Destiny (2/end)

79 6 0
                                    

⚠️⚠️⚠️ SAD ENDING ⚠️⚠️⚠️

Silakan komentar apa pun ya tentang cerita ini, berikan aku semangat hehe

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


1 tahun telah berlalu semenjak aku melepaskan Yeji dari pelukanku. Sekarang Yeji mungkin telah menikah dengan pria bernama Yeonjun itu. Sejak saat itu tidak ada kabar apa pun darinya, aku pun tidak berniat mencarinya. Entah bagaimana, pemikiran tentang dia sudah hidup bahagia membuatku malas berhubungan dengannya. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga dalam hubungannya. Tidak, walau pun aku masih sangat mencintainya. Sangat berat melupakan cinta pertama.

"Oppa, untuk apa kita kesini?"tanya gadis yang sekarang ada digenggaman tanganku, Haewon.

"Sebentar saja Haewon. Aku kangen sekolah ini,"ucapku. Aku lalu melepaskan tangan Haewon dan berjalan duluan meninggalkannya. Ah aku lupa mengatakannya. Haewon adalah tunanganku, dia dipilihkan oleh keluargaku dan aku setuju saja karena memang tidak ada gadis lain dalam hidupku. Yeji satu-satunya yang ada dihatiku, dia sudah menjadi milik orang lain.

Aku menatap pintu utama sekolah ini. Disini dulu Yeji sering menungguku dengan kesal karena kegiatan klubku yang memakan waktu lama. Aku hanya perlu menempelkan sekaleng susu hangat kesukaannya dipipinya saat aku menghampiri dia, dia akan memaafkanku jika begitu. Melihat senyum Yeji adalah hal yang paling kusukai. Senyumnya begitu polos, sangat menggambarkan perasaan hatinya. Dia begitu menggemaskan saat masih remaja namun juga begitu cantik setelah dewasa.

Di locker yang berada di pojokan itu aku pernah menyisipkan sebuah surat untuknya agar bertemu denganku di atap sekolah sepulang sekolah untuk menyatakan perasaanku. Aku juga sering memberikan kejutan untuknya dan memasukkannya ke dalam loker itu. Ah yang jelas, locker kami bersebelahan. Setiap pagi bahu kami bersentuhan ketika memasukkan sepatu ke dalam locker.

Di lorong sekolah ini, aku sering berjalan beriringan dengan Yeji. Hari-hari terakhir kami di sekolah, aku memutuskan untuk menggandeng tangannya di sepanjang lorong sampai ke tempat parkiran untuk memperlihatkan bahwa Hwang Yeji adalah milikku. Lalu di kelas ini...aku duduk tepat di belakang Yeji. Tempat duduk kami dipinggir jendela menghadap ke lapangan. Tempat yang sempurna untuk menikmati semilir angin sekaligus menatap tengkuk Yeji yang mempesona bagiku. Ketika suntuk belajar, aku akan memainkan rambutnya dari belakang atau iseng mengirim dia surat yang kutulis di kertas yang kusobek kecil. Terkadang dari belakang aku melukis sosoknya dan dia sangat menyukai lukisanku sampai memamerkannya ke seluruh temannya dan membuatku begitu malu. Seorang guru seni sampai menghampiriku dan mengatakan aku harus ikut serta dalam lomba melukis tapi aku menolak. Bagiku, aku bisa melukis dengan sempurna karena objeknya adalah Yeji.

"Oppa, ini kelas oppa?"tanya Haewon lalu ikut duduk disampingku, di tempat dudukku dulu. Dulu yang duduk disampingku adalah Yeji, ketika kami menyelesaikan festival sekolah, aku menarik tangan Yeji untuk ke kelas ini. Yeji hanya bingung karena tidak ada kejutan, tidak ada apa-apa, aku hanya menginginkan menikmati waktu yang santai dan tenang dengan Yeji disini. Kami menatap ke luar jendela, menatap anak-anak yang masih bersenang-senang ataupun sudah mulai membereskan tenda dan panggung dari atas ini. Tanganku tidak pernah lelah menggenggam tangannya dan kepala Yeji bersandar di bahuku. Saat itulah aku berani melakukan ciuman pertamaku. Dengan posisi seperti itu, aku mencium bibir Yeji selama 15 detik. Bagiku saat itu, 15 detik ciuman kami berlangsung abadi dan selamanya.

Kelas ini menyimpan segudang kenangan dengan Yeji. Kelas ini adalah tempat yang berarti bagiku dan sangat special. Aku sangat bersyukur bisa bertemu Yeji dalam hidupku dan didekatkan olehnya di kelas ini. Setiap hari, hampir setiap saat, Yeji tidak pernah lepas dari pandanganku di sekolah ini. Aku lalu memutuskan untuk meninggalkan kelas itu dan saat melalui lorong di luar sekolah, aku menatap gedung olahraga dan jogging track. Aku ingat saat kami lomba lari marathon berpasangan, aku mungkin adalah seorang pemenang jika hanya tubuhku sendiri yang berlari tanpa orang lain disisiku. Yeji sangat lemah dalam berlari, itu mungkin karena dulu saat masih kecil ia pernah sakit parah pada paru-parunya. Aku tidak menginginkan kemenangan saat itu, aku hanya menikmati Yeji yang berlari disampingku dengan keringatnya yang tidak menghapus kecantikan diwajahnya. Sampai akhirnya dia terduduk kelelahan dan aku tertawa sambil mengacak-acak lembut rambutnya. Aku ingat sekali, handuk kecilku menjadi miliknya setelah aku mengelap keringatnya dengan penuh perhatian.

About Us 1 (2Hwang)Where stories live. Discover now