6. Kebun Apel

11 9 0
                                    

•°•°•


Semalam Bain berhasil menemui Xan dan Xeline meskipun ia harus menunggu beberapa saat. Xan terlalu disibukkan untuk memantau para pekerja di kebun teh miliknya. Sementara Xeline, ia baru saja kembali dari rumah orang tuanya.

Pagi ini Bain berniat untuk kembali mendatangi kediaman Xan Martis guna melihat keadaan Esha.  Saat Bain meninggalkan Esha semalam, gadis itu belum juga siuman. Masih teringat akan ucapan Elmaara yang mengatakan bahwa Esha akan sadar pagi ini.

Pemuda ini segera melangkahkan kaki jenjangnya menuju kediaman Xan Martis. Sayang sekali Bain tidak memiliki kekuatan teleportasi seperti Eithan. Tidak apa. Bain bahkan rela berjalan kaki jauh demi menemui gadis yang membuatnya menjadi tergila-gila.

"Permisi!" teriak Bain sembari mengetuk pintu belakang rumah Esha.

"Tunggu sebentar!" Suara itu sudah pasti milik Xeline.

"Kau datang sepagi ini?" tanya wanita paruh baya itu.

"Iya, Ibu. Bagaimana keadaan Esha, Bu? Dia sudah bangun, kan?"

"Esha? Dia siuman tak lama setelah kau pergi dari sini, Bain. Ah, iya! Ayo masuk! Ayo kita sarapan bersama!" ajak Xeline antusias. Sedangkan Bain yang diajak hanya menampakkan senyuman masamnya.

"Terima kasih, Ibu. Tapi, aku tidak terbiasa sarapan sepagi ini," jawab Bain yang beralasan apa adanya. Sebenarnya ia merasa tidak enak pada Xeline. "Di mana Esha sekarang, Bu?"

Mendengar pertanyaan Bain membuat air muka Xeline yang cerah mendadak berubah. "Dia pergi entah ke mana saat sarapan tadi. Ibu mohon padamu, Bain, saat kau bertemu dengannya nanti, sampaikan padanya jika ibu mencarinya dan suruh dia agar tidak melakukan apapun yang membahayakan nyawanya sendiri."

Kebun apel petani Amen menjadi tempat yang langsung terlintas di otak Bain. Dia tahu persis di mana saja tempat pelarian Esha saat ia mendadak pergi dari rumah tanpa seizin orang tuanya. "Baiklah kalau begitu, Bain pamit, Bu. Bain yakin Esha ada di kebun paman Amen, Esha tak akan pergi terlalu jauh." Pamit Bain seraya mengangguk sopan pada Xeline.

Xeline mengangguk mengiyakan ucapan Bain dan membiarkan pemuda itu pergi menyusul Esha. Setidaknya Xeline sedikit tenang jika Bain bersama putrinya.

°°°

"Permisi!" Teriak Bain saat setelah ia berhasil mengetuk pintu masuk kebun apel. Bain berdiri di depan pintu sembari menunggu seseorang membukakan pintunya.

Seorang pria yang kerap dipanggil Paman Amen itu muncul saat pintu dibuka olehnya." Masuklah! Aku akan pergi ke toko sebentar dan aku akan segera kembali," pamit petani Amen setelah memberikan kunci cadangan milik Esha yang masih menggantung di gembok pintu kepada Bain. Sebenarnya Bain sudah melihatnya sejak tadi, tapi ia biarkan saja.

"Baik, Paman." Bain mengangguk. Pemuda bertubuh jangkung ini kemudian melangkahkan kakinya memasuki kebun apel yang luas ini. Bain berjalan sembari memandangi kunci cadangan kebun ini yang sudah menjadi hak milik Esha.

"El? Sepagi ini?" Saat Bain menegakkan kepalanya, ia menemui seorang Elmaara yang tengah duduk bersama Esha di gubuk yang letaknya tak jauh dari pintu masuk kebun ini. Bain memicingkan matanya yang sudah sipit itu. Ini bukan waktu yang tepat bagi seorang gadis seperti Elmaara untuk berkeliaran di kebun apel sepagi ini.

Yang ditatap pun merasa tak terima. "Apa salahnya? Aku hanya ingin bertemu dengan Xiela, aku bosan di rumah. Lagipula aku juga memiliki kepentingan yang sangat-sangat penting untuk ditanyakan pada petani Amen," jelas Elmaara panjang lebar.

Kening Bain berkerut, ia tak percaya dengan ucapan Elmaara. Apa katanya? Bosan? Asal kalian tahu Elmaara ini seorang gadis yang kehidupannya sangat teratur. Elmaara tidak akan menyia-nyiakan waktunya hanya untuk hal yang menurutnya tidak berguna.

"Ada perlu apa? Sepenting itu, kah?" Bain menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan Elmaara tadi. Dari sudut mata Bain melihat Esha sedang menikmati secangkir minuman yang dapat ia tebak minuman itu adalah teh beraroma apel buatan petani Amen.

"Kau tidak perlu tahu, Bain. Ini masalah besar, kau tak akan kuat mendengarkannya," Elmaara terkekeh sendiri dengan candaannya yang menurut Bain sama sekali tidak lucu.

Bain hanya menggeleng pelan, atensinya kini berpindah pada gadis yang duduk di samping Elmaara. "Kau, Esha? Kau membuat ibu mencarimu, beliau memerintahkanku untuk menyampaikan pesannya agar kau tidak pulang terlambat, dan jangan pernah melakukan apapun yang membuat nyawamu terancam."

"Aku tidak peduli dengan itu, aku ingin menikmati hariku di sini, hanya itu." Esha bahkan menjawabnya tanpa menghadap sang empu yang mengajaknya berbicara.

Bain mengerti. Sorot mata seseorang tak pernah bisa berbohong. "Kau bisa menceritakannya padaku, apa yang sedang terjadi, Xiela?" tanya Elmaara yang mulai khawatir dengan perubahan sikap Esha.

"Aku tak ingin membuat beban kalian bertambah banyak, aku tidak apa-apa." Lagi-lagi Bain dapat menemukan Esha yang berbohong saat ia mengaku dirinya tak apa-apa.

Begitu pula dengan Elmaara yang sepertinya tersadar akan perubahan sikap Esha yang membuatnya mengalah untuk tidak memaksa Esha agar bercerita padanya. "Baiklah, aku akan menunggumu sampai siap untuk menceritakannya padaku,"

"Tapi, Esha, apa yang telah kau lakukan sampai membuat ibumu khawatir seperti itu?" kini giliran Bain yang masih berusaha beranikan dirinya untuk bertanya lebih pada Esha. Namun, pertanyaannya itu ternyata membawa petaka sendiri untuknya.

"SUDAH KUBILANG AKU HANYA INGIN DATANG KEMARI!" Sentak Esha yang kini sudah berhadapan dengan Bain. Gadis itu bahkan mencekik leher Bain dan membuat si korban terkejut bukan main atas perlakuannya.

Tenang saja, Bain tidak akan melawan Esha. Niatnya hendak duduk itu pun ia batalkan. Bain tahu jika dirinya melawan, maka Esha bisa saja akan menghabisinya di tempat ini dan detik ini juga.

Bain terus melakukan kontak mata dengan Esha. Terlihat dari sorot mata tajam Esha, gadis ini masih berusaha mempertahankan kesadarannya. Bain merasakan seperti ada dua energi yang berlawanan dalam diri Esha. Namun, ia tidak tahu apa itu.

Cekikan di leher Bain perlahan mengendur. Bain yakin kini Esha telah sadar. Buktinya, gadis itu seketika memutuskan kontak mata dengan Bain sepihak. Kemudian, gadis itu tertunduk dalam. Elmaara yang melihatnya hanya terdiam, dia tidak tahu harus berbuat apa.

Beberapa detik setelahnya, Esha bergegas mengambil gunting khusus untuk memetik apel yang terletak di sebelah Elmaara. "Aku harus menyelesaikan pekerjaanku," ucap Esha sebelum berlalu meninggalkan Elmaara dan Bain yang masih terkejut dengan perilaku Esha.

Apa yang membuat Xiela berubah seperti itu? batin Bain sembari menatap punggung Esha yang mulai menghilang dari pandangannya.




°•°•°

Iovis Ebshaara✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now