Chapter 18

18 3 0
                                    

Chapter 18

Bahagiaku

Aku menatap rembulan hari ini, cahayanya berkilau persis seperti mata milikmu. Disusul dengan angin sepoi-sepoi, membuat hati ini begitu tenang. Tanpa kau tau, berbalas pesan denganmu adalah momen yang paling aku tunggu, bahkan sampai hari ini. Hanya kau yang dapat membuatku menjadi sangat cerewet, perhatian kecil yang kau beri. Membuatku sadar bahwa kehadiranku masih berharga dalam bumi ini.

“Puisi yang paling indah adalah mendeskripsikanmu dalam barisan aksara”

Saat ini, aku mulai sadar. Bahwa momen yang tengah aku rasakan adalah jatuh cinta pertama bagiku. Senyumku tak pernah pudar, aku tak pernah tersenyum selebar ini, tawaku mulai sering keluar. Begitu hebatnya kamu, sampai bisa membuatku jatuh dalam rasamu.

“Kamu indah, entah sudah bait keberapa yang kutulis tentangmu. Rasanya, tintaku tak akan cukup untuk menuliskan hebatnya dirimu” ucap Akara menyela angin malam.

Denganmu, mungkin tak ada yang mustahil di bumi ini. Aku merasa bahwa setiap langkahku sekarang terasa sangat ringan, begitu nyaman sampai aku yakin bahwa kamu adalah ‘sang penjaga hati’ itu. Aku teringat kali pertama aku menatapmu, bahwa setidaknya ada kehidupan dimatamu. Begitu indah, sangat cantik dan aku menyukainya.

Aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku padamu, menjadikan dirimu sebagai arahku pulang. Untuk tempatku bercerita dan berbagi takdir yang sama.

“Aku telah meyakinkan hati batu ini. Bahwa, kamu adalah jawaban dari semua pertanyaan yang kuajukan pada Tuhan”

Dibawah langit yang sama, Keisa menatap rembulan malam ini. Dengan kamera handphonenya ia mengabadikannya, dan membayangkan bahwa rembulan hari ini mirip seperti Akara.

Tenang, aman, dan damai. Kalimat itu yang terucap dalam mulutnya, dia dengan pensilnya mulai menggambar pria yang sedang dicintainya. Senyuman miliknya adalah karya yang mungkin bisa mengalahkan Lukisan Monalisa.

Lalu, ia mulai bertanya pada dirinya. “Sampai kapan aku harus menunggumu?. Entahlah, sampai hari ini kamu masih pemenangnya, Ra”.

Diantara senja dan pelangi, aku lebih menyukai langit biru. Karena keindahan yang dimilikinya akan terus ada walau mendung ataupun terik matahari tengah melanda. Sial, semakin hari aku selalu terjatuh didalam mata teduh milikmu.

“Saat pertama aku melihatmu, kala aku memandang punggungmu. Aku mengerti sampai hari ini, hanya luka yang menemani hidupmu” Keisa mematung sambil menatap rembulan, dibarengi dengan gambarnya yang sudah selesai. Nampak seorang lelaki dengan mata sayu dan senyum seindah bulan sabit.

 Nampak seorang lelaki dengan mata sayu dan senyum seindah bulan sabit

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

(Sumber: Pinterest)


Pada akhirnya waktu menjawab doa mereka, takdir mempertemukan dan menyatukan dalam alur yang sama. Memenangkan masing-masing hati, sungguh semesta. Engkau selalu memulainya dengan awal yang diluar ekspetasi kami.

AbadiKde žijí příběhy. Začni objevovat