Selamat membaca...
***
Bunyi alarm dari atas nakas, berhasil membuat kening Lintang berkerut samar. Disusul dengan mata yang menyipit, sebelum kemudian menoleh ke sampingnya.
'Bukankah tadi malam Langit tidur disini?' batinnya bertanya-tanya. Bahkan ungkapan cinta dan ciuman di bibir Lintang semalam, terasa begitu nyata. Apa semua itu cuma mimpinya saja?
'Astaga....' Bisa-bisanya pagi-pagi begini pikirannya memikirkan hal yang bukan-bukan. Lagipula? Siapa Langit, sampai harus khilaf menciumnya?
Lagi-lagi alarmnya berbunyi, seakan menyadarkan Lintang pada dunia yang sebenarnya. Disibaknya selimut tebal, kemudian perempuan itu bangun, merangkak untuk mematikan alarm tersebut. Setelahnya, barulah Lintang turun dari ranjang untuk masuk ke kamar mandi dan bersiap pergi sekolah.
Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi, begitu matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang terdapat di dalam tong sampah. Di sana, ada bangkai kecoa yang terpungkus rapi oleh plastik bening.
Tanpa sadar Lintang melebarkan senyum, dengan hati yang membisikkan kata. 'Makasih Langit.'
***
"Gimana semalam tidurnya? Nyenak?" tanya Langit yang baru memasuk ruang makan. Sedang, Lintang sendiri memang sudah stand by dari beberapa menit sebelumnya.
"Cukup nyenyak," jawab Perempuan itu dengan sedikit menyembunyikan wajahnya. Entah kenapa, tiba-tiba saja Lintang merasa gugup berhadapan dengan Langit.
"Maaf ya, semalam aku terpaksa mindahin kamu. Mau gimana lagi, di bawah banyak sekali nyamuk. Aku aja sampe cape, denger suaranya. Hiiii." Di akhir kalimatnya, Langit bergidik.
"Iya, gak apa-apa."
Tidak ada sahutan, karena Langit sudah sibuk mengambil dua lembar roti tawar. Lalu di olesi selai kacang--seperti apa yang tengah Lintang makan.
"Ma--makasih," cicit Lintang kemudian.
"Untuk?"
"Untuk ... kecoanya." Lintang meringis. Padahal bukan hewan kecil itu, yang Ia maksudkan. Ia ingin menyampaikan terima kasih, karena Langit telah menjaganya semalam. Mungkin terlalu malu, jadi Lintang malah mengucapkan hal lain.
"Ooh, itu," jawab Langit disela-sela kunyahannya. "Santai aja kali, kecoa mah urusan kecil." Seraya menggerakan ibu jari dan telunjuknya.
***
"Lintang!" Dari arah pintu kelas, Kaira memanggil. Tangannya melambai, diantara murid-murid yang tengah mencoba keluar kelas-berlawanan dengan Kaira.
Lintang tidak menyahut, hanya menggerakan tangan seolah berkata. 'Tunggu sebentar.'
Namun, bukan Kaira namanya jika mau sabar menunggu. Begitu ada kesempatan menyelinap, dirinya langsung masuk ke kelas. Dan berlari sampai berhasil berdiri di sebelah bangku Lintang.
Saat ini memang sudah waktunya pulang, bel pun sudah berbunyi beberapa saat lalu. Keanehannya hanya satu, kenapa setiap pulang, kelas Kaira lah yang lebih dulu bubar. Sedang kelas Lintang selalu terbelakang.
"Gue pikir salah lihat, ternyata ini beneran lo," ujar teman Lintang itu, dengan napas yang masih ngos-ngosan.
"Dari hari kemarin juga, aku udah masuk kelas kok. Kamunya aja, yang gak menunjukan diri."
"Hehe ... gak tahu lo masuk, soalnya." Kaira menggaruk pelan pelipisnya. "Tadi pagi juga sebenernya gue sempet liat lo, di bonceng sama Langit kan?"
Sementara yang dibicarakan, hanya duduk santai mendengarkan. Kedua tangannya dilipat di depan dada, sementara punggung Langit disandarkan sepenuhnya pada kursi.

BINABASA MO ANG
Lintang-Langit [OPEN PO]
Teen Fiction[OPEN PO 08 Sep-22sep] Lintang Maega, perempuan cupu yang mengandalkan kacamata tebal dan kepang dua sebagai perlindungan diri dari orang-orang yang mengganggu masa pendidikannya. Semua berjalan seperti yang Lintang harapkan, sampai kemudian hidupny...