06-Ribut

667 106 46
                                    

"Ghava Ghava Ghava!" Ghazy setengah berlari ketika netranya menangkap figur Ghava yang baru keluar dari kelas. Jam pelajaran telah usai, tetapi tadi kelas Ghazy lebih dulu keluar. Lelaki itu menghampiri Ghava di tengah lalu-lalang siswa yang hendak pulang menuju rumah masing-masing.

"Kenapa, Zy?" tanya Ghava saat melihat wajah sumringah Ghazy. Ia berjalan bersisian dengan adiknya, menyusuri koridor menuju area penjemputan. Hari ini, kedua anak itu akan langsung pulang karena tidak ada kegiatan tambahan.

"Lihat, nih! Aku tadi habis menang kuis, terus Bu Farah kasih pemenangnya hadiah," ucap Ghazy seraya memperlihatkan selembar uang dua puluh ribuan. Meski nominal itu cukup jauh dari uang sakunya sehari-hari, tapi Ghazy merasa bangga. Sebab, uang itu ia hasilkan dari jerih payahnya sendiri.

"Wow, keren. Kemarin di kelasku juga Bu Farah kasih itu, tapi bukan aku yang dapet." Ghava turut senang untuk adiknya.

"Jadi, ayo sekarang kita jajan. Aku yang jajanin. Kamu mau apa, Va?" Ghazy kembali mengantongi selembar uang itu, menyimpannya baik-baik di dalam saku celana.

"Nggak usah, simpen aja uangnya."

"Enggak, enggak. Pokoknya aku mau pakai uangnya buat jajanin kamu, sama aku juga, sama Om Jev juga ntar. Kamu mau beli martabak? Pizza? Roti bakar? Atau yang goreng-gorengan? Es? Atau semuanya?"

Ghava tertawa. "Mana cukup uangnya, Zy?"

"Tenang aja, nanti kalo kurang kita palak Om Jev."

Kedua bocah itu tertawa. Sepanjang jalan, tak henti mereka mengobrolkan hal random soal perjajanan tadi. Hingga, langkah kaki mereka telah sampai di area penjemputan. Mereka masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Jev. Sebelumnya, pria itu memang mengatakan bahwa ialah yang akan menjemput si kembar.

"Om Jev, kita jajan dulu ya? Ghazy habis dapet lotre," ucap Ghazy sesaat setelah mendaratkan tubuh di kursi penumpang sebelah Jev.

"Buset, lotre nggak tuh? Menang berapa ribu?" Jev tetap menanggapi ucapan nyeleneh Ghazy. Ia mulai melajukan mobil ketika kedua keponakannya sudah duduk dengan nyaman.

"Nih!" Ghazy menunjukkan lembar uang berwarna hijau pada Jev, membuat pria itu seketika tergelak. "Dih, kenapa ketawa?"

"Minimal 20 juta lah, Zy. Lah ini malah cuma 20 ribu. Buat beli martabak juga kagak kenyang buat bertiga."

"Nah, makanya tugas Om itu ngelengkapin kekurangannya. Ini Ghazy patungan 20 ribu, kan lumayan. Ya nggak, Va?" Ghazy menoleh pada Ghava yang duduk di belakang. Meski hanya tersenyum, Ghazy tahu kalau Ghava setuju dengannya.

"Halah, ntar juga ujung-ujungnya semua biaya ditanggung sama Om. Tinggal bilang pengin jajan gitu, pake sok-sokan mau patungan segala."

"Ih, Om Jev mah nggak percayaan banget sama Ghazy. Ini uang pertama yang Ghazy dapet dari jerih payah sendiri loh, Om. Jangan meremehkan 20 ribuannya Ghazy! Legend ini."

"Iya iya deh terserah. Om percaya aja." Jev memilih untuk mengalah karena jika tidak, Ghazy pasti akan lebih banyak berbicara. Ia juga mencoba membaca keadaan karena Ghava sedari tadi hanya diam. Sepertinya anak itu lelah dan ingin istirahat. Tidak seperti Ghazy yang seolah masih memiliki 100% energi meskipun dari pagi telah berkutat dengan pelajaran.

"Mau beli apa, Gav?" tanya Jev, melirik Ghava dari kaca tengah mobil. Tak mendapat jawaban, pria itu mengerutkan kening. "Ghava? Kenapa, sih? Kamu sakit?"

"Ghava? Kenapa, Va?" Ghazy ikut bertanya. Ia meraih lengan Ghava dan sedikit menggoyangkannya untuk mengambil alih perhatian sang kakak.

Ghava yang sedang melamun sambil menatap ke arah luar jendela, akhirnya tersadar. Ia mengerjap, menatap Ghazy dan Jev dengan sedikit linglung. "Ada apa, Zy?"

How to Say "Goodbye"?Where stories live. Discover now