09. Busan Bersama Jungkook

3.8K 509 39
                                    

Aku benar-benar pergi ke Busan bersama Jungkook. Seluruh keluarganya memang sudah mengetahui tentang hubungan kami. Beruntungnya, aku diterima dengan mudah meski orang tuanya selalu mengingatkan untuk berhati-hati. Ya, wajar saja. Kekasihku itu seorang idola.

Aku beberapa kali bertukar kabar dengan Ibu Jungkook, yang pasti melalui ponselnya. Aku memiliki nomor ponsel sang Ibu, sih. Hanya saja aku masih merasa begitu canggung jika harus menghubungi lewat ponselku sendiri.

Jungkook mengendarai mobil, tidak mau menggunakan kereta karena terlalu ramai. Juga, tidak mau menggunakan pesawat karena resikonya terlalu besar. Biar bagaimanapun, kami benar-benar pergi tanpa seorang bodyguard. Untuk melindungiku, katanya. Padahal aku sungguh tidak apa-apa. Justru sekarang aku yang khawatir karena dia pasti kelelahan.

"Jungie, tidak mau istirahat dulu? Tidak lelah?" aku memandang parasnya yang terkena bias mentari pagi. Indah sekali.

"Sebentar lagi sampai, kok. Aku istirahat dirumah saja," katanya sembari menatapku sekilas. Lengannya juga terulur untuk mengusap kepalaku, "Kalau lelah, tidur saja, Mungil."

Aku menggeleng. Mana bisa aku membiarkan kekasihku mengemudi seorang diri. Aku harus menemaninya.

Kami berangkat pukul empat pagi, omong-omong. Kata Jungkook, jalanan masih sangat sepi pada pukul itu. Sekarang sudah pukul tujuh, dan jalanan sudah mulai padat.

Semakin dekat, jantungku juga semakin tak baik-baik saja. Aku terlalu gugup karena ini pertama kalinya berkunjung ke rumah kekasihku.

"Jungie, tidak bisa kembali ke Seoul lagi, ya?"

"Apa katamu?"

"Kembali ke Seoul. Aku sangat gugup," aku bahkan meremas tanganku dengan kuat.

Namun, Jungkook malah terkekeh dan mengusap kepalaku kembali, " Astaga, Mungil. Mereka juga keluargamu. Kenapa harus gugup?"

"Tetap saja. Aku akan bertemu keluargamu, bahkan sampai menginap selama beberapa malam."

"Lalu? Apa masalahnya? Kita bahkan sudah tidur bersama setiap malam. Maksudku, aku juga sering menginap di apartemenmu."

"Tapi kali ini berbeda."

Setelah itu, kami berdebat cukup panjang hingga mobil Jungkook berhenti di depan rumah dengan tembok pagar yang cukup tinggi. Gerbangnya berwarna hitam dan berdiri kokoh. Kuduga, kami telah sampai.

"Ayo, turun."

Benar, kan. Ya ampun, aku semakin gugup saja.

"Jungie..." aku mencebik, merengek. Pokoknya tidak ingin turun.

"Oh, ayolah. Keluargaku itu keluargamu juga," ucapnya beriring senyum sembari memberikan usapan pada pipiku, "Tidak usah khawatir, ya? Bahkan kau tahu sendiri kalau Ibu dan Ayah sangat menyukaimu."

Sempat diam untuk beberapa detik, akhirnya aku mengangguk. Melihat itu, Jungkook bergegas turun untuk membukakan pintu mobil sebelum mengaitkan jemarinya pada jemariku.

Kami masuk dan segera disambut dengan suka cita. Ibu Jungkook memeluk putranya, sedangkan aku membungkuk sopan pada Ayah dan juga Kakaknya.

"Hai, adik ipar," sapa Kak Junghyun.

"Hai, Kak," aku balik menyapa dengan ramah sebelum beralih pada sang Ayah.

"Paman apa kabar?"

"Paman?" Ayah Jungkook mengerutkan dahi, sedangkan aku kebingungan, "Ayah, Nak."

Aku tersenyum kikuk, sedang Jungkook menatapku dengan senyum tulus.

"Aigoo, menantuku semakin cantik saja," kalau ini Ibu Jungkook.

Number One : FanWhere stories live. Discover now