Empty

1.9K 229 61
                                    

Saudara kembar tidak identik berselang dua bulan tersebut tampak sedang duduk bersama menyantap hidangan yang ada di meja makan apartemen mewah milik mereka. Jeno menatap Mark yang memakan makanannya dengan tenang, menyuapkan pasta fusilli carbonara tanpa bersuara.

"Mark..."

Yang dipanggil tidak menoleh, meneruskan kegiatan makannya.

"Hm?"

"Kau... sungguh-sungguh menerima tawaran ayah dan ibu? Menikah? Kupikir kau tidak mungkin menjalani kehidupan seperti itu bukan?"

Ting.

Mark menyimpan garpu yang dipakainya di piring. Menautkan jemarinya sambil terkikik.

"Kkkk, memang kenapa? Mereka ingin bayi, Jen.. dan aku bisa berpura-pura normal untuk pernikahan konyol ini... atau kau mau menggantikanku?"

"Bagaimana dengan Haechan, bukankah kau menyukainya? Maksudku kenapa tidak membiarkan Haechan yang mengandung saja jika begitu? Sama-sama bayi bukan?"

Mark tersenyum miring, "Beda, Jen.. Haechan.. Haechan, manisku itu... dia tetap kesukaanku Jen, dan sudah kubilang aku tidak mau tubuhnya berubah karena hamil, membayangkan perut buncit dengan lemak bergelambir khas orang hamil saja sudah cukup membuatku muak dan ingin muntah."

Mark mengambil kembali garpu dan mulai mengaduk pasta di hadapannya, menusuk-nusuk fusilli hingga bentuknya mulai hancur sembari terus berceloteh.

"Aku hanya perlu meniduri wanita cantik itu hingga dia hamil saja, dan itu bukan hal yang buruk mengingat tubuhnya cukup bagus. Akan kuanggap selingan saja, kkkkikikik,, tapi percayalah, setelah dia melahirkan nanti.. oh Jeno.. aku tidak sabar menyiksa dan mengulitinya... itu akan terasa sangat menyenangkan bukan?"

Jeno terkekeh.

"But Mark, kupikir submissive kita cemburu? Kau tidak menyentuhnya hampir seminggu... aku bisa melihat raut wajah gelisah dari Haechan.."

"Ashh, yaa.. Kkkkikik, aku menghabiskan energi dengan calon istriku itu, sudah kubilang tubuhnya cukup bagus dan dia melemparkan sendiri tubuhnya padaku... ahhahhaahhaaha, kau mau mencobanya juga Jen? Kurasa dia tidak akan keberatan, dia termasuk jalang kalangan atas, asal kau tahu..."

"Woow, kau sudah menidurinya? Kalian bahkan baru mengenal beberapa hari.. tapi tawaranmu tadi.. bolehkah?"

Mark tertawa sumbang, kembali menyuapkan fusilli carbonara yang sudah tidak berbentuk ke dalam mulut dan menelannya tanpa mengunyah.

"Pakai saja, kau akan puas Jen.. akan kubawa dia kemari.. kkkkk..."

Kedua kakak beradik kembar itu tertawa dengan ciri khasnya masing-masing, masih berada di meja makan, tanpa menyadari seseorang yang mereka sebut-sebut dalam percakapan mereka sejak tadi berdiri mendengarkan semuanya. Haechan mendengar dengan jelas ucapan kedua Master-nya. Haechan menatap keduanya dalam diam, kembali menuju ke kamarnya tanpa menimbulkan suara.

Haechan berdiri di depan lemari pakaian yang memiliki cermin setinggi tubuh, guna mematut diri dari ujung kaki hingga ujung kepala. Secara perlahan Haechan mendekati cermin, jemarinya menyentuh pantulan wajahnya di cermin, mengusap lehernya yang terpantul dengan bekas luka goresan yang cukup banyak, tipis namun masih terlihat.

Saat jemari Haechan naik, Haechan juga dapat kembali melihat sisa luka di pergelangan tangannya. Haechan termenung sesaat kemudian menanggalkan pakaiannya. Kembali menatap cermin, mencermati bentuk tubuhnya saat ini, ada beberapa bekas luka yang tidak pernah akan bisa hilang karena goresannya cukup dalam ditorehkan oleh Mark. 

Mata Haechan turun ke perut, mengusap pelan sebuah ukiran nama yang akan menjadi tattoo seumur hidupnya. Haechan kembali menurunkan celananya, kini tubuhnya benar-benar polos di depan cermin yang menjulang lebih tinggi dari tubuhnya.

WITNESS [END]Where stories live. Discover now