Mine

2.4K 204 126
                                    

Bulan demi bulan berlalu sejak kejadian pembakaran yang Haechan lakukan. Perutnya kini semakin membesar. Namun Haechan bersyukur karena pengurus tempat ini berbelas kasih menerimanya. Tentu saja harus penuh kasih jika bangunan yang ditinggali oleh Haechan oleh saat ini adalah sebuah Orphanage atau biasa disebut sebagai panti asuhan. Panti yang cukup besar namun tidak memiliki terlalu banyak anak asuh namun dapat tetap berdiri karena sokongan dari keluarga kaya yang mana sang istri adalah anak yang diadopsi dari panti tersebut.

Haechan yang awalnya kebingungan harus pergi kemana karena tidak memiliki tujuan, saat itu matanya melihat sebuah bangunan dari kejauhan dengan plang besar bertulisan Hope Orphanage, Haechan nekat mendatangi bangunan yang tampak sudah berumur itu dan memohon kepada pengurus panti untuk mengijinkannya tinggal sementara di sana. Haechan menceritakan kondisinya yang sedang hamil dengan Bahasa Inggris yang terbata, pengurus panti cukup paham bahwasanya Haechan membutuhkan pertolongan. Haechan berjanji akan segera pergi jika ia sudah melahirkan.

"Selamat pagi, Tuan.. saya sudah menyiapkan makanan untuk anda.."

"Duduklah bersamaku, Haechan... makan bersama lebih baik daripada sendirian bukan. Dimana bibi Kang?"

"Bibi Kang sedang membersihkan aula, dan sebaiknya saya membantunya, Tuan... saya sudah makan tadi.."

"Kau harus melawan ketakutanmu, Haechan. Aku tidak akan menyakitimu seperti siapapun itu di masa lalumu.. kau harus belajar memaafkan mereka.."

Sebenarnya Haechan sekarang menjadi seseorang yang pasif, tidak akan mau berbincang dengan siapapun kecuali bibi Kang dan juga Tuan Jeffry. Tuan Jeffry adalah pemilik dari panti asuhan yang tinggal di sana, istrinya sudah meninggal. Haechan lebih sering menyendiri dan menyibukkan diri dengan membantu bibi Kang mengerjakan pekerjaan di panti tanpa mau bersentuhan langsung dengan anak-anak kecil disana. Haechan tidak terbiasa berada di antara anak-anak. Dirinya benar-benar hanya menumpang dari belas kasih. Tuan Jeffry maupun bibi Kang sendiri cukup paham bahwa Haechan memiliki trauma.

Haechan akan berteriak jika seseorang menyentuhnya di tempat tertentu, suatu kali tanpa sengaja Tuan Jeffry melihat Haechan yang terpeleset dan menolong Haechan dengan meraih pinggangnya. Namun Haechan mulai menangis dan berteriak histeris, untung saja itu di sore hari dan ada bibi Kang di sana. Jika tidak, bisa saja kesalahpahaman terjadi bukan?

Tidak hanya sampai disana, Haechan juga masih sering mendapatkan dirinya sedang berhalusinasi. Haechan menunduk sebentar pada Tuan Jeffry yang mulai memakan sarapannya lalu berbalik pergi untuk membantu bibi Kang. Sang pemilik panti menatap punggung Haechan yang menjauh, menyandarkan punggungnya di kursi sambil bergumam.

"Trauma ya? Itu benar-benar seperti selamat dari sebuah kecelakaan, namun cacat seumur hidup..."

.

.

"Haechan..."

Api membubung tinggi dan asapnya begitu pekat dan menyesakkan siapapun yang menghirupnya. Pandangan mata Haechan tidak sampai berjarak satu meter karena asap telah sepenuhnya menguasai seluruh ruangan itu.

Krrrtakkk. Kkretaakk.

Suara api yang menggerogoti perabot apartemen itu terdengar jelas disertai desisan dari sang api, telinga Haechan sayup mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang berada di balik ruangan yang sudah dipenuhi asap hitam.

"Chann... Haechann..."

Mata Haechan menyipit, terbatuk-batuk karena residu asap yang mulai menyapa paru-parunya.

"Siapa?? Siapa disana??"

"...To—long.... Haechan..."

Haechan mulai panik, seseorang jelas meminta tolong padanya. Tapi siapa? Haechan merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Udara semakin menipis dan terasa panas menusuk di permukaan kulit Haechan.

WITNESS [END]Where stories live. Discover now