Percayalah. Musuh yang terang-terangan membencimu, tidak ada apa-apanya dibanding musuh yang menjelma dalam orang kepercayaanmu.
***
Elang menatap lekat secarik kertas yang berisi alamat kantor polisi dimana Ayah Lintang dipenjara. Lintang sendiri yang memberikan itu padanya, beberapa menit yang lalu setelah selesai sarapan. Sedang untuk saat ini, perempuan itu telah pergi berangkat sekolah dibonceng oleh Putranya, Langit.
"Kalau mau ke sana, kasih tahu Mama ya Pa," Eelona yang tengah membantu Mbak Marni membereskan piring kotor dari atas meja ke washtafel, bersuara.
Elang mengangguk. "Nanti siang Mama langsung ke kantor aja. Kita pergi sama-sama dari sana."
"Papa Yakin?" tanya Eelona kembali. Namun kali ini Elang hanya diam saja. "Kalau masih belum yakin, gak usah terlalu buru-buru Pa. Mama takut, kita hanya mendapatkan kekecewaan lagi nantinya. Siapa tahu Lintang benar-benar anak saudara Sus Rindi yang sudah meninggal, seperti apa yang dia jelaskan sebelumnya pada Papa."
Entahlah. Elang sendiri kurang yakin dengan penjelasan Sus Rindi yang satu itu. Semua hanya serba kebetulan, baginya. Dari usia Lintang sampai wajahnya saja, cukup meyakinkah bahwa anak itu benar-benar bayinya yang hilang 17tahun silam.
Menyadari sang suami yang diam saja, Eelona pun mendekat dan memeluknya dari belakang. Mengusap pelan rambut Elang, sedikit memberi penenang. "Kita berdo'a saja, supaya pencarian kita yang sekarang membuahkan hasil yang sesuai."
Obrolan keduanya cukup membawa pikiran masing-masing pada bayang-bayang masa lalu. Dimana saat itu Elang dan Eelona berusaha mati-matian mencari bayi perempuan mereka yang hilang dari Rumah Sakit.
Memang, salah pihak Rumah Sakit yang teledor dalam pengawasan, hingga tidak sadar ada seorang perempuan yang menyamar sebagai perawat disana, hingga perawat gadungan tersebut berhasil membawa kabur Bayi Eelona.
Beruntung, CCTV dapat memperlihatkan wajah Perempuan tersebut dengan jelas. Dia adalah Alana, seorang artis ternama sekaligus mantan Istri Elang sebelumnya. Pada saat itu juga, Elang langsung melaporkan pada polisi sekaligus menyewa detektif swasta untuk mencari keberadaan Alana.
Tetapi naas, pengejaran yang dilakukan oleh polisi, membuat perempuan itu hilang kendali dalam mengemudikan mobilnya. Hingga harus berakhir dengan menabrak sebuah mobil pengangkut Bahan Bakar Minyak. Karenanya, Alana tewas di tempat saat itu juga.
Beberapa penelitian bahkan ada yang menyimpulkan, Alana memang sengaja membunuh diri dengan cara seperti itu. Ia terlalu depresi dengan pemberitaan-pemberitaan yang memuat kejahatannya. Motif kejahatannya sendiri dilakukan atas dasar sakit hati, karena tidak rela melihat Elang yang sudah berbahagia dengan keluarga kecilnya. Sementara bayi Alana sendiri lahir tanpa diakui oleh Ayah kandungnya.
Namun, Elang sama sekali tidak peduli dengan semua penjelasan tersebut, karena yang diinginkannya hanya satu, Bayi perempuannya kembali dalam pelukannya. Walau bagaimanapun keadaannya.
Sayangnya, sampai penyelidikan selesaipun, jasad bayinya tidak ditemukan disana. Jadi, bolehkan Elang berharap bahwa bayinya masih hidup?
Dari sana Elang mulai menyewa detektif dan polisi kembali untuk memeriksa semua orang yang dekat dengan Alana, dari mulai mantan suami Alana yang baru, kemudian managernya, assistennya, pegawai-pegawai dirumahnya, bahkan Mbak Marni sekalipun—yang saat itu menjaga Bayi Alana, mendapat introgasi. Lalu berlanjut pada beberapa artis yang sempat terlibat projet dengan Alana juga tak luput dari pemeriksaan. Dan, ya ... dari banyaknya orang-orang tersebut tidak ada yang mencurigakan satupun.
Semua introgasi menghasilkan jawaban yang sama. "Saya tidak tahu apa-apa."
Satu hal yang kini Elang sesali, kenapa dulu Ia tidak sempat mencurigai orang-orang terdekatnya.

YOU ARE READING
Lintang-Langit [OPEN PO]
Teen Fiction[OPEN PO 08 Sep-22sep] Lintang Maega, perempuan cupu yang mengandalkan kacamata tebal dan kepang dua sebagai perlindungan diri dari orang-orang yang mengganggu masa pendidikannya. Semua berjalan seperti yang Lintang harapkan, sampai kemudian hidupny...