11. Esha Siuman

10 8 0
                                    

•°•°•

Bain berjalan tak tentu arah. Di satu sisi ia begitu ingin menemani Esha saat pelaksanaan ritualnya. Di sisi lain Bain takut jika dirinya semakin memperkeruh suasana di sana. Ia takut terjadi hal yang malah mencelakai Esha.


Sembari berjalan, otaknya kembali memutar awal mula ia bertemu dengan Esha yaitu sekitar enam tahun yang lalu. Pertama kali Bain menjumpai Esha adalah saat ia dan ayahnya pergi menemui petani Amen. Kebetulan saat itu Esha juga sedang berada di kebun apel petani Amen. Gadis kecil itu tengah duduk di samping pohon apel yang rendah sembari menikmati buahnya.

Hingga akhirnya mereka bersahabat. Terus bersama sampai tumbuh benih-benih asmara di hati Bain. Nyatanya, semakin mereka dewasa, takdir sepertinya tidak mengizinkan mereka bersatu. Ketentuan yang membuat Bain harus menjauhi Esha itu membuatnya menjadi gila.

Bayangkan saja, memangnya seseorang bisa memilih untuk lahir di hari yang kita inginkan? Khususnya bagi mereka yang lahir di hari Jumat tidak boleh dipertemukan dengan siapapun atau sepenting apa pun orang itu yang lahir di hari Kamis. Lalu, takdir Bain kali ini mempertemukan seseorang yang menumbuhkan cinta di hatinya, tapi ketentuan itu menghalanginya.

"Apa aku harus kembali ke rumah Esha? Tapi, tidak-tidak! Aku harus menemui ayahku lebih dulu," pertanyaan yang terlontar dari mulutnya itu dijawab sendiri oleh Bain.

"Tapi, kalau aku pulang untuk menemui ayah, kemudian kembali ke rumah Esha, itu akan membuang-buang waktu dan energiku." Bain memutarbalikkan tubuhnya, ia memutuskan untuk kembali ke kediaman Xan Martis. Tentunya ia akan mengatakan sebuah kebohongan lagi jika ia ditanya oleh siapapun yang dijumpainya di sana nanti.

"Bain!" teriakkan seorang pria yang cukup jauh di belakangnya itu membuatnya menoleh berhenti di tempat.

"Kau tidak menemani Esha? Kau berbohong padaku, Bain? Hendak pergi ke mana kau, Bain?" cerocos pria itu sembari mendekat pada Bain.

"Itu bukan urusanmu, Ayah. Jangan sok peduli dengan Esha seperti itu. Jika saja Esha tidak terlahir di hari Kamis, sudah pasti aku akan menemaninya di ritual pemindahan kekuatan itu, Ayah! Dia Iovis, Ayah, Xiela Iovis Ebshara! Bukankah kau sudah tahu lebih dulu saat aku berbohong padamu perihal itu?" Siapa sangka Bain mendadak sensitif seperti ini?

"Hei, Tuan Bain! Kenapa kau marah seperti itu? Aku tidak mengungkit masalah itu, aku hanya bertanya kepadamu, Bain! Aku tau kau mencintainya, karena itu kau berbohong padaku, iya, kan? Katakan saja!" sanggah Shao. "Aku tidak akan memarahimu soal itu tapi, jika ada sesuatu di antara kalian berdua, aku tidak akan ikut campur sedikit pun dalam masalah itu."

"Apa pun itu aku tidak peduli dengan kata-katamu, Ayah. Bagus jika kau tidak akan turun tangan dalam masalahku. Dan ingat! Jika sampai kau kehilangan diriku suatu saat nanti, kumohon jangan sampai kau menangisi kepergianku." Kata-kata Bain justru membuat Shao terkekeh. Dia tidak tahu apa isi hati Bain yang sebenarnya, putranya benar-benar labil.

"Baiklah kalau begitu. Selamat berjuang, Shao Bain Veneris," ucap Shao sebelum melenggang pergi begitu saja.

"Kau ..." desis Bain yang kemudian menyerang Shao tanpa aba-aba. Namun, serangannya masih bisa terbaca oleh Shao yang sudah pasti kemampuannya lebih tinggi dibanding putranya.

"Kekuatanmu tidak sebanding dengan kekuatanku, Tuan Bain." Shao berbalik menatap Bain yang pergerakannya terkunci olehnya. "Satu pesanku, jangan pernah gegabah kalau kau tak ingin menyesal. Dan, ya, aku tidak akan datang ke pemakamanmu jika saja kau tewas di tangan gadis yang kau impikan itu."

°°°

Dari pendopo Baik melihat Eizhar yang tampak berulang kali memastikan siapa yang ia lihat. "Bain?" Pemuda itu pun berjalan ke arah pendopo.

"Bagaimana dengan Esha? Apa ritualnya sudah selesai? Di mana dia sekarang?" Saat sampai di depan pendopo, Si Kembar langsung disemprot pertanyaan olehnya. Setelah ditinggal pergi oleh Shao, Bain memutuskan untuk kembali ke kediaman Xan Martis.

"Kau sudah menyelesaikan urusanmu?" kini malah Eithan yang balik bertanya kepada pemuda itu.

"Aku tidak jadi menemani ayah, mendadak ayahku mendapat urusan penting lainnya. Untuk itu aku kembali ke sini." Satu kebohongan berhasil lolos dari bibir Bain. Entah sampai kapan ia harus berbohong untuk menyelamatkan dirinya. Dan

"Lalu, kenapa kau tidak menyusul kami?"

"Aku tidak sepertimu, Eithan. Aku tidak mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat dalam waktu yang singkat," jawaban Bain mampu membuat Si Kembar tersenyum tanpa dosa.

"Tenang saja, Esha baik-baik saja. Hampir seluruh kekuatan ibunya ditransfer ke tubuh Xiela, ibu Xeline hanya menyisakan seperempat kekuatan dalam dirinya," jelas Eizhar memberitahu sahabatnya itu. "Kemungkinannya Xiela akan siuman besok pagi setelah tubuhnya benar-benar mampu menyerap kekuatan besar itu hingga membuatnya sadarkan diri."

"Terima kasih telah menjaga Esha dengan baik. Aku menyesal tidak bisa menemaninya saat ritual tadi. Kalau begitu, kalian berdua tidur saja di dalam. Biar malam ini aku yang akan berjaga di luar,"

"Kami tidak mengantuk, Bain. Kami juga sudah berniat untuk tidak tidur malam ini." Hendak menyangkal pun Bain tak mampu jika keputusan Si Kembar sudah bulat.

Entah kenapa akhir-akhir ini waktu terasa begitu cepat berjalan. Pagi berganti siang, menuju sore, kemudian malam, berikut disambut oleh hangatnya mentari pagi.

Seperti saat ini di mana sang fajar mulai menampakkan dirinya. Warna merah yang membuatnya nampak gagah itu perlahan menjadi jingga berakhir menguning memancarkan segenap kehangatannya.

Bain masih setia terduduk di teras pendopo sembari terus menatap pintu belakang kediaman Xan Martis. Ia berharap Elmaara segera keluar membawa kabar baik mengenai keadaan Esha.

Tak berselang lama, gadis berambut biru gelap yang dinanti-nanti kedatangannya oleh Bain itu muncul dari balik pintu belakang. Namun, Elmaara justru terkejut mendapati keberadaan Bain di sana.

"Bain?" tanya Elmaara bingung saat melihat Bain sudah bersama Eithan dan Eizhar di teras pendopo belakang. "Sejak kapan kau ada di sini? Penantianmu tak sia-sia, Bain. Xiela baru saja siuman, dia mencari kalian."

"Esha sudah bangun? Kau yakin, El?!" Netra Bain berbinar. Pemuda itu langsung berdiri dan bergegas untuk menemui sahabatnya sekaligus seorang gadis yang berhasil menabur cinta di hatinya itu. Bain sudah tak sabar lagi.

"Apa ibu Xeline sudah mengetahuinya? Jika belum, aku akan memberitahunya. Kalian bisa menemui Xiela lebih dulu, aku akan menyusul kalian nanti," ucap Eithan yang idenya diangguki oleh Elmaara dan adiknya—Eizhar. Mereka segera masuk melalui pintu belakang untuk menyusul Bain.

Kejadian tak disangka membuat Eithan dan Elmaara menganga begitu saja. Pemandangan di hadapan mereka membuat keduanya reflek membatalkan langkah kakinya untuk memasuki kamar Esha. "Kurasa kita memerlukan bantuan paman Eiden, El!" bisik Eizhar  pada Elmaara.







°•°•°

Iovis Ebshaara✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now