BAB 27

28 2 1
                                    

Gusti Roosita senang sekali menyesap teh panas di pagi hari, menghadap pandangan sawah yang dapat dinikmati dari balkoni istana Antawirya. Ia menyukai kicauan burung, tiupan angin pagi, dan tentu saja teh melati. Di pagi hari Gusti Roosita tidak akan lupa untuk mengkonsumi obatnya. Mulai dari anti nyeri sampai ke vitamin.

Baru saja dia akan meminta tehnya untuk diisi ulang, ia melihat tablet obat yang belum dia sentuh. "Ah, benar, obat jantungku. Hampir saja aku dilarikan ke rumah sakit karena tidak memasukkanmu ke dalam mulutku, obat kecil," gumamnya sendiri dan tertawa karena kecerobohannya.

Ia menempelkan obat itu di bawah lidahnya, kemudian tersenyum memandangi pemandangan di depannya. "Andai kamu ada disini, Mas Dawo."

Senyuman di kulit keriput itu memudar dan beralih ke lekukan yang bergetar, semakin lama semakin hebat disusul dengan air mata yang jatuh ke pipi tuanya. Dasarata Sudjiwo, belahan hatinya, pergi lebih dulu meninggalkan istana dan seluruh cinta kasih yang ada di dalamnya. Jemari Roosita bertaut, satu persatu saling menguatkan. Ia menangis sendirian, di balkoni istana ditemani dengan cangkir teh yang habis dan kursi kayu yang tidak diduduki.

"Eyang? Eyang bisa mendengarku?" tanya Archie kepada neneknya yang mulai sadar dari tidur panjangnya. Selang oksigen yang masih berada di hidungnya, ia lepas perlahan.

"Archie? Eyang bermimpi Chi..."

"Sssttt... Eyang, jangan ceritakan. Kesehatan Eyang, yang paling utama sekarang. Bagaimana perasaan Eyang? Katakan kepadaku," ucap Archie sambil mengelus lembut pundak neneknya.

Mata Roosita mengamati semua orang yang ada di dalam kamarnya. Dokter keluarga segera mengambil alih, dan memeriksa dari kepala hingga kaki, sampai dia berani berkata, "Sepertinya kesadaran Gusti Roosita sudah membaik. Bersyukur asmanya tidak kambuh, dan dia hanya mendapat serangan alerginya. Jantungnya dalam kondisi stabil, bisa diliat di monitor ini dan dari auskultasi yang saya lakukan dengan stetoskop. Bunyi jantungnya masih dalam batas normal."

Semua yang ada di kamar lega mendengarkan ucapan dokter itu. "Sepertinya, Gusti Roosita sangat disiplin dan rajin meminum obatnya. Sehingga beberapa obat akan mengalami reaksi karena diminum bersamaan."

Gusti Roosita mendesah berat.

"Apa Gusti Roosita lupa meminum obat dan baru ingat ketika Anda mendapatkan serangan alergi? Sehingga Anda harus meminum semua obatnya dalam sekali minum, Gusti Roosita?" tanya dokter yang langsung dipanggil dengan Roosita. "Jika benar, tadi Gusti Roosita mengalami yang namanya overdosis obat. Reaksi ini bisa dikarenakan Anda mengkonsumi obat-obatan sekaligus. Ada beberapa obat yang tidak boleh dimakan bersamaan. Maka dari itu, biasanya saya akan memberikan jeda dan memberikan obat satunya diminum pada pagi atau malam harinya. Kegunaannya supaya Anda tidak mengalami reaksi obat yang dapat mengancam nyawa. Kemungkinan lainnya juga reaksi alergi itu sendri sudah hampir merenggut nyawa Anda, ditambah reaksi obat yang mana semakin memperparah kondisi Anda, Gusti Roosita."

"Mungkin itu yang dapat saya sampaikan. Agar tidak menjadi tanda tanya untuk kita semua. Jika ada pertanyaan atau hal yang tidak dimengerti, tanyakan saya."

"Terima kasih dokter Muh. Terima kasih," ucap Roosita bersungguh-sungguh.

Selepas itu, Archie mengikuti dokter Muh untuk menanyakan sesuatu. Ia memilih untuk berbicara hanya berdua saja dengannya. "Dokter, boleh bicara sebentar?"

"Ya, Raden Mas, silakan."

"Bagaimana kita bisa tahu, bahwa apa yang dialami Eyang tadi, adalah  reaksi daru alerginya dok?"

Dokter Muh mengangguk dan berkata, "Begini, Raden Mas. Tubuh manusia akan bereaksi dengan berbagai macam rupa ketika terkena paparan alergen. Salah satunya yang paling sering mungkin gatal-gatal yang disertai kemerahan. Bersin-bersin, pembengkakan, bahkan bisa diare dan muntah-muntah. Kejadiannya cepat, atau kita sebutnya akut. Kemudian akan ada reaksi lainnya seperti kesulitan bernapas—sesak napas. Inilah yang kita takutkan, karena dapat mengancam jiwa."

"Sementara pada Gusti Roosita, yang saya dapatkan adalah sesak napas. Yang mana bisa dipicu oleh overdosisnya. Mulut yang berbusa akibat dari kelebihan produksi saliva, bisa menyebabkan sesak napas. Kemudian hasil dari reaksi alerginya adalah, kemerahan di sekitar leher dan lengan. Sebelumnya hal ini tidak ada, ninggu lalu saya baru saja membesuk Gusti Roosita. Ditambah, hanya Gusti Roosita sendiri yang tahu, apa itu reaksi alergi atau tidak. Karena Gusti Roosita lah yang merasakan gejala-gejalanya."

"Saya hanya bisa mendapatkan bukti, bahwa Gusti Roosita mengalami alergi ketika melihat kotak obatnya. Dia meminum hampir lima tablet obat anti alergi, beserta dengan obat anti nyeri untuk kakinya, obat jantungnya, dan vitamin yang telah diresepkan. Seperti yang saya katakan tadi, seharusnya ada beberapa obat yang harus diminum pagi atau malam hari. Sepertinya dikarenakan kepanikannya, Gusti Roosita meminum hampir semua obat itu dan membuatnya overdosis."

Archie mengangguk mengerti. "Baiklah, berarti kemungkinan karena kepanikannya Eyang meminum semua obat itu."

"Ya, Raden Mas. Atau ada hal yang Raden Mas curigai?"

Archie menggeleng dan tersenyum. "Tidak ada, dokter Muh. Semoga tidak ada."

"Baiklah kalau begitu, saya akan pamit Raden Mas. Hubungi saya, jika terjadi sesuatu lagi." Pandangan dokter Muh mengitari aula istana yang auranya berbeda. "Tetap waspada, Raden Mas. Perasaanku tidak enak." Setelah memberikan hormatnya kepada Archie. Dokter Muh akhirnya benar-benar meninggalkan istana Antawirya.

TBC

SERCHIEWhere stories live. Discover now