BAB 12

24 4 0
                                    

Serra baru saja selesai mandi ketika Archie masuk ke dalam kamarnya dan meletakkan sebuah surat di atas ranjangnya. Mata Serra melirik surat itu dan dengan cepat mengambilnya. Serra membuka segelan kertas dengan lambang singa dan mahkota diatasnya. Serra tahu itu pasti surat dari kerajaan.

Maaf. Maafkan Eyang karena mengganggu pekerjaanmu di New York. Tetapi ada yang lebih penting saat ini. Mengingat Ayahmu yang jatuh sakit, Aku akan dengan sangat tegas memberikan protokol ini.

Kepada Abrata Serra Rue de Leon, dengan murah hati Aku memerintahmu untuk dapat hadir pada Rabu, dua puluh dua bulan Februari tahun dua ribu dua puluh tiga, di kediaman Raja Dasarata Omkara Tedjo, Istana Antawirya, Akkadiamadjantara. Indonesia.

Dengan mengemban tugas, kunjungan resmi keluarga kerajaan de Leon.

Eyang hanya ingin kamu mengerti.

Regina R.

Serra mengerutkan dahinya. "Maksudnya?"

"Kita akan ke Akkadiamadjantara, Serra."

Serra menggeleng, "Tidak. Aku tidak ingin ke sana. Aku pasti akan dijadikan tawanan seperti kamu!"

Archie mendesah berat perlahan mendekat ke arah istrinya. "Kamu tidak akan dijadikan tawanan Serra. Lihat isi suratnya. Ratu Regina menuliskan kunjungan keluarga. Mungkin kita akan tinggal selama beberapa hari. Paling lama sebulan," jawab Archie asal. Ia sendiri juga tidak tahu sampai kapan dapat tinggal di sana.

"Aku tidak mau Archie. Disana itu kolot. Aku tidak suka," ucap Serra melemparkan surat dari neneknya dan bersedekap.

"Percayalah kepadaku, Serra. Disana tidak seburuk itu."

Serra mendengus kesal, duduk di meja riasnya dan mulai mengoleskan krim di sekujur tubuhnya. Ia dapat melihat Archie dari cermin rias yang langsung mengarah kepada pria itu. "Tidak seburuk itu? Kamu saja tidak mengabariku dan menghilang begitu saja. Kamu bilang tidak seburuk itu?"

Archie mendesah lalu menatap Serra dari balik cermin. "Maafkan aku. Aku minta maaf. Aku salah. Waktu itu kejadiannya begitu cepat, Serra. Maaf."

Serra masih mendengus dan tidak memeprdulikan perkataan Archie. Sampai suara telepon genggam pria itu berdering dan nama Cecillia tercetak disana. "Ya, Ce? Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak Ce."

Serra berbalik dan menatap Archie penasaran. Tatapannya mengisyaratkan apa yang dikatakan Cecillia. "She's okay, Serra." Ketika Archie selesai mengatakan kalimat yang paling ingin Serra dengarkan, wanita itu menghembuskan napasnya dan seakan lepas dari sebuah ikatan.

"Terima kasih karena sudah menolongnya, Cherry." Bola mata Serra bergetar ketika mendengar Archie memanggilnya. Cherry adalah nama masa kecilnya dan hanya orang terdekatnya yang paling sering memanggilnya dengan nama itu. Kenapa pria itu kini memanggilnya dengan nama Cherry?

Serra membalikkan badannya dan menatap Archie dengan cemberut. "Cherry? Apa kamu sedang mencoba merayuku?"

Archie berkedip dua kali. "T-tidak. Aku suka dengan nama itu. Apa salahnya?"

"Salah, karena kamu bukan keluargaku."

"Tetapi suamimu."

Serra mendengus kasar. "Terserah."

"Your wish is my command Ma'am."

Satu bulan kemudian.

Kedatangan Dasarata Archie Mallory dan istrinya disambut baik oleh kerajaan Akkadiamadjantara. Para tetua dan jejerannya menunggu mereka di depan pagar Istana Antawirya. Mobil sedan hitam dengan bendera kerajaan tiba dan pelayan membukakan pintu mobil itu.

"Selamat datang Gusti Archie. Saya Cakra Limar yang akan membantu Anda selama tinggal di istana."

Cakra Limar sebagai pelayan senior mempersilakan kedua keluarga kerajaan itu masuk ke dalam pelantara istana dengan sambutan kereta kuda kencana. Serra berbisik kepada Archie, "Apa ini tetap harus dilakukan di abad dua puluh satu?"

