9. Kedatangan Tamu

12 9 0
                                    

•°•°•





Tak terasa sudah tiga hari lamanya Esha belum kunjung sadar dari pingsannya. Bain masih setia menunggu sahabatnya itu siuman dan ia berharap, dirinyalah yang pertama kali mengetahui jika Esha sudah sadar.

Bain sempat berpikir bahwa Xeon dan dirinya sangat berpengaruh pada Esha. Bain lupa, Xeon adalah pemuda yang lahir di hari Jumat, sama sepertinya. Sementara Esha sendiri harus melawan dua Veneris sekaligus yaitu Bain dan Xeon. Bodohnya Bain baru menyadari hal itu.

"Hei! Bangun, bodoh! Sampai kapan kau terus memejamkan matamu seperti itu, Esha?" ucap Bain sembari menepuk pelan pipi Esha

Bain memutuskan untuk menginap di kediaman Xan Martis sudah tiga hari lamanya. Sementara Si Kembar dan Elmaara, mereka akan mengunjungi Esha setelah menyelesaikan urusannya dengan petani Amen. Keempat remaja ini juga tetap menyisakan waktunya untuk berlatih bersama di halaman depan kediaman Xan Martis.

"Bain, apa Xiela masih belum juga menampakkan tanda-tanda akan siuman?" tanya Xeline yang muncul di samping Bain.

Bain yang sedikit terkejut dengan kedatangan Xeline pun hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Seharusnya Xeline tau, Esha bahkan masih terbaring tak berdaya di atas ranjangnya. Apel-apel di halaman belakang kediaman Xan Martis yang masih setia berbuah lebat itu pun masih utuh di pohonnya. Tak ada yang memetiknya selama Esha masih belum sadar dari pingsannya.

Kemarin, Xeon telah kembali ke kotanya untuk melanjutkan kesibukannya sehari-hari. Bain tahu, bagi Xeon pasti sangat berat untuk meninggalkan Esha yang mendadak jatuh pingsan dalam pelukannya hingga tak sadarkan diri sampai saat ini .Namun, berkat bujukan Emaara, Xeon kembali ke kotanya sebelum ia kehilangan pekerjaannya.

'Aku, Bain, Eithan dan Eizhar akan menjaga Xiela baik-baik, Xeon. Aku akan segera mengunjungimu jika Xiela telah sadar nanti.' Begitu kata Elmaara kala itu.

Xeline tersenyum sendu saat netranya menyapu halus wajah putrinya yang masih tak sadarkan diri itu. Begitu beruntung dirinya melahirkan seorang putri yang kini tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, tangguh dan juga pemberani.

Bain tersenyum kecut kala melihat Xeline yang tersenyum saat menatap putrinya. Xeline tidak tahu kalau putrinya itu menjadi keturunan Iovis terakhir. Jika Xeline saja tak tahu, apa lagi Xan Martis?

"Ritual akan dilaksanakan Kamis malam nanti, Bain. Kuharap kau bisa ikut bersama kami untuk menjaga Xiela di sana." Pinta Xeline pada Bain terang-terangan.

"Aku tidak bisa berjanji untuk hal itu, Ibu. Kebetulan Kamis malam nanti aku juga harus pergi menemani ayahku. Maafkan aku, Ibu." Bain menunduk seolah takut menatap raut kecewa di wajah Xeline. Sejak tadi Bain juga gelisah menunggu pertanyaan itu hingga akhirnya Bain menemukan alasan yang tepat dengan mengkambing hitamkan ayahnya.

"Baiklah kalau begitu, aku memakluminya dan kau tidak perlu meminta maaf, Bain. Masih ada Elmaara dan Si Kembar yang nantinya bisa menjaga Xiela saat ritual itu dilaksanakan."

Setelah mengatakan hal itu, Xeline bergegas melangkah keluar dari ruang peristirahatan Esha. Bain mengangkat kepalanya menatap kepergian Xeline sembari menghela napas pelan. Ditatapnya gadis yang selama ini selalu bersamanya setiap saat yang bahkan membuat Baik jatuh cinta kepadanya. Bain merasa iba saat mengetahui beban yang harus ditanggung Esha.

Selain ditakdirkan menjadi keturunan Iovis terakhir, Esha juga berada di antara dua pilihan yaitu mengalah demi ibunya, atau membiarkan ibunya yang mengalah untuknya.

"Permisi!"

"Masuklah!" jawab Bain yang sudah tak asing dengan suara itu. Rupanya Elmaara datang bersama Eithan dan Eizhar. Di tangan Elmaara terdapat sekeranjang apel merah.

"Bukankah ini masih terlalu pagi? Apakah kalian sudah selesai?" tanya Bain saat melihat kedatangan kedatangan kawan-kawannya sepagi ini.

"Tentu saja sudah. Hari ini Paman Amen tidak memasarkan apel terlalu banyak. Jadi, semalam kami hanya memetik tidak lebih dari tiga pohon perorangan," jawab Eizhar antusias.

"Apa paman Amen mengatakan sesuatu?"

"Tidak," jawab ketiganya bersamaan. Atensi para remaja ini beralih pada Esha yang masih terbaring lemah di atas ranjangnya.

"Aku masih heran, hanya karena pertemuannya dengan Xeon di hari Jumat kemarin itu bisa membuat Xiela tak sadarkan diri selama ini," Eizhar kembali bersuara.

"Kau lupa? Veneris dan Iovis tidak boleh bertemu satu sama lain di hari itu dan Xeon memiliki nama itu," jelas Eithan.

"Yang aku tahu bahwa pertemuan seperti itu tidak membuat salah satunya pingsan lebih dari satu hari,"

"Sudahlah, kita hanya perlu berdoa supaya Xiela segera bangun dan berkumpul juga berlatih bersama kita lagi," lerai Elmaara.

"Diam! Aku mendengar suara langkah kuda mendekati pekarangan rumah ini." Ketiganya reflek menoleh pada Bain yang baru saja mengatakan hal itu. Derap langkah kuda terdengar semakin mendekat. Tampaknya ada rombongan orang berkuda yang hendak datang ke kediaman Xan Martis.

Bain, Eithan, dan Elmaara bergegas untuk melihat apa yang terjadi sampai terdengar suara Xeline yang beradu mulut dengan seseorang. Sementara Eizhar menetap di ruangan Esha untuk menjaga gadis itu.

"Xiela sudah tidak sadarkan diri sejak tiga hari yang lalu. Dan aku sudah membatalkan ritual itu. Kurasa kalian puas dengan jawabanku kali ini! Jadi, pergi sekarang sebelum kawan-kawan Xiela menggusur kalian!" oceh Xeline.

"Persetan dengan bocah-bocah ingusan itu! Ucapanmu tidak membuat kami yakin dengan alibimu itu!" Rombongan orang-orang berkuda itu mencoba menerobos masuk. Terlihat Xeline yang menghela napasnya jengah. Bain heran, masih saja ada orang seperti mereka yang suka mengganggu ketenangan dengan ikut campur para urusan orang lain.

"BERHENTI DI SANA DAN JANGAN COBA-COBA MEMACU KUDA KALIAN UNTUK MASUK!" teriak Elmaara dari ambang pintu masuk kediaman Xan Martis setelah melihat apa yang dilakukan rombongan berkuda itu.

Seketika gadis itu menghilang tanpa jejak. Seketika itu pula tiga remaja muncul di hadapan para rombongan berkuda yang sudah memasuki halaman belakang. Ketiga remaja itu menatap nyalang kepada para rombongan berkuda.

"Tidaklah sopan jika ada seseorang yang membiarkan dirinya tetap duduk di atas kuda saat berbincang dengan lawan bicaranya," sindir Elmaara sembari menyugar rambut biru gelapnya.

"Hei, Bocah-bocah! Menyingkirlah kalian, kami tidak memiliki urusan dengan kalian!" bentak salah satu dari rombongan itu.

"Tunggu sebentar, apa masalahmu hingga kau membawa rombongan seperti itu?" Elmaara melongokkan kepalanya untuk melihat berapa banyak orang yang datang kali ini.

"Tunjukkan di mana gadis itu! Kami harus segera membawanya agar dia tidak menimbulkan bencana di kota ini!"

"Justru kalianlah pembuat onar di kota ini. Kalian yang seharusnya dimusnahkan agar tidak semena-mena mendatangi kediaman seseorang tanpa izin!" Di tangan Elmaara sudah muncul pedang miliknya, diikuti oleh Bain dan Eithan di belakangnya.

"Kalian terlalu berisik, tidak ramah hingga membuat istirahat seseorang terusik!" imbuh Bain yang sedari tadi diam.

Kemudian, secara bersamaan, tiga remaja ini melepaskan sarung pedang mereka. Ketiganya sudah geram, ingin segera menggusur rombongan berkuda itu keluar dari halaman belakang. Jika saja terjadi perkelahian antara mereka bertiga dengan rombongan berkuda itu hingga terjatuhnya lawan sebagai korban hanya akan mengotori tempat ini.





°•°•°

Iovis Ebshaara✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now