2. Aku Ingin Pulang

10 4 0
                                    

Cahaya surya perlahan masuk dari sela-sela jendela. Perempuan kurus yang tertidur pulas di samping Ozan tidak bangun menyiapkan sarapan seperti biasanya untuk hari ini. Karena suara alarm yang begitu berisik membuat Ozan meraba-raba nakas sebelahnya untuk mematikan alarm dan kembali tidur. Lelaki itu berbalik badan mencari posisi yang nyaman. Namun, dia di kejutkan dengan keberadaan istrinya yang masih tertidur pulas.

"Lia?" Ozan membangunkannya pelan. Dia sebenarnya cukup kesal karena melihat jam sudah menunjukan hampir waktu sarapan dan Lia masih tertidur pulas di sini. "Kau nggak siapin sarapan?"

Lia masih tertidur, nafasnya terdengar berat. Ozan bangkit dari rebahannya memposisikan dirinya menjadi duduk. Tangannya perlahan menyentuh dahi Lia berniat mengecek. Sensasi panas menyebar di telapak tangannya. Lia demam hebat.

Mengetahui Lia yang sakit, keluarga Ozan lumayan berbaik hati. Karena hari ini perempuan itu terbebas dari tugas. Tapi, mereka sama sekali tidak mengizinkan Lia pergi ke rumah sakit dan hanya boleh di rawat di rumah saja. Itupun, tidak ada seorang pun yang mau merawatnya termasuk Ozan.

Dulu, waktu Lia masih tinggal dengan Mamanya. Tari selalu memanjakan Lia dengan banyak makanan, agar Lia cepat sembuh. Tapi sekarang, tidak ada seorang pun yang merawatnya makan. Di rumah ini, Lia merasa seperti orang lain.

Bodo amatlah, setidaknya hari ini dia bisa terbebas dari tugas, dan hanya keluar kamar untuk makan dan minum.

°~°~°~°~°

Pernikahan mereka telah berjalan selama 1 tahun 6 bulan. Pada suatu malam, tepatnya pukul 11. Lia keluar ke teras rumah saat yang lain telah tertidur pulas. Perempuan itu ingin merenung, duduk di kursi plastik yang tersedia di sana sembari mengingat-ingat kapan terakhir kali dia bahagia.

Di dalam pernikahan ini, Lia sama sekali tidak pernah bahagia. Dia kembali mengingat memori menyenangkan saat bersama Mama tercinta. Mendukungnya untuk menjadi seorang penulis. Bahkan, sekarangpun Tari tidak mengetahui bahwa dirinya telah berhenti kuliah.

Ozan melarangnya berkuliah dan melarangnya menulis. Katanya, untuk apa berkuliah kalau ujung-ujungnya hanya di dapur. Apa serendah itukah seorang Perempuan di mata keluarga Ozan? Kenapa Ozan di perbolehkan untuk mengepakan sayapnya jauh lebih tinggi. Bahkan sesudah menikahpun Ozan masih di bebaskan untuk bermain bersama teman-temannya, nongkrong, mengejar karir, dan melakukan hal-hal yang dia sukai.

Kenapa Lia tidak boleh? Kenapa sayapnya tidak di izinkan untuk di kepakan juga? Kenapa dirinya tidak di izinkan untuk berkumpul bersama teman-teman? Kenapa dirinya tidak di izinkan untuk nongkrong? Kenapa dirinya tidak di izinkan untuk melakukan hal-hal yang dia suka? Kenapa dirinya tidak di izinkan untuk mengejar karir? Bukankah Lia juga manusia sama seperti Ozan? Lalu kenapa hanya dirinya yang tidak boleh terbang? Serendah itukah perempuan di mata manusia?

Mata Lia memanas mengingat betapa bahagianya dirinya yang dulu. "Izinkan aku untuk terbang."

°~°~°~°~°

"Si Lia belum hamil juga, Buk?"

Ibu mertua menjawab, "Doain yang terbaik saja, ya, Buk."

Lia yang sedang menyapu ruang tv mendengar jelas pembicaraan kedua wanita parubaya yang berada di teras rumah. Bagaimana mungkin Lia tidak mendengarnya.

Pernikahan Lia dan Ozan telah berjalan 1 tahun 8 bulan. Lia tidak menunjukan tanda-tada kehamilan. Dulu perempuan itu memang menginginkan segera cepat mendapatkan momongan. Tapi sekarang, Lia selalu berdoa untuk tidak di beri keturunan. Lebih baik tidak memiliki anak daripada akan bernasip sama sepertinya karena tinggal bersama di keluarga ini.

Sesekali Lia berpikir ingin bercerai saja. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia ingin bahagia, hanya itu yang dia inginkan. Memang, orang-orang berkata dalam pernikahan pasti tidak selamanya bahagia. Tapi, selama pernikahan ini berlangsung, Lia tidak pernah merasa bahagia.

ALLOW ME TO FLY [HIATUS]Where stories live. Discover now