16. Seven Days a Week

324 39 12
                                    

Hai, hai, hai! Astaga! Aku sibuk sekali. Setelah menyelesaikan kuliah, aku memutuskan untuk bekerja. Jungkook mengizinkan, tapi itu hanya bertahan selama dua bulan. Setelahnya aku mengikutinya kemana pun.

Aku direkrut secara spesial oleh perusahaan karena aku memiliki koneksi yang sangat luar biasa. Siapa lagi kalau bukan kekasihku?

"Sayang, bekerja untukku saja, ya? Jangan di perusahaan lain. Gaji yang kuberikan lebih dari cukup," katanya meyakinkan.

"Sebagai apa? Asisten pribadi? Bodyguard? Make up artist? Hair stylish? Astaga, itu semua bukan keahlianku," aku jelas menolak karena semua yang ditawarkan Jungkook bukanlah bidangku.

"Penerjemah, mungkin? Kau mahir bahasa inggris," Jungkook dan segala caranya.

Aku hanya bisa mendengus, kekasihku memang seegois ini.

"Aku tidak memiliki sertif—"

"Tidak perlu, kau diterima," selahnya dengan senyum lebar penuh kemenangan sembari menjabat erat tanganku layaknya direktur yang menyambut karyawan baru.

Dari situlah semuanya terjadi. Aku dan semua aktivitasku kini berhubungan dengan Jungkook. Kalau dipikir kembali, aku senang karena bisa bersama kekasihku setiap saat.

Sambil menyelam minum air. Aku bekerja sekaligus berpacaran, hehehe.

"Sayang, semuanya sudah siap?"

"Sudah."

"Sepatuku jangan sampai tertinggal."

"Semuanya sudah terkemas dengan rapi di dalam koper, Tuan Jeon Jungkook yang terhormat."

Aku dengar ia terkekeh kecil, "Kerja bagus, Nona. Pertahankan kinerjamu."

Aku membalas kekehannya dengan lemparan ringan softcase ponselku yang baru saja aku lepas sembari merengut dan protes, "Penerjemah apanya? Ini namanya asisten pribadi."

"Memang itu tujuanku. Aku ingin memiliki asisten pribadi di semua kegiatanku, termasuk tidur. Untuk menekan biaya penginapan," ucapnya dengan santai sembari melangkah pelan menuju padaku.

"Tidak menyenangkan, ya, bersamaku setiap saat?" Lanjutnya yang kini sudah duduk di hadapanku sembari menatap lekat, lembut sekali.

Aku hanya menggeleng lemah sebagai balasan, bersama tatap yang tak kalah lembutnya.

"Nah, aku tahu tatapan ini," Jungkook mengusap pipiku dengan halus sekali, "Katakan padaku, apa yang membuatmu tidak nyaman?"

Aku menarik napas cukup dalam sebelum berbicara, "Aku hanya... hanya takut orang lain merasa tidak nyaman dengan kehadiranku. Apalagi mereka semua tahu kalau aku kekasihmu. Aku tidak ingin orang lain berpikiran buruk tentangku, juga tentangmu. Tentang Jungkook yang bekerja bersama kekasihnya. Seperti tidak ingin dirugikan, seperti itu."

"Apa salahnya? Para manajer sama sekali tidak masalah, malah mereka yang memberi saran agar kita bekerja bersama karena mereka tahu betapa aku membutuhkanmu. Hal ini bukan lagi rahasia di antara kami."

"Tetap saja—"

"Tetap saja berpikiran buruk terhadap orang lain. Sayang, kau kekasihku, kekasih Jeon Jungkook. Tidak akan ada yang berani mengganggu kita."

Aku hanya bisa kembali mengangguk sebagai jawaban. Jungkookku memang egois, tapi aku suka.

Kemudian sebuah ciuman lembut mendarat pada bibirku secara tiba-tiba. Saat aku menatap mata si pelaku, aku jelas tahu apa maksudnya.

"Bercinta dulu sebelum berangkat?"

Dasar, Jungkook mesum!

...

Number One : FanWhere stories live. Discover now