Guilty

1.5K 170 47
                                    

Haechan bermalam di dalam jeruji besi yang ada di kantor polisi, ruangan kecil dengan sebuah tempat tidur bermatras keras dan kain kasar sebagai alasnya. Haechan masih harus menjalani pemeriksaan BAP keesokan harinya, lengannya berdenyut-denyut karena luka yang hanya dibalut kain kasa sebagai pertolongan pertama di kantor polisi tersebut.

Haechan meremat lengannya, tepat di bagian yang terluka. Meringis pelan sambil memejamkan mata, otaknya berputar mengingat sebuah ruangan bernuasa merah dengan salah satu sisi dinding yang dipenuhi foto-foto dirinya. Haechan tersenyum keenakan karena gelenyar nyeri yang didapati dari luka di tangan serta memorinya ketika Mark mencambuk hingga menggoreskan cutter di kulitnya yang dulu mulus.

"Engghhh..."

Haechan melenguh dalam tidurnya, meringkuk karena merasa kedinginan. Tidak ada selimut yang bisa dipakai untuk meredam rasa dingin menusuk di tubuhnya. Mengigau memanggil nama Mark dan Jeno secara bergantian. Haechan gelisah dalam tidurnya, tampak terganggu entah oleh apa, namun Haechan tiba-tiba menangis dan merintih dalam tidurnya.

"Hhhh, to—tolong... aku... percayalah pa—daku.. sungguh... Hhhhhhh..."

Haechan tidak membuka matanya, tetap terpejam dan tubuhnya mulai menggigil. Nyeri di bekas jahitannya mulai terasa kembali karena Haechan tidak meminum obatnya, tertinggal di rumah dokter Jeon tentu saja. Dalam resah tidurnya, Haechan menyunggingkan senyum beralih menjadi tawa dibalik tangisnya.

"Mas—ter.. aku menurut... aku.. baik, kau tidak akan meng—hukumku bukan? Beri aku hadiah... Master... kkkk"

Ritme tidur Haechan memang sekacau itu. Sejak sebagian diri dan akal sehatnya mulai melenceng untuk tidak lagi melawan Mark dan Jeno, berubah menjadi penurut yang awalnya diperintahkan oleh akal sehatnya sebagai bentuk perlindungan diri.. namun berbalik menyerang kejiwaan Haechan yang mulai tercemari segala kegilaan dari Mark dan Jeno.

Yuta dan Taeil serta Lucas berdiri tepat di pintu jeruji besi tersebut, memandangi tubuh mungil Haechan yang meringkuk seperti kucing. Begitu sampai di Jeju, Yuta dan Lucas langung menuju ke kantor polisi. Ingin segera mempertanyakan kebenaran yang didengarnya dari Jake bahwa Haechan adalah tersangka pelaku pembunuhan dokter Jeon, namun sayangnya Haechan sedang tertidur padahal hari belum terlalu larut.

"Yuta, Haechan itu... dia tidak lagi mempercayai kepolisian.."

Taeil menceritakan percakapannya dengan Haechan pada Yuta, Yuta hanya mengangguk pasrah karena menyadari bahwa kesalahannya dulu memang berdampak sangat fatal pada seseorang seperti Haechan. Bayangkan saja betapa takutnya Haechan saat itu, namun tidak ada yang mempercayainya, bahkan polisi yang seharusnya menjadi harapannya juga tidak mempercayai ucapan Haechan. Hanya Mark yang saat itu percaya pada Haechan, namun sayangnya Mark adalah pemegang kendali semua kejadian yang dialami Haechan.

"Kita harus mencari Mark dan Jeno! Aku yakin mereka pasti masih berada di sekitar sini, tidak mungkin mereka membuang Haechan begitu saja bukan?"

"Tapi Yuta, aku bisa menyimpulkan bahwa kedua orang itu memang gila. Orang gila biasanya tidak tertebak bukan? Bisa saja mereka meninggalkan Haechan agar tidak terendus oleh pihak kepolisian."

Yuta terdiam mendengar ucapan Lucas yang memang ada benarnya.

"Taeil Hyung, bukankah tetap sebaiknya kita mencari mereka? Aku jamin, mereka berdua berhubungan dengan pembunuhan kali ini!"

"The real problem is... Kepala divisi kami tidak memberikan izin. Bahkan peristiwa penembakanku pun dihentikan pengejarannya. Kedua orang gila itu, pasti memiliki koneksi dan uang yang banyak sekali bukan?"

"Yah, tapi Kepala Divisi kalian sangat memalukan. Biar aku dan Lucas yang mencari mereka. Lagipula kami bukan bagian dari kepolisian Jeju, jadi aku dan Lucas akan bergerak sendiri. Bisa ceritakan singkat saja mengenai kondisi TKP, Hyung?"

WITNESS [END]Where stories live. Discover now