Chapter 15

1.3K 152 3
                                    

(Name) masih ingat jika beberapa hari lalu ia pergi ke playground bersama Kaizo dan Pang serta Oboi. Di situ mereka tak sengaja melihat Alan yang entah sedang melakukan apa.

(Name) kira hidupnya sudah benar-benar tenang tanpa adanya Alan, ternyata manusia itu masih berkeliaran di sekitarnya tanpa ia ketahui. Saat di playground itu juga, Alan melihatnya sedang berempat, dan ia mengira jika itu keluarganya (Name).

(Name) rasanya ingin menginjak bijinya saat itu. Hendaknya ia menyangkal, tapi malah diiyakan oleh Kaizo hingga Alan pergi dari hadapan mereka berempat. Katanya, itu hanya untuk pengalihan daripada Alan mengganggu mereka terus.

Karena itu juga, ia jadi kepikiran dengan ucapan Kaizo. Walaupun itu hanya sekedar pengalihan katanya, tapi ... jika itu benar, gimana?

"Mikir apa, sih?" tanya si Dania, temannya (Name).

(Name) menggeleng sebagai responsnya, "Masa sih? Bukannya lagi mikirin dia?" ucap Dania

"Dia siapa coba?"

"Halah, ga usah pura-pura ga tau. Ya si dia yang lagi dekat, lah."

"... Engga. Ga salah."

"Aciee, udah ada perkembangan nih ya~"

"Udah, deh. Pacarnya lagi sibuk, ya?"

"Hu'um. Seperti biasa." sahut Dania. "Tapi sekalinya dia datang, pengen nikahin."

(Name) terkekeh mendengarnya. "Masih lama, mapan aja dulu. Biar nanti tinggal dinikmati."

"Eak, benar, tuh."

"Habis kerja ini, ada rencana kemana, ga? Aku bosan, Zergan katanya lembur sampai besok." ucap Dania dengan topik lain.

(Name) memikirkannya. "Ga ada, sih. Palingan cuma ngurus rumah, gladi resik jadi mama." ucapnya diselingi candaan.

"Udah berapa tahun tuh gladi resik? Pentasnya kapan?"

"Hehe, udah lama banget itu gladi. Pentasnya? Pas udah nikah, ga tau kapan."

"Bukannya dia itu kaya? Kali aja besok kalian nikah."

"... Ya ampun, Dan." (Name) pun kini hanya mampu geleng-geleng kepala. "Mikirnya kejauhan."

"Siapa tau, menurutmu kapan?"

(Name) menatapnya datar. "Tahun depan." ucapnya asal

"Beneran, ya? Pokoknya nanti aku mau datang, teriakin sah yang paling keras."

"Heem, iya, bener."

Hati-hati, loh. Ucapan adalah doa 'kan?

=====

Waktu pulang telah tiba. Dania sudah pulang duluan dengan diantar suruhan pacarnya yang bersikeras jika Dania harus pulang tepat waktu sesuai arahan sang pacar, sehingga ia terpaksa meninggalkan (Name) yang kini sedang menunggu sendiri.

Ini bukan harapan (Name), ia tidak mengharapkan kemunculan Alan saat ia sedang sendiri di depan cafe. Padahal yang ia inginkan kemunculan ayahnya saja yang hendak menjemputnya.

"Hai." sapa pria itu dengan senyuman yang sekilas terlihat seperti seringai.

"... Hai juga."

"Nunggu sendiri, nih? Mau ditemenin atau aku antar pulang?"

"Engga, ga usah."

"Beneran? Udah malam, dingin."

"Udah pakai jaket, ga lihat?"

"Tetap aja dingin, ya 'kan?"

"Hem, ga."

"Eh, eh, ya, (Name). Yang kemarin tuh siapa, sih?" tanyanya, terdengar kepo dengan kehidupan (Name).

Widower [✓]Where stories live. Discover now