Chapter 8

74 4 0
                                    

Chapter 8

Dia dan aksaranya

Hembusan nafas lelah keluar dari mulut Akara, dia yang sejak malam tadi belum tidur sama sekali. Mengusap kedua matanya. Terlihat sangat lelah dan diselimuti kegelapan disorot matanya.

Keresahan seorang manusia tak selalu bisa diutarakan dengan ekspresi, ada beberapa yang tersembunyi dan dipaksa berdiam dalam sepinya lara. Melukis adalah cara Akara untuk mengekspresikan perasaannya, lewat warna yang mengotori jemari dan kuas yang mewarnai kanvas. Perasaannya terlukis dalam bentuk abstrak yang dalam.

Malam kemarin, Akara melukis sampai lupa waktu. Karena kekalahannya diperlombaan tempo hari. Membuatnya ingin lebih mengimprovisasi skill yang dimilikinya. Kurangnya pengalaman dan kemampuan dalam berimajinasi membuat lukisannya nampak kosong. Menurut Melvin, Akara harus lebih sering meningkatkan kemampuan melukisnya, karena selama ini dia hanya asal menggambar tanpa ekspresi yang jelas.

Kesepian, resah, gelisah. Semuanya dihempaskan dalam satu tarikan rokoknya. Dibalkon rumah, tempatnya melamun dan menenangkan atma. Terukir jelas wajah lelah di rautnya. Bagaimana tidak, dia saja sudah menghabiskan lima kopi termasuk kopi ini. Gemetar, itu yang dirasanya.

"Lalu, aku menatap kosong keindahan langit. Berharap ada yang memberiku hangatnya kehidupan"

"Tuhan, jika lelahku dapat menjadi sumber bahagia keluarga ini. Aku rela membuang masa senangku untuk membuat mereka selalu tersenyum" perkataan yang dibarengi dengan tatapan kosong itu, membuat nyawanya letih untuk menghadapi hidupnya.

"Everything about you, udah selesai dan aku tak ingin lagi jatuh cinta dengan orang yang salah" Tawa kecil dibarengi usapan lembut di kepalanya, membuatnya merasa menjadi manusia paling bersyukur saat ini.

Hilang tak harus selalu dicari, yang pergi juga tak harus dikejar. Sesuatu yang telah usai biarlah menjadi pelajaran untuk memperbaiki diri. Leburlah sosokmu dalam irama tangisku, sesalku adalah kesalahan yang tak seharusnya kita mulai.

Kesunyian memerangi diri Akara, hampa. Hanya ada dia dan denting jam dinding saja. Bagaimana tidak, keluarganya dari kemarin pergi ke luar kota semua. Ada urusan ditempat saudaranya. Karena suatu alasan Akara memilih tidak ikut bersama mereka.

Tentu saja dia benar-benar tidak ada kerjaan, karena biasanya ada adiknya yang bisa diajak bercanda. Sekarang hanya ada dia dan makhluk putih berbulu halus disampingnya.

meow 

Shiro, kucing putih gendut. Dengan tingkahnya yang sangat menggemaskan. Mulai menghampiri Tuannya, eh atau lebih umum disebut babunya? Haha.

"Buset, tambah ndut aja tuh peyutt" jemarinya spontan mengelus bulu-bulu imut milik kucingnya.

meow

Polahnya yang random, terkadang membuat Akara tersenyum tanpa henti.

"Mencari yang tak pasti, atau menunggu seseorang yang tak akan kembali?"

Bait demi bait mulai tertulis dalam bukunya, indah namun penuh luka dalam setiap artinya. Segala luka manusia tersirat dalam larik puisinya. Andai saja dia mempunyai seseorang yang bisa diajak berbagi cerita, mungkin lengannya masih mulus sampai sekarang.

Kegabutan membawanya sampai ke alun-alun seorang diri. Menatap para manusia yang sedang tertawa dengan bahagia disana. Yah, niat awalnya memang untuk berjoging, untuk meredakan stres. Tapi, kenyataannya bertemu orang-orang seperti mereka malah membuatnya jengkel tanpa sebab.

