12. Penjaga Hati

22 3 0
                                    

Nyatanya jujur tidak semengerikan itu. Pada saat Lia bilang bahwa dirinya kangen pada Darpa, lelaki itupun bergegas ingin segera mengganti pakaian. Tapi, Lia langsung bilang bahwasanya dirinya ada jam kelas sekarang.

Tidak sampai di situ saja, Darpa malah tetap akan menunggu perempuan itu sampai pulang. Mau sampai malam pun ia menunggu, bagi Darpa itu tidak masalah. Lia merasa tidak enak pada awalnya, tapi mau bagaimana lagi untuk menolaknya? Lelaki itu sendiri yang menawarkan diri.

Untung saja hari ini mata kuliah hanya ada satu. Walau pun tetap saja kelas selesai pada saat sore hari. Lia tidak berharap apa-apa. Jika Darpa telah pulang duluan maka dirinya akan pulang sendiri saja.

Saat langkah kakinya telah sampai di depan gerbang kampus, Lia sempat terkaget saat melihat seorang lelaki yang berdiri sembari bercakap-cakap dengan pedagang telur gulung di sana. Bukan hanya itu, di genggamannya pun sudah terdapat plastik yang berisikan telur gulung.

"Darpa!" Lia berteriak memanggil sembari melangkah menghampiri.

"Eh? Lia? Udah selesai kelasnya?" Darpa bertanya. Ia sudah tidak fokus lagi pada abang-abang pedagang.

"Kok belum pulang?" Lia menyerngit tidak habis pikir. Jika di hitung Darpa telah menunggunya selama 3 jam. Dan wajah lelaki itu sama sekali tidak merasa terbebani.

"Aku kan nunggu kau." Darpa tersenyum hangat. "Mau?" Menunjukan plastik yang berisikan telur gulung.

Siapa manusia di muka bumi ini berani menolak telur gulung? Tidak ada. Sama halnya seperti Lia sekarang. Mau semarah apapun perempuan itu ia tetap tidak bisa menolak jajanan lezat yang ada di genggaman Darpa.

Lia mengangguk pelan. Darpa tertawa kecil melihat Lia seperti anak kecil di hadapannya. Perlahan, Darpa mengeluarkan satu tusuk telur gulung lalu menyodorkannya ke mulut Lia.

"Kau mau, Lia? Biar aku pesan lagi."

Lia bahkan belum mengunyah habis telur gulung di mulutnya, tapi Darpa sudah bertanya saja. "Boleh."

"Bang, telur gulungnya 10ribu lagi." Darpa kembali memesan kepada Abang pedagang.

"Banyak kali." Lia melotot tidak percaya. Yang benar saja, biasanya dia hanya memesan telur gulung 5ribu, tapi Darpa memesannya 10ribu.

"Kenapa?" Darpa bertanya bingung.

"Nanti kalau nggak habis gimana?"

"Ada aku. Aku yang habiskan nanti."

Ya, sekarang Lia hanya bisa pasrah saja. Nyatanya sekarang Lia tidak bisa berpikiran apa-apa selain telur gulung. Mobil Darpa telah di bawa pulang oleh Gilang dan Salsa. Untuk apa? Tentu untuk mereka berpacaran. Lia benar-benar masih tidak habis pikir. Darpa sama sekali tidak pernah bertanya apa lagi meminta untuk dirinya tidak usah bawa mobil ke kampus agar mereka bisa satu mobil bersama. Malah Darpa memberikan mobilnya pada Gilang agar dirinya bisa satu mobil dengan Lia di mobil perempuan itu.

Darpa tidak peduli dengan pandangan orang lain. Darpa lebih mendahulukan kenyamanan perempuannya. Jika Lia lebih nyaman menggunakan mobilnya sendiri untuk pergi bersama, maka Darpa tidak masalah untuk memberikan mobilnya pada Gilang. Dan jika Lia lebih suka di jemput, maka Darpa dengan senang hati menjemputnya.

Hal itu juga membuat Lia semakin membandingkan Darpa dengan mantan suaminya tanpa sadar. Dulu Ozan sangat marah dan tidak suka jika dirinya berani membawa mobil untuk mereka berpacaran. Ozan merasa tidak punya harga diri saat bersanding dengan kendaraan mahal milik Lia. Sedangkan, dirinya hanya memiliki motor metic saja.

Sebab itulah Lia mengalah untuk tidak membawa mobil saat mereka berpacaran. Padahal niat Lia baik, jikalau hujan turun mereka tidak akan basah kuyup. Tapi, mau bagaimana pun dan sebaik apapun niat baiknya, di mata Ozan selalu saja salah. Padahal, Lia sama sekali tidak pernah memandang Ozan sebelah mata saat mereka bersama dulu.

ALLOW ME TO FLY [HIATUS]Where stories live. Discover now