[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!

792 67 18
                                    

***

"Ada nggak pengobat rindu selain ketemu?" tanya Azlan lesuh, ia selonjoran di lantai kelas. Tidak peduli bajunya yang terkotori oleh debu. Matanya sudah sayu, ia mengantuk.

Sandy yang duduk dikursi tak jauh jaraknya dari Azlan mengerutkan kening. "Rindu sama siapa emang?"

Kesadaran Azlan hampir hilang, matanya sudah tertutup tapi mulutnya masih mampu mengeluarkan suara.

"Ama, tante Ruqayyah..." gumamnya.

Tangan Sandy terkepal, ia menatap nyalang pada sepupunya yang tidak menyadari tatapannya, Azlan sudah tidur setelah berhasil membuat Sandy sakit hati.

"Kenapa?" Agung mendekat dan bertanya, ia heran saat menyadari raut wajah sahabatnya yang mengeras tak enak di pandang.

"Nggak!" Decit Sandy.

"Kok sewot?!"

"Sstt, bacot lo!"

Agung menahan nafas, ia mengusap dadanya pelan. "Astagfirullah, dosa apa guee?..."

Kemudian pemuda tinggi itu mendudukkan diri di samping Sandy. Ia menatap wajah sahabatnya yang mulai melembut. Agung tersenyum tipis.

"Gue heran, lo bilang gue sahabat lo 'kan?"

Sandy meliriknya dengan ekor mata, "emang pernah gue bilang lo anak gue?"

"Hah, kamprett! Gue nggak bakal ngomong lagi ama lo! " Ceritanya Agung merajuk.

"Iya-iya, lo sahabat gue. Sahabat rasa saudara." Sandy seperti tidak bersungguh-sungguh mengatakannya tapi Agung merasa bangga.

Pemuda jangkung itu beralih pada Azlan yang terlihat tidak nyaman di tidurnya.

"Mimpi buruk keknya tuh anak," tunjuk Agung pada Azlan.

Sandy ikut menatap sepupunya, dia mimpiin orang yang paling gue sayang.

***

Petikan gitar mengalun indah, terus bersenandung hingga telinga candu dibuatnya. Afnan yang memainkan gitar itu menutup mata, bersiap mengeluarkan suara emasnya.

Saat ini keempat laki-laki berbeda usia sedang duduk bersila diatas karpet, mereka berada di taman belakang rumah. Tempat yang cukup menyejukkan untuk menenangkan pikiran dan menambah energi yang hampir habis terkuras.

"Memenangkan hatiku bukanlah,
suatu hal yang mudah.
Kau berhasil membuat ku tak bisa
hidup tanpamu..."

Azlan menutup matanya sembari tersenyum tipis, ia dibuat candu dengan suara adiknya. Indah sekali, ada baiknya Afnan terus seperti ini daripada sibuk berceloteh yang tak berfaedah seperti biasanya.

"Beruntungnya aku...
dimiliki... Kamu...."

Bungsu Atharauf terus bernyanyi, hingga dibagian reff suaranya bergetar.

"Kamu adalah bukti,
dari cantiknya paras dan hati,
kau jadi harmoni saat ku bernyanyi,
tentang terang dan gelapnya hidup ini."

Ketiga laki-laki berbeda usia yang duduk mengelilingi Afnan langsung bengong saat menyadari Afnan bernyanyi dengan air mata yang mengalir di pipi.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Where stories live. Discover now