Pain ⚠️

2.9K 180 31
                                    

Apa itu mimpi? Mimpi adalah pengalaman di alam bawah sadar yang melibatkan perasaan, penglihatan, pendengaran dan pikiran dalam tidur. Itulah sebabnya tidak jarang setelah bermimpi buruk, kita akan terbangun dengan perasaan berdebar dan tidak nyaman. Atau menangis karena merasakan mimpi yang kita alami begitu nyata terasa.

Pun begitu dengan Haechan saat ini. Di saat matanya masih terasa enggan untuk terbuka, telinganya berdenging karena mendengar sebuah suara yang terdengar distorsi.

"Siapa? Kau mau melihat siapa hari ini? Siapa?"

Haechan menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, bergerak gelisah dan resah dalam kondisi setengah sadarnya. Haechan merasa bahwa dirinya berada di ambang mimpi dan kenyataan. Tubuhnya berkeringat dan rambutnya lepek karena basah.

"Siapa yang kau mau Haechan... siapa??"

Haechan semakin berguncang dalam perbatasan kesadarannya.


"Aku percaya padamu.."

"Iya.. aku percaya padamu Haechan.."

"Oleh karena itu, cerita padaku Haechan-ah.. aku mempercayaimu."


"M—Mark... Ma—rk .... Nghh.. khh.."

Haechan meracau memanggil nama Mark, seseorang yang mempercayai Haechan bahkan disaat Haechan tidak menceritakan apapun padanya. Seseorang yang menurut Jeno adalah ilusi. Tapi jika boleh memilih Haechan ingin sosok Mark itu nyata. Sekelebat kilasan membuat Haechan membelalak sempura, mengingat hal terakhir saat di ruangan serba merah Haechan merasa melihat Mark sebagai pria bermasker pembunuh itu.

"Haechan... kau bermimpi buruk?"

Nafas Haechan masih sedikit tersengal. Memburu dan menderu berat. Pening itu kembali lagi menyapa kepalanya. Haechan memijat keningnya sambil menyugar rambutnya yang lepek.

"Marrkk... aku..."

Mark duduk di samping ranjang Haechan, mengusap punggung yang terasa lembab karena peluh. Haechan berjengit merasakan elusan di tubuhnya. Mimpinya tadi sungguh buruk, Haechan seperti melihat sisi lain dari kekasihnya yang sudah tiada. Mata Haechan sayu sekali, rasanya ingin kembali terpejam karena entah alasan apa yang menjadi penyebabnya, tubuh Haechan terasa sangat lelah.

"Hikss... Mark, aku... aku bingung.. akhir-akhir ini rasanya kepalaku aneh sekali... tapi, kau.. kau nyata bukan?"

Haechan memegang lengan Mark, kemudian menatap Mark yang tersenyum lembut padanya. Mark mengelus jemari Haechan yang berada di lengannya.

"Iya, Haechan. Aku nyata dan kau bisa merasakan aku bukan?"

"Ta—tapi, mereka bilang kau hanya halusinasiku.. mereka bilang kau tidak ada Mark...."

Mark menarik tengkuk Haechan, membawanya dalam pelukan yang terasa menenangkan Haechan. Pikiran Haechan sedikit kacau setidaknya. Otaknya terasa berbeban berat dan bersusah hati. Haechan bersyukur bahwa semuanya hanya mimpi.

.


Pranggg...

"Haechan, kau kenapa? Astaga minggirlah, biar aku yang membereskannya."

Mark memunguti pecahan gelas yang berantakan di dapurnya, membuangnya ke tong sampah lalu kembali mendekati Haechan. Memegang kedua bahunya lalu mengguncangnya perlahan, membuat Haechan seakan tersadar dari lamunannya.

"Kau oke?"

Telunjuk Haechan naik, menuju arah pintu kamar tamu.

"Mark... apa kau tidak bisa melihatnya? Itu... disana.. ada, Jeno... dia sedang tersenyum padaku... kau lihat tidak?"

WITNESS [END]Where stories live. Discover now