13.

96 28 16
                                        

Haloooo, Lintang Langit datang lagi niiih.
Sebenarnya udah selesai dari siang tadi loh, cuma aku nunggu vote di bab sebelumnya seenggaknya tembus 20.

Tapi ternyata, sampai sore pun gak naik-naik tuh. Cuma sidernya doang yang naik. Kann miriiss. Ini orang-orang emang gak suka sama ceritanya apa gimana?

Aku cuma butuh penyemangat aja. Dan salah satu penyemangat nulis ku tuh, notif dari kalian. Ini bukan aku mau ngemis-ngemis ya. Kek, pen dapet apresiasi aja dari kalian. Kalau vote 20 dengan view 30 mah, aku juga gak masalah. Nah ini bedanya jauuuhhh :(

Jadi bisakah aku minta 20/25 vote untuk bab ini????

Oke makasih ♥️♥️♥️

Yuk bisa yuk, ramein lapaknya. Aku juga gak bakal gigit kok. Wkwkwk. Anggap aja sebagai bentuk saling menghargai. Sudah? Oke... Selamat membacaaaa...

🌺🌺🌺


Lintang tidak sabar untuk menemui Kaira dan memperlihatkan pada temannya itu bahwa hari ini dirinya sudah bisa sekolah lagi.

'Pasti Kaira seneng banget, ngeliatku nanti.' Lintang tersenyum sendiri membayangkannya. Sekaligus, mencoba tidak peduli dengan Langit yang sedari tadi menatap dengan menggunakan tangan sebagai tumpuan kepalanya.

Ya. Laki-laki itu sudah sedikit gila sepertinya. Selain benar-benar pindah ke samping Lintang, selama 3 jam pelajaran pun yang dilakukannya hanya menatap Lintang tanpa mau menatap Guru yang tengah menerangkan materi di depan kelas.

Tidak. Jangan kalian pikir para Guru tersebut membiarkannya. Sudah tidak terhitung, entah berapa kali mereka menegur Langit dengan berkata. "Tolong, Langit. Perhatiannya alihkan ke depan."

"Lanjutkan saja, Pak, Bu. Saya masih bisa dengerin kok, meski kek gini," jawab Langit tanpa beban.

Pada akhirnya,Gurur-guru yang mengajar itu menyerah sendiri. Setidaknya begini lebih baik, daripada Langit yang tidak ingin mengikuti pelajaran sama sekali. Begitulah pikir mereka.

"Mau kemana?" Lintang berbalik, menatap Langit yang mengekor di belakangnya.

"Mau ngikutin kamu, lah. Kemana lagi?" Langit menggaruk kepala sebagai pengalihan dari rasa gugupnya.

"Cukup, Langit. Jangan semakin membuat oranglain curiga," ujar Lintang seraya menatap sekeliling kelas yang mulai sepi. Wajar, karena bel istirahat baru saja berbunyi beberapa saat lalu. Hanya ada dua orang yang tersisa, yaitu Rania dan Gauri yang menatap interaksi Lintang dengan Langit secara terang-terangan.

"Aku mau ke toilet," gumam Lintang setengah kesal.

"Aku juga mau, kalo gitu."

"Langit!"

"Ya, Lintang?" jawaban tersebut terdengar sangat lembut, dibandingkan dengan teriakan Lintang yang sebelumnya. Lintang jadi malu sendiri dibuatnya.

"Yasudah lah, suka-suka kamu." Dengan kaki yang dihentakkan, Perempuan itu keluar dari kelasnya.

***

Sampai jam istirahat selesai pun, Lintang tidak dapat menemukan keberadaan Kaira, ralat-Lintang tidak bertemu dengan Kaira.

Padahal biasanya, jika Lintang menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan, Kaira akan langsung menemuinya. Bagaimanapun juga hanya perempuan itu yang mengetahui tempat persembunyian Lintang dimana.

Sedang, untuk mencari keberadaan Kaira di kelas ataupun di kantin. Rasanya, Lintang terlalu malu. Ia tidak terbiasa dengan keramaian dan lebih suka menyendiri. Kalaupun ingin jajan ke kantin, paling-paling nitip pada Kaira.

Lintang-Langit [OPEN PO]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon