Chapter 16

34 3 0
                                    

Chapter 16

Aku mencintaimu

Dari banyaknya kemungkinan yang dapat terjadi, mengapa hanya bersamamu saja yang terasa jauh. Tak dapat kugapai, punggungmu selalu berteriak seakan kau sudah lelah menanggung beban seorang diri, sampai kapan kau akan terus memendamnya, apakah dalam kamus hidupmu. Penderitaan adalah teman yang tak dapat kau tinggalkan?.

Percayalah, bahwa tak semua manusia itu sama, yakinlah bahwa kau tak sendirian. Jangan pernah menganggap dirimu mampu bertahan seorang diri, kau selalu meminta untuk kembali bukan? Aku tau, aku tau itu, bahkan tanpa perlu menjelaskan dengan kata. Semua karya yang kau lukis maupun tulis telah bercerita kepadaku. “Sekarang, ada aku. Selalu ku katakan itu dalam keraguan yang menyiksaku”.

“Ra, gue ga akan pernah bosen nunggu lu. Bahkan kalopun bukan gue yang lu mau, bisa menjadi seseorang dalam perjalananmu adalah salah satu hal yang gue syukuri” monolog Keisa.

Banyaknya tugas yang menumpuk membuat Akara seharian harus bergelut dengan deadline yang diberikan oleh gurunya. Apalagi tugas kewirausahaan yang harus membuatnya bergadang seperti minggu lalu. 

“Padahal kalo gue lulus, kertas-kertas ini juga ga bakal bisa bantu gue kan. Mereka cuma bakal lihat nilai yang tertera aja, daripada memahami proses yang gue lakuin” ucap Akara sambil mengacak-acak rambutnya.

Saat ini ia benar-benar dibingungkan dengan tugas kewirausahaan yang mengeroyoknya, apalagi guru yang mengajarnya terkenal dengan julukan guru killer di angkatannya. “Fak, gue lupa kalo harus bikin stiker buat produk besok. Mana udah jam segini lagi” kebingungan melanda Akara.

Ia langsung bergegas keluar untuk mencari tukang stiker yang masih buka, pasalnya waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan ia khawatir tokonya akan segera tutup.

Setelah hampir setengah jam mencari toko stiker, “Kayaknya udah pada tutup semua deh ini, lagian gue bodoh banget malah baru mau buat sekarang”. Sambil terduduk di bangku pinggir jalan, ia mulai membakar rokoknya. Menatap langit yang kala itu tak ada bintang, gelapnya langit seperti mengibaratkan kegelapan yang selalu menemaninya. 

“Anjir, besok bolos aja kali ya. Tapi, apa kata Bu Martha nanti. Apa ngga malah dibunuh gue nanti” batin Akara, seperti selayaknya guru killer pada umumnya. Bu Martha sebagai guru mapel kewirausahaan ini memiliki aura yang sangat mencekam, sampai membuat beberapa murid trauma dengan mapelnya, pastinya bulu kuduk selalu merinding kala ia marah.

Saat ingin memutar musik, ia tak sadar ada notifikasi pesan dari seseorang, terlihat pesan itu sudah terkirim sekitar 30 menit yang lalu. Sebuah pesan yang akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang ditunggunya, yang membuatnya selalu lupa waktu kala bertukar pesan dengannya. 

“Eh, calon pacarku ngirim apa ini” lirihnya “Anjir, sadar diri, Ra. Mana mungkin kerikil kayak gue bisa dapetin berlian. Tapi, sia-sia banget ga sih kalo kita ngga pacaran, Kei? hehe” ekspresinya langsung berubah seketika, yang tadinya gundah sekarang mendadak sumringah. Dengan pipi yang merona, ia membalas pesannya walaupun telat beberapa menit.

 Dengan pipi yang merona, ia membalas pesannya walaupun telat beberapa menit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AbadiWhere stories live. Discover now