Chapter 12

24 4 0
                                    

Chapter 12

Bahwa rasa ini adalah nyata.

Engkau yang begitu jauh, perlahan bisa ku dekati. Bahkan jika jarakmu adalah 100 km dari ragaku, maka akan kudekati sampai sedekat nadi. Jika caraku salah, maka menyerah bukanlah jalannya. Dan, aku yakin. Bahwa kisah ini baru akan dimulai.

Suasana kelas yang mendadak senyap, karena kedatangan seseorang. Yang sontak saja membuat mereka bertanya-tanya. Pandangan yang menuju ke satu arah, hawa bingung yang memenuhi akal, membuat mereka ingin bertanya pada Akara. Bukankah ini keajaiban?. Seorang manusia yang dikenal dingin, bisa bersikap hangat dengan perempuan. Dan perempuan itu menjadi pemicu senyum seorang Akara. 

Jika mereka bingung dan memilih untuk membicarakan dari belakang, maka sahabatnya langsung blak-blakan bertanya, membuat kalimat yang dikatakannya menjadi pemecah hening disana. Marsel pun bingung dengan apa yang baru saja dihadapi kawannya itu. Tetapi, kebingungan itu sedikit membuatnya lega. Pasalnya, Akara pasti akan memiliki semangat untuk menjalani hidup.

“Itu tadi siapa anjir, heh sejak kapan lu jadi kaya gini” sorot matanya dipenuhi kebingungan.

Memang benar kata pepatah, ‘jatuh cinta dapat memberikan warna baru untuk seorang manusia’. Aneh, saat ini hanya senyuman yang bisa Marsel lihat. Tak ada sorotan mata mati ataupun sosok yang ingin mengakhiri hidupnya. Ratusan hari dia mengenalnya, baru kali ini dia melihat Akara memunculkan raut kebahagiaan didepan matanya saat ini. Sosok sahabatnya itu nampak sangatlah berbeda. Bahkan perbedaan itu dapat membuat stmosfer disekitarnya terasa begitu nyaman.

Apakah ini mimpi? Atau doa-doaku yang mulai terealisasi. Tuhan, kau begitu hebat dalam mengatur skenario kebahagiaan. Plot twist yang kau berikan, sejenak mampu mendorong diriku dalam surga fana. “El, gue jatuh cinta….” ucapan lirih yang bahkan bisa dirasakan kebahagiaannya.

Sontak itu membuat kedua kawannya saling memandang. Sebuah keajaiban benar-benar terjadi didepan mata mereka. 

Jika selama ini hanya hitam dan putih saja yang ia lihat. Dunia yang awalnya ingin ditinggalkan, mendadak menarik dirinya lembut dalam kehangatan asmara, pandangan pertama yang akan menjadi rasa paling sempurna. Mulai terlihat titik temunya.

“Ternyata bulan yang kulihat kemarin, sama dengan senyumanmu tadi Ra. Menenangkan” Keisa tak dapat menahan senyumannya.

Karena didalam pertemuan yang tak disengaja itu. Aku mendapati cintamu dalam pandangan pertamaku, bahkan jika aku harus menurunkan gengsi untuk dapat bersamamu. Itu adalah harga yang pantas kubayar untuk bersama manusia sepertimu. 

“Sosokmu bagaikan bagaskara dalam gelapnya hidup yang kujalani”

Antara bingung dan bahagia, Akara masih menatap pemberian wanita itu dengan sorot mata berbinar. Percayalah, senyumnya saat ini bukanlah hal palsu yang kerap ia tampilkan. Sangat menawan bagaikan rembulan.

“Sebuah prolog akan segera dimulai, nona” ucapnya dalam hati.

Sementara itu, Marsel masih menatap senang ke arah Akara. Selayaknya, kupu-kupu yang baru saja menetas dari kepompong. Sahabatnya itu, memiliki sayap baru yang bisa membuatnya terbang. Menembus derita kehidupannya.

“Tuhan ga pernah bohong kan, Ki” tawanya tipis sambil mengucapkan itu.

Ketika jiwa seseorang tengah bahagia, ada hawa sejuk yang akan mengitari sekitar. Hawa dingin yang biasa menjadi ciri khasnya, perlahan surut diikuti keheranan kawan-kawannya.

Keisa dengan senang hati bercerita kepada Alea, tentang perasaannya hari ini. Perasaan bahagia yang memenuhi dirinya tak bisa diungkapkan dengan sebatas kata. Cinta, apakah sebesar ini efek yang kau berikan? Dalam harmoni rasa yang membawanya dalam kehidupan baru, percayalah mencintai tak selamanya buruk.

AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang