BAB 16

30 4 0
                                    

Pintu terketuk.

"Masuk," ucap Serra.

Sekar Mirah datang bersamaan dengan prasmanan yang diantar oleh pelayan istana. Serra mengerutkan dahinya, turun dari ranjang dan bertanya, "Dimana Surti?"

"Dia cuti sementara, Raden Ayu. Untuk saat ini biarkan aku yang membantumu," ucap Sekar Mirah telaten membantu pelayan istana menyiapkan makanan di atas meja.

"Apa dia sakit?" tanya Serra khawatir. Apa karena dia Surti jatuh sakit?

"Dia baik-baik saja, hanya butuh istirahat sedikit," jelas Sekar Mirah tersenyum lembut berusaha menenangkan Serra.

"Tidak, tidak mungkin dia baik-baik saja jika dia cuti." Serra tidak terima mendekat ke arah meja makan. "Aku tidak akan makan. Sampai Surti yang melayaniku. Aku merasa bersalah," lirih Serra acuh.

"Kamu tidak salah, Raden Ayu. Tidak ada yang salah."

"Aku juga menyebabkan penari keluar dari grup tari istana," lirihnya lagi.

"Raden Ayu, dengar." Sekar Mirah mengurai rambut wanita itu dengan sayang. "Kamu tidak salah, sesuatu terjadi dengan alasannya masing-masing. Surti misalnya, dia jadi bisa punya waktu luang bersama anaknya dirumah. Kamu tahu, dia sudah tiga tahun tidak keluar istana dan ini saat yang tepat." Sekar Mirah menenangkan. "Penari istana itu? Dia memang pantas dikeluarkan karena tidak sopan. Beberapa kali dia juga menganggapku temannya. Padahal sudah jelas dari rawut wajah aku lebih keriput darinya kan?" kekehnya yang membuat Serra sedikit lega.

"Apa benar begitu?"

"Benar, Raden Ayu. Gusti Roos tidak pernah ikut dalam sesi latihan penari. Hanya aku pedamping dan guru mereka. Tetapi tadi, seperti yang aku katakan, sesuatu terjadi dengan alasannya. Kamu tidak perlu merasa bersalah. Ingat, dibalik itu semua ada kebaikan."

Serra tersenyum kecil. "Terima kasih. Kamu bisa memanggil aku Serra saja. Tidak perlu formal seperti itu."

Sekar Mirah menarik senyumnya dan memperislakan Serra untuk duduk di kursi makan yang tersedia di dalam kamarnya. "Baiklah kalau begitu panggil aku Tante Sekar mulai sekarang, Serra."

Sekar Mirah begitu senang melihat Serra yang lahap menyantap makanannya. Mengingatkannya pada sosok putri kecil yang selalu dibawa Archie ketika liburan sekolah. "Kamu masih sama seperti dulu ya?"

Serra mengerutkan dahinya. "Seperti dulu, bagaimana Tante?"

"Kamu lupa? Dahulu Archie senang membawa kamu ke Akkadiamadjantara. Setiap liburan sekolah kalian akan selalu liburan disini. Lebih tepatnya di Istana Perati. Kediaman orang tua Archie." Sekar Mirah memberikan lauk lagi kepada Serra yang terlihat sangat menyukai ikan bakar dengan saus asam manis itu.

"Aku tidak terlalu mengingat masap laluku, Tante. Aku tidak suka dengan plot ceritanya," ungkap Serra cemberut dan tetap melanjutkan makan.

Sekar Mirah tertawa pelan. "Pelan-pelan, Serra. Tidak ada yang ingin mencuri ikanmu."

Wanita itu menunjukkan gigi serinya. "Maaf, aku terbiasa. Ikanku selalu dicuri oleh kakakku, jadi aku akan cepat menghabiskannya sebelum dia yang ambil."

Sekar Mirah kembali tertawa yang membuatnya merasakan kembali kehangatan dulu ketika Archie dan keluarganya masih baik-baik saja. "Aku ingin kamu terus bersama Archie. Berjanjilah apapun yang terjadi jangan tinggalkan dia, dan jangan menyerah untuk selalu berada disisinya. Maukah kamu berjanji, Serra?"

Serra mengerutkan dahinya, ia tidak mengerti. "Maksudnya, Tante?"

"Archie banyak melewati masa-masa terpuruk, Serra. Dia ditinggalkan, dan dianggap pembawa sial. Bahkan beberapa saudaranya enggan berdekatan dengannya karena takut akan kesialan itu. Saudara yang selalu dekat dengan Archie, ya hanya Prabawa. Pria itu selalu mengekor kemanapun suamimu pergi. Baginya Archie adalah sosok pengayom yang hangat bukan pembawa sial yang menyeramkan."

SERCHIEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin