12. Tiga Harimau Putih

11 8 0
                                    

•°•°•

Elmaara berlarian mencari di mana Eithan berada. Ia harus segera menemukanya. "Eithan!"

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Eithan yang heran melihat wajah panik Elmaara.

"Simpan dulu pertanyaanmu, sekarang kita harus menemui paman Eiden. Cepat, Eithan!"

Timbul kerutan di dahi Eithan. Tapi, jika sudah menyangkut Eiden, ia yakin ada sesuatu yang berkaitan dengan Esha. Maka dari itu, Eithan langsung saja mengaktifkan teleportasi-nya untuk pergi menemui Eiden. Semoga saja pria itu tidak sedang berkeliaran di luar.

"Paman! Paman Eiden kumohon cepat buka pintunya, Paman!" teriak Elmaara sembari mengetuk pintu rumah Eiden brutal.

"Apa yang membuatmu panik seperti itu?" Ungkapan Eiden sama dengan Eithan tadi, pria ini bingung dengan tingkah Elmaara.

"Tiga harimau putih yang datangnya entah dari mana itu ada di kamar Xiela. Bain dalam posisi darurat, Xiela mendadak kembali menyerang Bain setelah ia tersadar dari pingsannya, Paman."

"Harimau katamu? Ayo cepat, Eithan!" Sedangkan Eithan yang menyimak sedari tadi pun hanya bisa menganggukkan kepalanya. Asap putih kembali mengepul, tanda Eithan berhasil mengaktifkan teleportasi-nya.

Sesampainya di kediaman Xan Martis, ketiganya terkejut melihat apa yang terjadi di halaman belakang. Kondisi Bain terlihat cukup mengenaskan, ia terikat sulur hijau yang menggantung hingga membuat kakinya tak lagi menapak di tanah. Sedangkan Eizhar masih berusaha melepaskan diri dari tiga harimau putih yang mencengkram tubuhnya.

"Xiela apa yang kau lakukan?!" Kepanikan Eithan semakin tinggi. Kini ia telah mendapatkan jawaban dari rasa penasaran yang menghantuinya sejak tadi.

"Jangan mendekat, Eithan!" jerit Eizhar yang mencoba menghentikan saudara kembarnya itu.

Hal itu membuat langkah Eithan terhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan jawaban dari Eiden. Untuk saat ini, Eiden membiarkan Elmaara dan Eithan yang tadi datang menemuinya itu untuk segera menyelamatkan sahabatnya.

"Kumohon sadarlah, Xiela!" ucap Elmaara yang perlahan mendekat ke arah Esha yang masih berdiri tak jauh dari pintu belakang. Tangan kanannya menggenggam erat pedang pemberian Bain.

Tiga harimau putih itu menggeram pelan seolah tak setuju dengan perlakuan Elmaara yang menandakan hendak melakukan sebuah perlawanan. "Jangan mendekat atau kutebas kepalamu sekarang juga, Elmaara."

Sontak ucapan Esha membuat Elmaara juga menghentikan langkahnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Esha? Sungguh Eizhar ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya. Pasalnya, dari awal kedatangan Eiden, Eithan, dan Elmaara, ketiganya sama sekali tak menghiraukannya. Bahkan kakaknya pun sama.

Atensi mereka kini beralih pada Esha yang berjalan mendekat ke arah di mana Bain terlilit oleh sulur hijau yang entah datangnya dari mana. "Sangat disayangkan jika aku harus mengotori pedangku dengan darah gelapmu itu," gumam Esha yang semakin dekat pada Bain.

Ucapan Esha semakin melantur. Hal itu membuat siapa pun yang ada di sini bingung hendak melakukan apa. Namun, netra Elmaara diam-diam terus mengawasi pergerakan Esha. Hingga ia melihat jemari tangan kanan Esha yang mulai mengepal. Bersamaan dengan itu, sulur hijau itu juga seolah mengikuti pergerakan tangan Esha. Apakah sulur hijau itu berada dalam kendali Esha?

"XIELA!" teriak seorang wanita dari arah pintu belakang. Yang dipanggil namanya itu bahkan sama sekali tidak berkutik. Sekedar menolehkan kepalanya pun tidak. "EIDEN KENAPA KAU DIAM SAJA?!"

Eiden yang diteriaki oleh Xeline itu hanya melirik sekilas pada wanita itu. Selanjutnya ia masih berdiam diri menatap kelanjutan dari aksi Esha. Tunggu sebentar, lalu kau akan mengetahuinya, Nyonya Iovis, batin Bain.

"Aku tidak mengizinkan seseorang berteriak di hadapanku, Ibu. Ada apa? Kau ketakutan?" sindir Esha dengan nada bicaranya yang terkesan dingin itu. "Ah, aku melupakan sesuatu. Terima kasih atas pilihanmu untuk menyerahkan diri demi putrimu ini, Ibu."

Sungguh Bain tak tahu apa maksud Esha melakukan ini. Dari mana ia mendapatkan kekuatan seperti itu? Dari mana pula tiga harimau putih itu datang? Seingatnya, Esha tidak pernah berurusan dengan sekawanan kucing besar itu. Apa ini menjadi salah satu bagian dari pemindahan kekuatan itu?

Dua harimau putih yang semula mencengkeram erat tubuh Eizhar, kini berlalu meninggalkan sang korban. Harimau putih itu justru berlari ke arah Xeline dan Eiden yang sepertinya mereka hendak mengajak keduanya untuk adu kekuatan. Begitu pula dengan Elmaara dan Eithan yang kini sudah bernasib sama seperti Bain.

Tampak Esha yang berdiri menghadap Bain itu menyunggingkan senyum misteriusnya. "Kau tidak akan bisa terlepas dariku, Bain."

"Esha kumohon sadarlah, Esha!" teriak Bain yang masih berusaha untuk terlepas dari sulur hijau yang semakin lama lilitannya semakin kencang.

"Aku akan melepaskanmu setelah kau mengatakan siapa dirimu yang sebenarnya, Bain,"

"Apa maksudmu, Xiela? Sudahlah, cepat lepaskan kami! Kami semua sahabatmu kalau kau lupa, Xiela!" teriak Elmaara yang mencoba untuk mengembalikan kesadaran Esha.

"Sahabat? Ikatan yang cukup indah. Tapi, apa pantas jika seorang sahabat berniat untuk menghancurkan sahabatnya sendiri?" Esha berbalik tanya.

"XIELA!" teriak Si Kembar dan Elmaara bersamaan saat melihat kembali jatuh pingsan. Saat Esha kembali kehilangan kesadarannya itu, sulur hijau dan tiga harimau putih juga ikut lenyap tanpa bekas. Beruntung Eiden sigap menangkap tubuh Esha.

"Apa lagi ini, Paman?" tanya Bain yang rupanya sudah berada di hadapan Eiden. Sementara yang ditanya justru diam seribu bahasa tanpa niat membahas apa pun di tempat ini.

"Aku yakin harimau putih itu tidak datang dari sini dan itu bukan harimau biasa." Tiba-tiba Eiden menyimpulkan pandangannya.

"Apakah ada hubungannya dengan ritual kemarin, Paman?" tanya Elmaara penasaran.

Eiden tak menjawabnya, ia hanya menggelengkan kepalanya lemah. "Beri waktu Xiela untuk beristirahat dan memulihkan kondisinya. Ini terlalu awal bagi Xiela untuk menerima kekuatan sebesar itu," katanya sembari membawa Esha masuk ke ruangannya melalui pintu belakang kediaman Xan Martis.

Xeline tak bereaksi apapun atas ucapan Eiden. Hatinya sakit saat melihat putrinya harus menerima kenyataan yang cukup sulit untuk diterimanya. Terlebih usia Esha yang terbilang terlalu muda untuk menerima sebagian besar kekuatannya.

Sama seperti Bain yang kini terus memandangi wajah Esha yang kembali tak sadarkan diri. Ia berasumsi bahwa dirinya juga membawa satu masalah besar yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan Esha. Maafkan aku, Esha, batin Bain yang rasanya ingin mengamuk sekarang juga.

"Ibu, Bain harus pergi pagi ini. Semalam ayah berpesan padaku kalau Bain harus menemaninya untuk pergi menemui rekannya pagi ini," pamit Bain mendadak. Bain tidak peduli jika alasannya terlalu klasik atau apa pun itu. Bain rasa ia harus menemui seseorang. Tentu saja Bain harus berbohong pada mereka semua yang ada di ruangan ini.

Xeline hanya mengangguk sebagai jawaban atas izin Bain. Pemuda itu pun segera pergi bergegas keluar dari kediaman Xan Martis. Ia harus segera menemui orang itu secepatnya.

°•°•°

Iovis Ebshaara✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now