"Gue genosida juga nih bumi" 

Langkahnya terhenti setelah beberapa saat menatap seseorang yang tak asing disana. Seorang wanita dengan sweater hijau army dan rambut wolfcut sedang asik menikmati telur gulung di kursi dekat alun-alun seorang diri.

Tatapan Akara tak lepas sampai beberapa menit. "Dia bukannya yang kemarin ya?" monolognya.

Setelah beberapa saat menatapnya, tak sengaja mereka melakukan eye contact dan itu membuatnya mengalihkan pandanganya. Polahnya benar-benar lucu saat ini.

"Kenapa harus natap kesini sih"

Tanpa mengendurkan niatnya, ia malah lebih memilih untuk mendekati perempuan itu. Entah apa yang merasukinya, ia nampak percaya diri dengan perilakunya kali ini.

"Sendirian aja?" senyuman terlihat dari rautnya.

"Iya" jawab perempuan itu singkat "Oh iya, kamu yang aku tabrak dulu kan? Maaf ya, waktu itu buru-buru. Ga sempet minta maaf"

"It's okay, yang penting udah minta maaf"

Tatapan mereka beradu, dalam keramaian yang menggebu. Dua insan itu bertatap dalam kecanggungan. 

"Keisa" sambil menjulurkan tangannya.

"Rizki, panggil aja Akara" Sahutnya dengan menjulurkan tangannya mengajak salaman.

"Oh, iya" jawabnya dengan senyuman semanis buah strawberry "Duluan ya, aku mau pergi. Jangan capek-capek larinya"

Setelah melamun beberapa saat di parkiran motor, Akara mulai bingung dengan apa yang dilakukannya tadi. "Gue kesambet apaan anjir, kok berani banget kenalan sama cewek". Bagaimana tidak, setelah beberapa lama akhirnya dia mulai berkenalan dengan perempuan lagi. Apakah pangeran kutub ini akan mencair?

Seorang perempuan berdiri di kursi taman, pandangan yang menegak ke atas. Menatap langit yang mulai dipenuhi cahaya senja, indah namun tak bertahan lama.

Pandangannya kosong, otaknya mulai mencerna apa yang dilakukannya tadi. Momen awkard yang membuatnya bisa berbicara dengan orang yang dia suka. Membuatnya tersenyum tanpa henti.

"Gue kenapa sok gengsi anjir tadi, gue kira dia ga bisa senyum. Ternyata manis juga kalo senyum, hehe" 

Langit bereaksi pada bahagianya, bentuk-bentuk awan indah yang ditatapnya membuat kejadian tadi terasa sangat sempurna baginya. (Dia ramah kok sebenarnya, cuma kalau sama orang yang disukai. Sok jaim aja). Keisa menghela nafas pilu, rasanya baru kemarin dia bertabrakan dengan cowok itu, kesan awalnya pun juga sangat kelam dalam pandangannya. Namun, kejadian ini memberinya pandangan baru tentang lelaki itu.

"How lucky i am, if i can see your smile everyday. Perempuan yang memilikimu pasti beruntung sekali, Ra" dialog dalam dirinya tak ada hentinya, untuk memikirkan cara apa yang harus dilakukannya. Untuk meyakinkan seorang pria dingin sepertinya, mungkin Keisa harus menurunkan gengsinya. 

"Jatuh cinta secara diam itu, selalu memiliki sensasi yang berbeda, ya?"

Apa yang bisa membuat seseorang jatuh cinta dari pandangan pertama, apakah itu dari fisiknya atau dari materi yang dimilikinya?. Kamu adalah insan yang berbeda di mataku, tak ada yang spesial darimu hanya saja ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata. Tat kala kulihat sorot mata indahmu, aku yakin ada sebuah luka yang kau sembunyikan.

"Aku tak akan pernah bosan mencintaimu, walau harus menunggu. Kan ku pastikan, suatu saat aku ada dalam bait aksaramu" harapan terucap dalam ucapannya, semoga semesta segera menyatukan kita.



AbadiWhere stories live. Discover now