu memang lagi sama orang lain. Langit manggut-manggut sendiri.

"Maaf ya Langit, kayaknya aku gak bisa ngerjain tugas itu sama kamu. Kita kerjakan tugas itu masing-masing aj—Awwww, sakit Kai."

"Loh, kenapa?" Langit mengabaikan ringisan Lintang dan lebih pokus pada kalimat pertamanya.

"Gapapa kok, gapapa. Temanku cuma iseng, mukul—"

"Gak—gak, Bukan itu yang gue maksud. Tapi kenapa Lo gak bisa ngerjain tugas itu sama-sama."

"O—oh," suara dari seberang terdengar sedikit gelagapan. "Ya ... Gak papa. Gak bisa aja."

"Iya gak bisanya kenapa? Harus ada alasannya dong."

Lintang-Langit [OPEN PO]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz