[3] Kelas Yang Sangat Rukun!

891 80 5
                                    

***

"Kalian boleh pilih mau masuk kelas berapa, senyamannya saja, nak." Tutur Wakamad (Wakil Kepala Madrasah) pada Azlan dan Afnan yang masih berpikir keras.

"Eum, 12F aja, bu." Azlan menimpali.

Bu Rahma terlihat mengerutkan kening, sama dengan Afnan yang bingung.

"Kenapa 12F?" tanya Afnan was-was.

"Yah, secara 'kan, kelas itu buat murid-murid bodoh. Kebetulan cocok buat kita, Nan."

"Goblok banget punya kakak!" Batin Afnan meronta-ronta.

Bu Rahma justru tertawa sumbang, ia kehabisan kata-kata membalas ucapan calon murid baru itu.

"12A, bu! Saya ini pintar, kalau dia emang miring otaknya." Afnan berujar sembari menunjuk Azlan yang mendelik sinis padanya.

"Yaudah, 12A?" bu Rahma memastikan.

Afnan mengangguk semangat, beda dengan Azlan yang mengangguk ogah-ogahan.

***

"Sebuah peta yang tidak berskala, jarak titik A ke B adalah 10 cm. Sementara A ke B dilapangan adalah 4 km. Tentukan skala petanya!"

Satu pertanyaan dengan jawaban yang berakar, membuat seluruh siswa 12A menganga tidak paham. Ada yang langsung menunduk tidak ingin berkontak mata dengan guru sebab takut akan ditunjuk menjawab pertanyaan, ada yang mengangguk sok mengerti, ada yang sok berpikir, ada yang menulis seakan tengah mencakar jawaban, banyak sekali dramanya. Guru sampai hafal kelakuan mereka.

Namanya saja 12A, yang katanya diisi murid-murid unggulan. Faktanya, otak mereka tidak jauh beda dengan anak SD.

"Bagaimana? Ada yang bisa jawab?" bu Mega mulai memancing.

"Saya akan beri nilai yang tinggi,"

Kelas semakin hening.

"Setelah menjawab saya akan langsung keluar, jadi waktu istirahat kalian terhitung satu jam."

Semua murid mengalihkan atensi kebelakang, dimana siswa terpintar peringkat satu duduk disana. Mereka menatap memohon, agar segera membebaskan mereka dari jeratan geografi ini.

Hibratul Akhyar, menghela nafas pelan. Lagi-lagi dia jadi korban.

Teman sebangkunya menyenggol pelan bahunya, dagunya menunjuk papan tulis, memerintah Akhyar segera naik.

"Hahh, jangan saya dong." Akhyar menolak pelan.

Fitrah Mannaf Qadafi, menggeleng tegas. "Ustadz aja, selamatkan kami. Otak saya udah mau meledak!"

Akhyar mendengus, "meledak gimananya, kamu aja nggak mikir."

Fitrah hanya cengengesan. Kemudian matanya melirik-lirik papan tulis lagi, memaksa Akhyar segera naik.

Akhyar mengangkat tangan, "saya, bu." Ucapannya mampu membuat seluruh siswa kembali bernafas setelah daritadi ditahan.

Bu Mega menggeleng pasrah, sepertinya yang bisa diharapkan di kelas ini hanya si peringkat satu, ustadz mudanya MA 2 Darul Mukhlasin.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Where stories live. Discover now