Archie tersenyum dan menjawab, "Kamu adalah putri raja. Mereka menghormatimu, Serra."

Serra sedikitpun tidak tersenyum dan naik ke atas kereta kuda dibantu oleh Cakra. Sementara Archie menunggunya sampai Cakra juga mengarahkan pria itu untuk masuk ke dalam kereta kuda. " Terima kasih, Cakra."

Di depan pendopo yang dipenuhi penari dan penggiring musik, Serra dapat melihat seorang wanita tua yang masih sehat, bugar, dan wajahnya terlihat tidak bersahabat membuat Serra bergidik ngeri. Mereka turun dari kereta kencana dan Archie memberikan penghormatan kepada keluarganya.

"Sugeng rawuh, Chie."

"Nggih Yang Uti." Archie menyalami neneknya dan mencium pipi gembul wanita itu. Kemudian Archie juga mencium dahi, hidung, dan berakhir di kedua tangan yang ia cium cukup dalam.

"Capek Chie? Mau makan dahulu?" Roosati Raharyo menggandeng cucunya dengan senang dan membawa pria itu masuk lebih dalam ke pelantara istana. Sementara Serra, bingung harus bersikap seperti apa karena merasa tertinggal.

Serra mengikuti Archie dan Roosita dari belakang. Ia terpana melihat pigura, lukisan, bahkan aksesoris khas Akkadiamadjantara terpajang rapi pada dinding-dinding istana. Serra tidak sadar sampai membuka mulutnya sendiri. Ditengah keterpanaannya, Serra dikejutkan dengan Roosita yang telah berdiri dihadapannya dengan kipas rendanga yang tertutup. Ternyata mereka telah sampai di ruang keluarga lengkap dengan prasmanan dan kursi-kursi khas kerajaan.

"Diam." Serra meneguk salivanya, keningnya berkerut dan ia melihat sekitarnya. Dimana Archie tengah tersenyum geli bersamaan dengan para sepupunya, begitupun kerabat Archie yang lain.

"Kita lihat Mas, Eyang akan mengospek istrimu," bisik sepupu Archie kepada pria itu.

Archie terkikik, "Bagus kalau begitu. Istriku itu seperti harimau, Prab. Dia tidak takut pada siapapun—bahkan dengan neneknya sendiri yang seorang penguasa Portugal. Tetapi, apakah itu akan sama dengan Eyang Putri?"

Dasarata Prabawa Kawi, anak pertama dari Dasarata Hariya Kawi—adik kedua dari Raja Tedjo yang kini berkuasa. Pria itu setahun dibawah Archie, sehingga mereka lebih dekat daripada sepupu-sepupu lainnya yang terbilang cukup jauh usianya.

"Aku bertaruh, istrimu akan tunduk kepada Eyang dan menuruti perkataannya detik itu juga seperti Mas Archie yang waktu itu," tawa Prabawa memukul bahu Archie sehingga pria itu mengaduh.

"Memangnya aku bagaimana?"

Prabawa menandang Archie remeh sambil bercanda ia berkata, "Mas Archie terdiam ketika rokok Mas Archie digunting. Setelah itu Mas Archie kena hukuman membaca di kamar, kemudian menjadi petani selama tiga bulan. Mas lupa?"

Archie tersenyum dan menepuk pelan punggung Prabawa. "Aku selalu ingat Prab."

Kini pandangannya jatuh kepada nenek dan istrinya yang sedang bersitegang. Serra dengan bodo amat, bersedekal dihadapan nenek penguasa Akkadiamadjantara. Yang mana hal itu membuat Roosita Raharyo darah tinggi. "Sopan sekali kamu, tangan kok dilipat di atas dada?"

"Memangnya salah?" tanya Serra.

Roosita memukul kedua tangan Serra yang bersedekah menggunakan kipasnya. Lalu tangan itu ia pastikan berada di samping badan wanita itu. Kemudian Roosita menggeleng dan mendecak beberapa kali. "Tidak sopan. Bajumu ini, apa tidak ada yang lebih tertutup?"

Serra menaikkan kardigannya dan menutupi bahunya yang terlihat jelas. Long dress dengan satu tali itu menjadi pusat perhatian sedari tadi dan Serra bodo amat karena dia sudah terbiasa mendapat sorotan dari orang-orang. "Ganti bajumu. Surti, tolong gantikan baju Putri Serra. Lalu bawa dia kembali kesini."

TBC

SERCHIEWhere stories live. Discover now