15-Rapuh

1K 114 28
                                    

"Ghava?"

"Bangun, Va."

Ghava seketika membuka mata saat medengar suara seseorang. Ia kebingungan ketika menyadari dirinya tertidur di lantai kamar. Ghava tak begitu memahami, ia hanya ingat sedang mengurung diri di kamar usai berdebat dengan ibunya.

Kamar Ghava gelap karena matahari sudah tenggelam dan lampu belum dinyalakan. Lelaki itu tidak bisa melihat jelas, tapi Ghava sadar di depannya kini ada figur seseorang. Jantung Ghava berdegub kuat, ia khawatir jika itu adalah orang jahat. Suasana gelap di dalam kamarnya membuat Ghava makin dilingkupi rasa takut.

"Siapa?"

"Ini aku, Va."

Ghava kenal betul suara itu. Ia lekas bangun, kemudian mengulurkan tangan untuk meraih tubuh seorang yang ia sadar adalah Ghazy. "Zy? Ghazy? Ini beneran kamu?"

Bukannya mendapat jawaban, Ghava justru dikejutkan dengan Ghazy yang berdiri dan berjalan menuju balkon. Ghava mengikuti bayangan itu dengan langkah cepat.

"Ghazy, kamu mau ke mana?"

Ghava membuka pintu balkon. Lampu di balkonnya telah dinyalakan sehingga Ghava dapat melihat jelas jika orang itu memanglah Ghazy. Tiba-tiba air mata Ghava mengalir, kerinduan yang setiap saat mencekik dadanya kini menguar.

"Masuk aja yuk, Zy. Di sini dingin."

"Ayo ikut aku, Va."

Ghava membalas senyuman Ghazy yang terlihat begitu tulus. Namun saat langkah Ghava semakin mendekat, lelaki itu dikejutkan dengan tubuh Ghazy yang tiba-tiba terjun begitu saja dari balkon.

"GHAZY!" Ghava berteriak dan dengan cepat mendekat. Berharap sempat untuk meraih tubuh adiknya. Ia panik saat melongok ke bawah dan tak dapat menemukan lagi keberadaan Ghazy. Dengan tak sadar, ia memanjat pembatas balkon dan nyaris ikut menerjunkan diri andai saja seseorang tak menahan tubuhnya dari belakang.

"GHAVA! Kamu mau ngapain?!" Satya terus menarik tubuh Ghava ke belakang meski anak itu memberontak. Ia menutup pintu balkon rapat-rapat dan berusaha menenangkan Ghava yang terus-terusan menyebutkan nama adiknya.

Tadinya, Satya hendak mengecek keadaan Ghava karena Bi Ais berkata jika anak itu tak keluar kamar sejak siang. Asisten rumah tangganya itu pun mengatakan jika Ghava sempat terlibat cek-cok dengan Tari. Namun tak pernah ada dalam bayangan Satya jika ia akan mendapati Ghava nyaris menjatuhkan dirinya dari balkon. Entah apa yang sedang ada dalam pikiran anaknya itu, Satya benar-benar tak mengerti.

"Minggir, Ghava mau nolongin Ghazy! Tadi dia jatuh!" Ghava berusaha menyingkirkan tubuh ayahnya yang sudah berdiri di depan pintu balkon, menghalanginya yang ingin membuka pintu. "GHAZY JATUH! AYAH NGERTI NGGAK, SIH?!"

Satya mendekap tubuh Ghava dan membawanya untuk sedikit menjauh dari balkon. Ia cukup kesulitan karena Ghava beberapa kali mendorong tubuhnya dan tampak begitu gelisah. Ghava seperti sedang berhalusinasi hingga sedari tadi tak henti menyebutkan nama Ghazy.

Lagi-lagi kamu gagal nolongin dia

Pengecut!

Nggak berguna!

Ghava kehilangan kontrol atas dirinya. Lelaki itu ingin kabur, ingin melawan, tetapi ia tak punya secuil pun keberanian. Ia tak punya cara untuk menghentikan suara-suara berisik dalam kepalanya, hingga anak itu tiba-tiba berlari menuju tembok dan membenturkan kepalanya di sana. Berharap dengan begitu, suaranya akan hilang.

"Diem! Pergi, jangan ganggu! Jangan berisik!"

Satya jelas terkejut melihat tindakan impulsif putranya. Ia segera menghentikan Ghava, mendekap anak itu dari belakang, dan menjauhkannya dari tembok. Ia terduduk di lantai bersama Ghava yang terus menangis dan meracau tidak jelas.

How to Say "Goodbye"?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang