Chapter 13

1.4K 145 6
                                    

Selama setahun ini (Name) sudah jarang mendapat gangguan dari Alan, dan tentunya hal itu membuatnya merasa tenang dan juga senang. Ia pikir, Alan sudah bosan mengejarnya.

Kini pun perasaannya jadi semakin senang karena tau jika bulan ini adiknya akan pulang. Entah kapan harinya, (Name) sudah sangat menunggu-nunggu kepulangan sang adik.

Ia terus mengecek handphone-nya, siapa tau ada panggilan masuk dari Halilintar yang mengatakan jika hari ini ia pulang, gitu. Melihat kakaknya yang tampak tidak sabar, membuat Oboi kebingungan.

Dengan tangan yang membawa botol susu, ia berjalan ke arah (Name), lalu mencoba naik ke sofa. Melihat itu, (Name) pun membantunya untuk naik. Tangannya pun sempat-sempatnya memainkan pipi tembam seperti sehabis disengat tawon itu.

"Kak gi napa?"
(Kakak, lagi kenapa?)

Perempuan itu tersenyum. "Hari ini Ayi pulang, loh. Oboi 'kan udah ga sabar mau ketemu Kak Ayi." ucap (Name), dengan sengaja menyebut nama adiknya Ayi, seperti cara Oboi mengatakannya.

"Oboi mau lihat kakak cowoknya Oboi 'kan?"

Lalu, anak kecil itu jadi sedikit kegirangan, "Mau!"

"Tapi, sabar dulu, ya. Kita belum tau kapan Ayi sampai bandara. Ayi-nya belum ngabarin."

Tak lama setelah itu, handphone (Name) berdering. Ia pun mengambilnya, dan segera mengangkat panggilan dari orang yang baru mereka bahas.

"Ada apa? Ayi bakal pulang sekarang, ya?"

"... Iya. Baru juga mau kasih tau, kayaknya udah nungguin, ya?"

"Baangeet, Ayii. Oboi juga nungguin, nih," ucapnya, kemudian (Name) segera mengalihkan panggilan suara tersebut menjadi panggilan video. Tampaklah Halilintar yang sedang rebahan dalam keadaan telanjang dada, hanya saja terhalangi oleh bantal guling di pelukannya.

"Oh, ya? Ngomong-ngomong jangan panggil ayi ayi begitu, geli."

"Oboi yang buat panggilan itu, tau."

"Ayi!!" ujar Oboi, begitu melihat wajah Halilintar di layar handphone.

Pemuda itu menghela napas, lalu bergumam, "Ya udahlah. Besok aku akan pulang ke sana."

"Berarti, sampai di sini malam hari, ya?"

"Hem. Selamat menunggu." Setelahnya, panggilan terputus dari sebelah. (Name) memakluminya saja, sebab wajah pemuda itu tampak kelelahan. Di sana juga sudah malam, pastinya ia akan tidur.

(Name) kembali memperhatikan adik bayinya. "Gitu, Boi. Nanti malem Ayi pulang."

Anak kecil itu jadi sedikit murung. "Ci lama." (Masih lama.)

"Sabar, yaa... selagi nunggu, gimana kalau kita main ke playground bentar?"

Oboi masih memperlihatkan wajah tak bersemangat, lalu (Name) pun menggendongnya serta mengecup pipinya. "Yang semangat dong, sayang. Ayok cari angin." Tangannya bergerak ke arah tudung baju anak itu lalu menaikkannya hingga menutupi kepalanya. Lalu mereka segera pergi.

=====

Setibanya di playground dekat rumah, (Name) hanya berjalan dengan langkah kecil menyesuaikan langkah kaki adiknya. Sesekali ikut mencoba mainan yang dihampiri Oboi, dan tentunya mengawasi sang adik juga.

Tangannya pun tidak kosong, ia membawa dua tusuk permen kapas ukuran kecil yang sempat dibeli tadi. Satunya sudah hampir habis dimakan (Name), satu lagi punya Oboi yang tidak ia izinkan siapapun mencicipinya.

"Kaaak! Situu!" ucapnya seraya menarik-narik sebelah tangan (Name) dan menunjuk ke arah tangga pelangi. (Tau tangga pelangi, 'kan? Saya aja baru tau:'v. Kalau ga tau, googling aja.)

Widower [✓]Where stories live. Discover now