12. tertangkap basah

9.5K 955 49
                                    








Jam 3 dini hari, jam dimana biasanya puncak mimpi terjadi, jam dimana mata enggan untuk bangun.
Tapi tidak dengan makhluk bersurai biru ini. Dengan hanya memakai popok, sambil menyeret selimut tebal bergambar jerapah, dia berjalan-jalan di lorong tanpa rasa dingin.

Bayangkan saja, suhu yang membuat orang-orang enggan untuk meninggalkan kamar hangat hanya menjadi hal sepele dihadapannya. Bahkan, berberapa bagian tubuhnya sudah memerah karena kedinginan dimana sehelai popok tidak bisa menghangatkan.

"Lui, blom minum cucu. Pokok na malam ni halus dapat dua." Sambil berbicara, sikecil sesekali memanyunkan bibirnya. "Napa cimut na belat. Cimut na mamam olang pacti?" Rui berhenti sambil mengeluh karena selimut tidur yang dibawanya sangat berat. Bagaimana tidak berat kalau selimut yang dibawa rui merupakan selimut bulu tebal musim dingin.

Kembali berjalan sambil menyeret selimut tebal dengan kedua lengannya. dimana beberapa bodyguard yang menyaksikan sesekali menahan tawa mereka. Karena mereka tidak tau apa fungsi selimut tebal itu, dibawa sikecil.
Bodyguard hanya membiarkan Rui lewat, tanpa mau membantu anak itu. Sebab muka Rui yang memerah menahan amarah menatap selimut sangat lucu dimata mereka.

Dengan penuh perjuangan, Rui akhirnya sampai didepan pintu kamar ibu dan ayahnya. Rui melepaskan begitu saja selimut tebal itu, meletakkannya disana. Biarkan ayah yang membawa selimut berat itu kedalam, pikir Rui.

Tangan kecil itu mendorong pintu, tidak butuh usaha karena pintu yang tidak terkunci dan terbuka sedikit. Memudahkan Rui untuk masuk dan melangkah kedalam.

Segera setelah itu, Rui membeku ditempatnya saat menyaksikan didepan sana sang ayah, sedang "melahap" Ibunya hidup-hidup.
Mata Rui terbuka lebar dengan mulut yang ternganga, sesaat kemudian mata itu berembun diikuti tangisan yang mencapai sisi luar kamar.

"Uaaaaa, janang mamam ibu na. Ibu Lui, janang dimamam."

Mendengar teriakan itu, Phillip yang mencium Reine  dan hendak melakukan aktivitas malam menghentikan kegiatan mereka.
Mereka segera melihat kearah sikecil yang berlari dengan linangan air mata.

"Moctel, klual dali tubuh ayah. Huaaaa ... napa kacul na tumbuh tinggi, Lui cucah naik na." Rui berusaha memanjat tempat tidur king size itu tapi kakinya terlalu pendek, menyebabkan sikecil terjatuh beberapa kali dan harus merelakan popok itu mencium lantai.

Reine yang melihat itu segera mengikat kembali baju tidurnya yang sedikit terbuka. Sedangkan Philip sudah turun dan mengangkat sikecil dari lantai.

"Rui, tidak apa-apa? Apakah ada yang sakit?"

Rui berhenti menangis dan membeku digendongan Phillip, dan beberapa saat kemudian tangan berisi dengan jari-jari pendek itu telah menyusup kehelaian rambut Phillip dan menariknya sekuat tenaga.

"Klual moctel panjang dali tubuh ayah, lepac kan ayah na Lui. Huaaa, klual moctel panjang." Seketika keadaan semakin panik, dimana Rui menarik rambut Phillip dan Phillip yang berusaha dengan lembut melepaskan tangan mungil itu dari rambutnya. Jujur itu sangat menyakitkan. Phillip tidak menyangka tenaga tarikan sikecil sekuat ini, dan tangan kecil menggenggam helaian rambut dengan sangat kuat tanpa bisa terlepas.

"Sayang, lepaskan rambut ayah. Ok. Ayah nya Rui, tidak kerasukan monster. Ibu baik-baik saja, kok!" Reine berusaha menahan tangan anak itu, dan mencoba melepaskan tangan tercepat di dunia ini dari rambut Phillip.

Rui berhenti menarik rambut Phillip, tapi cengkramannya masih kuat. Menatap Reine dengan mata berlinang dan pipi yang sudah memerah.

"Tapi, ayah na mamam ibu tadi. Lui liat cendili hiks ..."

Petualangan Rui (Rui Untuk Dominic 2) Onde histórias criam vida. Descubra agora