Nightmare ⚠️

3.6K 258 31
                                    

Haechan pagi ini kembali bekerja di minimart, shift paginya. Namun raut wajah Haechan Nampak murung dan tidak bersemangat. Benaknya dipenuhi dengan berita tadi pagi yang dia dengar, tapi Haechan yakin sekali bukan pria yang disorot diberita pembunuhnya. Tidak tahu mengapa, hanya saja rasanya Haechan tahu. Style yang mirip namun postur tubuhnya berbeda, postur tubuh si pembunuh itu agak sedikit mirip dengan Jeno, kekasihnya. Terlihat jangkung walaupun dari kejauhan dan tubuhnya tegap.

Klining

Haechan mengeluarkan sebuah kartu nama yang sejak tadi ada di saku celananya. Memutar-mutar kartu nama tersebut dan menghembuskan nafas.

"Apa aku harus menghubunginya?"

Sebuah suara yang menginterupsi lamunan Haechan membuat Haechan berjengit kaget.

"Menghubungi siapa, Haechan?"

"Oh, astaga Mark! Kau datang tanpa suara seperti hantu.. ya ampun aku kaget sekali." Haechan mengusap dadanya perlahan, sedangkan tangan kanannya dengan cepat menyembunyikan kartu nama yang tadi dipegangnya.

"Kupikir melamun di saat bekerja itu kurang baik, Haechan... karena jelas aku datang melalui pintu masuk dan itu berbunyi saat pintunya terbuka, tapi kau tidak mengucapkan salam seperti kemarin ini... banyak pikiran?"

Haechan terkesiap, sedalam itukah Haechan melamun hingga bunyi bel pintu masuk yang terbuka tidak terdengar oleh telinganya? Dengan cepat Haechan membungkuk dan meminta maaf pada Mark, bagaimanapun saat ini Mark adalah pelanggannya.

"That's okay.. Nah, aku ingin membayar ini semua.."

Mata Haechan mengerjap lucu saaat melihat belanjaan Mark pagi ini sama persis dengan apa yang dibeli Mark kemarin. Dalam hati Haechan merutuk, jika memang tidak kaya kenapa sih harus membeli ponsel yang harganya selangit? Tapi biarlah, Haechan juga tidka terlalu ingin tahu.

"Haechan, ambil saja kembaliannya, anggap sebagai tip dariku agar kau tidak melamun lagi. Aku pergi dulu, dah.."

"E-eh, Mark.. tunggu.. tapi ini..." Haechan berusaha mencegah Mark yang pergi begitu saja setelah membayar belanjaannya yang tidak seberapa dengan jumlah uang yang lumayan.

"... terlalu banyak." Haechan menatap uang kembalian yang seharusnya diterima oleh Mark, namun malah Mark berikan padanya sebagai tip, ayolah kasir minimart tidak menerima tip seperti pelayan restoran mewah. Tapi sudah, tidak apa. Haechan akan menganggap ini sebagai berkat.

Saat tangan Haechan memasukkan uang tersebut ke saku celana, jemarinya kembali menyentuh kartu nama petugas polisi yang taadi dilihat oleh Haechan. Akhir-akhir ini Haechan menjadi sedikit parno, takut untuk tidur dan memejamkann mata. Karena beberapa hal yang terjadi padanya belakangan ini agaknya sedikit tidak masuk akal. Haechan memutuskan untuk mengambil ponselnya dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama bertuliskan Nakamoto Yuta dengan lambang kepolisian kota Seoul di tengahnya.

"Ha-halo.. ah maaf saya Haechan.. umm, anda memberikan saya kartu nama di lokasi pembunuhan beberapa waktu lalu...Ya, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan padamu.. bertemu kurasa.. oh baiklah, besok sore? Aku bekerja di café Moonlight.. eung, iya di situ saja, kupikir aku tidak akan terlalu lama.. baik. Terimakasih..."

Haechan menutup teleponnya, jemarinya sedikit gemetar. Dirinya baru saja berbicang dengan seorang petugas polisi! Adrenalinnya terasa berbeda. Tapi Haechan merasa ini adalah langkah yang tepat. Sudah saatnya Haechan jujur dan meminta sedikit saja perlindungan hukum dari pemerintah untuk saksi mata. Haechan memegangi rahangnya, masih terasa pegal dan sakit. Jika semua hanya mimpi, tapi kenapa Haechan dapat merasakan sakitnya?


---


Haechan melangkahkan kakinya sedikit tergesa dari café tempatnya bekerja shift sore. Langit terasa lebih gelap dari biasanya, angin bertiup menghantarkan cuaca dingin dan sejuk namun menusuk kulit. Haechan ingin segera sampai di apartemennya dan memasak ramen panas. Cuaca dingin paling tepat memakan panas berkuah dengan gochujang yang akan menghangatkan tubuh.

WITNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang