10. Daegu Bersama Jungkook

2.9K 479 69
                                    

Jika waktu itu aku yang gugup, kini giliran Jungkook. Rasakan itu, sayangku. Aku membawanya ke Daegu, kampung halamanku. Jika aku bertemu orang tuanya, maka dia juga harus melakukan hal yang sama. Bagaimanapun, kami bisa dibilang sudah sampai pada tahap yang serius. Jungkook bahkan terus-terusan membicarakan tentang rencana pernikahan yang entah kapan akan terjadi.

"Mungil, kita kembali ke Seoul saja, ya?" pintanya sembari mengurangi laju kecepatan. Seperti biasa, dia sukarela menjadi sopir pribadiku, hehe.

"Apa katamu?" benar-benar situasi yang sama dengan saat itu.

"Kembali ke Seoul, aku gugup," katanya lagi.

Alhasil, aku menahan tawa, "Bahkan rumahku sudah terlihat dari sini. Gerbang cokelat sebelah kiri, itu rumahku."

Jungkook berhenti. Menunduk, menekan dahinya pada roda kemudi dengan napas yang terdengar sangat gusar.

"Jungkook?" aku mengusap lembut bahunya. "Ayo, turun. Hanya sebentar. Lagipula Ayah tidak memiliki banyak waktu."

Dia menegakan tubuh meski bahunya masih turun, "Aku tidak berbohong, sungguh aku gugup."

"Aku saja bisa menghadapi keluargamu, masa kau tidak bisa? Katamu, keluargaku adalah keluargamu juga?" Aku tersenyum, mengusap pipinya dengan lembut.

Perlahan, tatapan ragu itu menghilang seiring usapan yang ku beri. Jungkook menarik senyum tipisnya sebelum memberikan kecupan singkat pada bibirku, "Baiklah, ayo."

Aku tersenyum lagi.

Kami berjalan beriringan menuju rumah. Saat aku selesai memindai sidik jari, Ibu sudah menyambut dengan senyum lebarnya.

"Selamat datang, Sayang," Ibu memelukku terlebih dahulu sebelum beralih pada Jungkook, "Ya ampun, tampan sekali."

Jungkook hanya tersenyum kikuk sembari membungkuk sopan, "Apa kabarㅡ" ia menoleh padaku sekilas, tatapnya mengisyaratkan tanya dan aku mengerti. Aku menggumamkan kata 'bu' sekilas kemudian ia melanjutkan kalimatnya, "Apa kabar, Bu?"

"Baik sekali, Sayang. Apalagi saat melihat calon menantuku yang sangat tampan," Ibu bahkan tak ragu untuk mengusap bahu Jungkook dengan lembut. Sedangkan aku yakin kalau gugup semakin menyerangnya. Terlihat sekali dari caranya tersenyum dan tangannya yang saling meremas satu sama lain.

Aku memang sering bercerita tentang Jungkook pada Ibu. Segala perlakuan manis, masalah yang sering kekasihku hadapi, bahkan aku selalu bercerita jika sedang bertengkar. Namun, tidak untuk urusan tidur bersama. Itu biar menjadi rahasiaku dan Jungkook saja, hehe.

"Ayo, Ayah sudah menunggu di belakang. Keberangkatannya masih dua jam lagi," Ibu berjalan terlebih dahulu, sedangkan aku masih beriringan dengan Jungkook.

Aku mengusap lembut punggungnya untuk memberikan ketenangan karena gugupnya terlampau kentara.

Kami menuju taman kecil belakang rumah, tempat keluargaku menghabiskan waktu bersantai. Ada banyak bunga favorit Ibu, satu pohon maple yang berukuran cukup besar, serta rumput yang menutupi keseluruhan pijakan. Dua anjing kesayangan Ibu (Mimo dan Kiko) terlihat sedang berlarian disana.

Aku berlari kecil, meninggalkan Jungkook saat mendapati presensi Ayah yang sedang berkutat dengan tabletnya. Aku memeluk dari samping hingga membuat Ayah terperanjat.

"Astaga, hobimu memang mengejutkan Ayah, ya?" Ayah menghela napas sebelum meletakkan tablet pada meja kemudian balas memelukku.

"Ayah sih, terlalu sibuk dengan pekerjaan," protesku yang dibalas kekehan dan bonus kecupan pada kening. Ayah memang selalu memanjakanku.

"Ayah juga bekerja keras untuk masa depanmu. Belum lagi Ibumu. Astaga, akhir-akhir ini ia menghabiskan uang terlalu banyak," celoteh Ayah hingga aku melupakan presensi Jungkook untuk sesaat.

Number One : FanWhere stories live. Discover now