[8] Berterimakasih Itu Susah!

525 52 13
                                    

***

"FYAN!!"

Azlan dan Afnan spontan menutup telinga ketika teriakan Wais memenuhi seisi ruang tamu rumah om Imran. Bocah itu aktif sekali, bahagia sebab hari ini mereka mengunjungi Fyan dirumahnya, termasuk Marwan dan Huwaida.

Imran terkekeh renyah, mata Wais berbinar, bukti jika anak laki-laki itu sedang dalam perasaan senang.

"Fyan ada di kamar." Katanya memberi tahu Wais. Dengan itu Wais berlari kegirangan menuju kamar sahabatnya yang ada di lantai 2.

Marwan mendekat kemudian kedua laki-laki berumur kepala empat itu saling berpelukan.

"Ayo-ayo, duduk."

Ternyata di ruang tamu ini juga ada Sandy. Ia sibuk dengan benda pipihnya tanpa mempedulikan tamu yang ada dirumah.

Azlan dan Afnan mendudukkan diri di samping kanan pemuda pendek itu. Sedangkan Huwaida duduk di samping kiri Sandy.

Sandy yang tadi mengangkat kaki di atas sofa langsung menurunkannya. Ia duduk dengan sopan kemudian tangannya menyalimi Waida.

"Sandy udah dewasa banget, ya, kulitnya makin putih juga." Puji Waida. Ia mengusap pelan rambut pemuda tersebut yang sukses membuat hati Sandy menghangat.

"Makin pendek juga." Timpal Afnan.

"Makin durhaka ama adeknya." Azlan ikut menyahut.

Sandy melirik dengan sinis. Ia kesal dan ingin meninju kedua saudara itu.

Huwaida menggeleng pelan, "nggak usah peduliin omongan sepupumu itu. Yang penting kamu harus berusaha jadi lebih baik." Katanya yang ditujukan untuk Sandy tentunya.

Wanita berniqab itu memicingkan mata, "ini bibir kamu kenapa?" tanya Waida. Terlihat luka disudut bibir Sandy, lukanya sudah mengering tapi masih terlihat jelas.

Afnan yang mendengarnya tersenyum miring, "hasil karya Afnan itu."

"Buset, psikopet!" Celetuk Azlan merinding sendiri.

"Kamu yang bikin bibir sepupu kamu kayak gini, Afnan?"

"Iya ummi." Kata Afnan jujur, ia bahkan tak merasa bersalah mengatakannya.

Sandy berdeham pelan, "gapapa, salah Sandy juga."

Sandy menyahut cepat saat tahu Waida akan marah pada anaknya. Lagian, Sandy mengakui jika memang perkataannya tempo hari sungguh kelewatan. Maka ia tidak marah ketika hadiah dari omongannya adalah bogeman manis dari sepupunya.

"Lain kali jangan gitu." Peringat Waida.

Marwan dan Imran terlalu sibuk berbincang sampai tidak mempedulikan ketiganya tadi.

Dua sahabat bocil turun dari tangga dengan wajah berseri-seri seakan baru saja mendapat hadiah besar.

"Abang!!"

Azlan mengangkat tangan tinggi-tinggi sebagai respon dari teriakan Wais.

"Fyan nggak sakit!" Adu Wais.

"Emang kapan aku bilang sakit?"

"Terus kenapa malah absen disekolah?"

"Malas aja."

"Oh, jadi kalau guru tanya kenapa absen, jawabnya 'milis iji' gitu?" cibir Wais.

Fyan cengengesan.

"Cil, sini, cil!" Panggil Afnan.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️حيث تعيش القصص. اكتشف الآن