[9] Tempat Berteduh!

479 49 6
                                    

***

Sekitar 5 menit setelah kepergian Nadhif, murid-murid sudah berkerumun di parkiran. Berniat mengambil kendaraan mereka untuk segera pulang.

Azlan berlari mendekat pada saudaranya.

"Maaf-maaf, tadi ke ruang guru ngumpul catatan." Kata Azlan memberi penjelasan.

"Buku gue gimana?"

"Apanya?" tanya Afnan tak paham.

"Lo kumpul juga, nggak?"

"Gimana mau di kumpul, mas? Lo nggak nyatet apa-apa."

Afnan merespon dengan anggukan paham.

Tumben nggak ngereog. Batin Azlan.

"Langsung pulang nggak nih?"

Bungsu Atharauf tidak merespon, ia semakin intens menatap langit.

Gerimis akhirnya turun berjatuhan membasahi tanah jakarta. Afnan meneguk ludah susah payah. Teringat, jilbab Nadhif hari ini nampak tipis, jika terkena air sedikit saja, itu bisa membuat rambutnya samar-samar terlihat.

Semoga! Semoga Nadhif menggunakan ciput!! Harap Afnan dalam hati.

Dengan cekatan Afnan melepas jaket yang tersemat di tubuhnya, ia memeluk jaket tersebut upaya melindungi dari air hujan yang bisa saja membuat jaketnya basah.

Ia mengeluarkan kunci motor dari saku celananya kemudian dengan terburu-buru menyodorkannya kepada Azlan. "Lo pulang sendiri aja ya, bang. Gue jalan kaki!"

"Lah, bocah. Ini lagi hujan—" omongan Azlan tertiup angin kencang. Artinya, Afnan tak menghiraukan ucapan kakaknya.

Ia berlari cepat menerobos hujan. Sedangkan Azlan hanya mampu memandangi punggung sang adik yang perlahan menghilang.

***

Nadhif tidak menyangka hujan akan turun secepat ini, sedangkan jarak ke persimpangan masih terbilang jauh.

"Ya, Allah... Aku nggak pake ciput lagi, bisa-bisa jilbab ku transparan..." gumam Nadhif. Ia mengangkat pandangan, tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Mungkin saja, hujan akan berlangsung sampai malam hari jika diliat dari cuaca yang menggelap.

Ia berlari terbirit-birit, namun karena aspal yang licin membuatnya hampir saja terjatuh.

"Astagfirullah, astagfirullah... Aaa... Takut banget ya, Allah..."

Gerimis berganti dengan hujan deras. Nadhif kalang kabut, tidak ada tempat untuk berteduh. Jilbabnya juga mulai basah.

"Lari lagi aja." Titahnya pada diri sendiri.

Nadhif berlari kecil-kecil, penglihatannya mulai merabun sebab jalanan tertutupi hujan lebat.

Sekarang, tidak ada yang bisa Nadhif lakukan. Sungguh, ia ingin menangis saja. Tubuhnya telah menggigil kedinginan. Ia memeluk tubuhnya sendiri sembari terus berjalan.

Namun...

Hujan tak mengenainya lagi. Apa hujan sudah berhenti?

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang