14. Mie Instan

16 2 2
                                    

Aroma amis hujan tercium pekat. Yang artinya di luar sana sedang mendung. Jam telah menunjukan pukul 19:30 malam. Ruang tamu dilanda keheningan, sesekali hanya ada suara tarikan nafas Lia saja. Sementara Darpa yang duduk di sofa tepat di hadapan Lia tetap diam tanpa ada niat membuka suara. Lelaki itu sungguh membiarkan Lia tenang. Hari ini, Lia terlihat sangat berantakan, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang di kenal rapi.

Beberapa detik setelahnya, satu persatu suara rintikan hujan mulai terdengar. Suaranya yang jatuh mengenai atap-atap rumah yang di awali dengan rintikan kecil perlahan berubah menjadi ribut. Suasana ruang tamu sedikit berubah. Tidak sehening sebelumnya, walau mereka masih tetap diam tanpa suara. Setidaknya suara hujan di luar sana membantu mengurangi suasana hening ini.

"Udah lebih baik?" Darpa akhirnya membuka suara. Nada suaranya sedikit tinggi, takut jika suara hujan membuat Lia tidak mendengarnya.

Lia menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban. Mata indahnya tidak punya niat sama sekali untuk menatap sosok lelaki yang duduk di hadapannya.

Melihat Lia yang pertama kali menangis sesegukan seperti tadi, membuat hati Darpa menyerngis sakit. Seakan-akan dirinya bisa merasakan apa yang di rasakan Lia. Mungkin ini yang di sebut cinta.

Darpa melirik kesudut-sudut ruangan, sedikit memandang ke arah dapur. Memastikan apakah ada orang di rumah ini selain mereka berdua. "Apa di rumahmu nggak ada orang?" Darpa bertanya.

"Mama belum pulang kerja. Bi Siti sedang pulang kampung." Lia menjawab masih dengan posisi yang sama. Tidak memandang Darpa.

Darpa berdehem sebagai jawaban. Suara hujan dari luar terus mengisi kekosongan di antara mereka. Ya, Darpa memiliki niat akan pulang jika Tari sudah sampai di rumah. Lelaki itu sedikit takut jika terjadi sesuatu pada Lia saat dirinya pulang.

"Kau punya makanan apa, Lia?" Belum sempat Lia membuka suara untuk menjawab, lelaki itu sudah berdiri dan melangkah menuju dapur. Seakan rumah ini adalah miliknya.

"Nggak punya makanan apapun. Cuma ada mie instan sama beberapa telur." Lia menjawab. Kali ini ia memandangi punggung Darpa yang berjalan menuju dapur.

Darpa berhenti melangkah. Perlahan kepalanya menoleh ke arah Lia yang juga menatapnya. "Aku masakin, mau?"

Lia menaikan satu alisnya kebingungan. Perempuan itu terdiam cukup lama hanya untuk menjawab. Dirinya menimang-nimang sebentar, sebelum akhirnya menjawab, "Ya."

Darpa tersenyum tipis sebelum melanjutkan langkahnya menuju dapur. Lia yang awalnya berniat untuk duduk diam saja sekarang juga ikut berjalan menuju dapur menghampiri Darpa.

Lia sempat ingin membantu, namun Darpa melarangnya.

"Kau duduk aja ya, Lia. Biar aku aja yang masak." Darpa berkata sembari mengambil panci yang sudah di pegang Lia.

Mau bagaimanapun juga Darpa tetap menyuruhnya untuk duduk tanpa membantu. Ya, dengan berat hati Lia pun mengikuti apa kata lelaki tersebut, ia duduk di bar dapur.

Sekarang Lia telah duduk manis sembari melihat lelaki tampan di hadapannya yang sedang memasak. Mulai dari memotong bawang, memecahkan telur, merebus mie, dan mencampurkan semua bahan-bahannya menjadi satu.

Darpa mengira Lia memandangi trik memasaknya. Tapi kenyataannya Lia memandang pesona wajah lelaki itu yang tampan. Kulit yang di miliki Darpa sedikit kecoklatan, membuatnya eksotis. Proposal tubuhnya yang tinggi membuatnya semakin terlihat gagah. Pundaknya yang lebar membuat para wanita ingin bersandar di sana. Tatanan rambut hitamnya yang menampakan jidat membuat aura ketampanannya keluar.

Lia yang duduk dengan tangan menopang dagu tanpa sengaja mematung dengan memandang ke satu arah, dan diam di tempat untuk waktu yang lama. Hal itu membuat tangannya perlahan lemah, dan membuat kepalanya yang bertopang di sana hampir saja jatuh. Untung saja hal itu tidak di sadari oleh Darpa.

Aroma cabai dan bumbu mie instan mengisi kekosongan dapur di antara mereka. Siapa saja yang mencium aroma ini pasti akan merasakan lapar yang luar biasa. Di tambah sekarang hujan masih terus turun dan semakin lebat.

Darpa membagikan mie itu kedalam dua mangkuk yang sudah ia siapkan. Setelah itu, satu mangkuk yang telah terisi mie instan ia berikan terlebih dahulu kepada Lia.

"Selamat makan, Kak." Katanya sembari memperlihatkan senyuman lebar. Kemudian, Darpa berniat untuk mencuci peralatan masak yang telah ia gunakan tadi terlebih hadulu sebelum ikut menyantap makanannya.

Sementara Lia sama sekali tidak memiliki niat untuk makan. Lia ingin makan bersama, maka dari itu ia menunggu Darpa hingga selesai.

"Kok belum di makan?" Darpa bertanya setelah selesai mencuci peralatan dapur.

"Aku nunggu kau. Nggak sopan kalau makan sendirian." Lia tersenyum.

Darpa terkekeh pelan. Sebelum ikut makan bersama Lia, ia kembali memastikan apakah ada alat masak yang belum ia cuci. Barulah setelah itu Darpa menjatuhkan bokongnya di kursi samping Lia.

Mereka makan malam bersama. Di temani dengan suara hujan lebat dari langit-langit rumah. Akibat kehadiran Ozan tadi pagi, membuat Lia kelupaan kalau dirinya sama sekali belum ada makan sejak siang. Ozan benar-benar membuatnya di landa kegilaan.

"Enak, Kak?" Darpa bersuara.

"Ah? I-iya enak." Lia menjawab gagap. Padahal masakan Darpa ini sangat lezat. Tapi pikirannya terus di penuhi oleh bajingan yang bernama Ozan, membuat Lia tidak bisa menikmati makanan yang selezat ini.

"Kau tau, Lia." Darpa bersuara  ia menyadari Lia masih terus memikirkan lelaki gondrong yang datang ke kampus tadi pagi. "Orang-orang akan selalu datang dan pergi. Semuanya punya era masing-masing, tinggal kitanya aja yang mengatur ingin menjadi seperti apa saat mereka datang dan pergi."

Lia yang awalnya memandang mie instan di hadapannya dengan penuh kekosongan. Kini berahli menatap Darpa yang sedang menikmati makanannya. Seakan lelaki itu tidak menyadari bahwa kalimat yang ia ucapkan tadi adalah tamparan bagi Lia.

"Kau tau, Darpa. Aku adalah orang yang menolak keras masalalu adalah pemenangnya. Masalalu akan menjadi pemenang jika dia memang indah. Dan sebaliknya, jika dia buruk maka orang barulah pemenangnya."

Kali ini Darpa yang berahli menatap Lia. Kalimat yang barusan di ucapkan Lia seakan tertuju untuknya.

Lia mengela nafas panjang. "Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, Darpa. Tapi sulit untuk memulainya."

"Kalau gitu gausa di ceritakan."

"Tapi kau berhak tau."

"Nggak. Aku nggak berhak tau."

Kedua insan itu saling menatap. Bahkan mie instan di hadapan mereka saat ini seakan sudah tidak lezat lagi.

"Aku nggak berhak tau, Lia. Apapun itu ceritanya, baik atau buruk, masalalu atau masadepan. Aku nggak berhak tau."








to be continuous..

ALLOW ME TO FLY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang