Mental

2.1K 170 27
                                    

Matahari tenggelam dan malam menyambut. Perubahan cuaca yang cukup ekstrim akhir-akhir ini di Korea, namun tetap saja Haechan tidak dapat merasakannya. Karena sepanjang hari Haechan hanya terkurung di ruangan berwarna merah tersebut. Kedinginan karena tidak memiliki pakaian, hanya berselimut tipis yang menutupi tubuh polosnya.

Mark membuka pintu, memasuki ruangan temaram tersebut. Haechan yang melihat Mark langsung beranjak dari ranjangnya, duduk lalu kemudian sedikit tertatih berusaha menghampiri Mark. Tubuhnya masih nyeri dimana-mana, hanya saja akhir-akhir ini Haechan mulai terbiasa dengan rasa sakit di tubuhnya. Luka gigitan Mark di lehernya masih belum kering dengan benar, namun Haechan sering menggaruknya sehingga luka yang hampir tertutup itu kembali terbuka dan berdarah.

Ini adalah hari dimana Mark berjanji akan membawakan Haechan hadiah. Maka dari itu Haechan menghampiri Mark, mengabaikan tubuh tan-nya yang terlihat sepenuhnya. Mark membuka kedua lengannya, menyambut Haechan.

"Manisss.. kau menunggu lama?"

"Um.. ya.. Mark.. hadiah, mana hadiah yang kau janjikan padaku?"

Mark terkikik, menggemaskan melihat Haechan yang merengek. Lucu sekali.

"Ma—mark.. aku sudah berlaku baik bukan? Kau sudah berjanji dari kemarin-kemarin... mana hadiahku?"

Mark mengelus pipi Haechan, lalu menggoreskan kukunya di pipi mulus tersebut. Membuat Haechan meringis dan mendesah kecil. Mark tersenyum miring melihat respon Haechan. Haechan mengambil jemari Mark yang masih berada di pipinya, membawanya ke bibir plumnya dan mulai mengemut jemari itu dengan lidah sambil menatap sayu ke arah Mark.

"Pintar sekali.. kemarilah.. panggil aku Master mulai sekarang Haechan..."

"Ma—master.. master..."

Mark membawa Haechan ke pangkuannya, mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikannya pada Haechan. Haechan sedikit mengernyit namun dengan sedikit antusias membuka kotak kecil di tangannya. Matanya sedikit membola melihat kilauan kristal di dalamnya. Sebuah cincin bertakhtakan kristal kecil yang terlihat sangat indah. Haechan menatap Mark yang tersenyum.

"Mas..ter.. ini..."

"Untukmu. Karena sikapmu yang patuh. Bagaimana kau suka?"

Mark mengambil cincin dari kotak beludru tersebut dan memasangnya di jari manis Haechan. Begitu pas dan berkilau indah, kontras dengan kulit tan sewarna madu milik Haechan. Haechan mengangkat jemarinya naik, memandangi kilauan kerlap kerlip kristal di tangannya. Cantik sekali.

"Kau mau hadiah lainnya? Aku dan Jeno bisa membelikan bermacam hadiah yang kau mau...Kkkkk..."

Haechan mengangguk. Melingkarkan lengannya yang kini tidak polos lagi karena jemarinya berhiaskan kristal ke leher Mark. Mendusalkan kepalanya dan menghirup aroma parfum yang Mark pakai.

"Patuhlah, turuti kemauan kami dan puaskan kami. Kau akan menerima hadiah lainnya nanti, Haechan.. hmm?"

Mark meremas bokong sintal Haechan dan Haechan menggerakan bokongnya gelisah.

"Mana jawabanmu, Haechan?"

"Yes, Master... shhh..."


---


"Kau membelikan Haechan cincin?"

"Ya. Dan dia menyukainya. Kurasa kita sudah cukup berhasil? Kikikikk.. oh Jen, bagaimana pertemuanmu dengan Yuta Yuta itu?"

Jeno menyugar rambutnya ke belakang.

"Sialan polisi satu itu. Mayat Jongin yang kau bakar di apartemen Haechan masih bisa di autopsi Mark. Petugas forensik mengambil sampel organ dalamnya yang tidak hangus. Dan identitas mayatnya bocor. Polisi mengetahui jika itu Jongin dan bukan Haechan. Dan rasanya kini polisi bernama Yuta itu juga mulai mencurigaiku! Shibal!"

WITNESS [END]Where stories live. Discover now