19.

83 21 21
                                        

Selamat membaca...

***

Rania mengerjap, menatap Langit yang masih tersenyum hangat padanya. Apakah ... apakah berdekatan dengan Lintang beberapa hari saja, sudah membuat Laki-laki itu sadar bahwa selama ini hidupnya tidak bisa jauh-jauh dari Rania?

"Tapi kalo lo udah gak mau gue balik sih, gak apa. Lo bisa anggap gue gak ada." Langit mengedikkan bahu.

"Eh. Enggak--enggak." Rania menggeleng tegas.

Bagaimana mungkin Ia menolak, sementara dari dulu saat-saat seperti inilah yang Rania harapkan. Langit meresponsnya dan mau berbicara baik-baik padanya. Meski Rania terkesan bar-bar dalam menunjukan ketertarikannya, tetapi rasa yang dimiliki untuk Langit benar-benar tulus.

Rania ingin menjadi pacar Langit. Itulah cita-citanya sejak satu kelas dengan Langit.

Sebenarnya bukan hanya dirinya, banyak juga perempuan dari kelas lain yang mengidolakan Langit. Karena Rania tidak ingin ribet bersaing dengan mereka, dibuatlah keputusan untuk mengaku-ngaku sebagai pacar Langit. Beruntung perempuan-perempuan itu memercayai ucapannya.

Ketika ada yang bilang, "tapi kok kayaknya Langit gak sayang sama lo, tuh."

Rania tinggal menjawab, "Langit kan emang pura-pura cuek kek gitu, dia cuma gak mau hubungannya sama gue kecium oleh yang lain."

Bodohnya perempuan-perempuan ini, mereka langsung percaya begitu saja dengan kebohongan Rania. Ditambah dengan Langit yang cuek--tidak peduli dengan apapun penilaian orang lain dibelakangnya--semakin memperlancar kelicikan Rania.

Begitu ada kesempatan lebih dekat secara nyata dengan Langit seperti sekarang, masa iya Rania sia-siakan begitu saja.

"Ngaku gak lo, sebenarnya kemarin ngejauh dari gue cuma untuk ngetes perasaan lo aja kan? bisa jauh dari gue, atau enggaknya gitu."

"Kelitan banget emang ya?" Langit lebih mencondongkan badannya pada Rania.

Selama ini Langit tahu, jika Rania memiliki perasaan padanya. Dikarenakan tidak tertarik dan hanya menganggap Rania seperti teman perempuan yang lainnya, jadi Langit tidak melakukan apa-apa untuk menanggapi ataupun menolaknya.

Biarlah. Lagipula pengejaran yang dilakukan Rania, tidak pernah merugikan Langit sedikitpun. Yang ada dirinya untung, karena dengan begitu Rania jadi tidak berani menagih uang kas pada Langit. Dan lebih memilih mengganti dengan uangnya sendiri, dengan dalih, tidak ingin menyusahkan Langit dengan peraturan kelas yang ada.

Sedikit bodoh memang Rania ini.

"Sekarang gue jadi percaya, memang gak akan ada usaha yang mengkhianati hasil."

Langit tidak menimpali ucapan Rania yang terakhir, Ia lebih memilih bangkit dengan mengulurkan tangan. Lalu berujar, "mau ikut istirahat bareng gue?"

***

Pandangan Lintang tidak lepas dari Langit dan Rania yang berjalan keluar kelas dengan tangan yang saling berpegangan. Selama satu kelas dengan Langit selama tiga tahun ini, baru sekarang Lintang melihatnya sedekat itu dengan perempuan.

Lintang memang gadis pendiam, tetapi mata, telinga, dan pikirannya tidak sependiam itu. Dia pengamat yang jeli. Tidak hanya Langit, bahkan sejak dulu pun Ia sering mengamati karakter-karakter teman sekelasnya yang lain. Termasuk Rania.

Menurut penilaiannya, Rania tipe gadis yang tidak pintar menyembunyikan perasaannya. Perempuan itu selalu terang-terangan, dan tidak peduli dengan pendapat orang Lain tentangnya. Rania bahagia dengan apapun yang dilakukannya.

Lintang-Langit [OPEN PO]Where stories live. Discover now