Chapter 13

31 6 0
                                    

Chapter 13

Seni itu, adalah rasa dengan dasar bahagia.

Disela sepi yang menerpa, angin malam menyambut lembut kulit Keisa. Senyuman manis terpatri dalam wajahnya, hawa dingin tak lagi terasa. Hanya ada dia dan sebuah foto dihandphone miliknya. Senyumnya penuh pesona dengan tawa yang begitu candu, membuatnya rindu setiap kali ia menatap wajah seorang lelaki.

Akankah diri ini dapat bersanding dengan paras dingin milikmu, sebuah tubuh kuat yang saat disadari memiliki kerapuhan didalamnya. Tak ada luka yang bisa disembunyikan terus-menerus. Suatu saat pasti akan terbongkar dan mulai menemukan titik temunya, kerasnya hati mulai luluh dengan tulusnya cinta. Sebuah fase dimana awal dari perubahan kedua insan, akan menciptakan sebuah prosa yang akan selalu dikenang suatu hari nanti.

Teruslah berusaha sampai kau mendapatkannya, penolakan bukan berarti akhir. Itu hanyalah awal yang akan berakhir kebahagiaan, untuk seorang manusia sepertinya. Di saat kau ragu, pilihannya ada 2 yaitu gagal atau berhasil. Dibalik bayang penuh kasih itu, ragamu terlihat rapuh menyembunyikan luka. Aku tau luka yang kau sembunyikan, memendam tekanan seorang diri itu menyakitkan bukan? Apa salahnya membaginya sedikit dengan diriku, aku rela.

Keisa bermonolog “Ra, entah cuma feeling atau emang bakal kejadian. Kayaknya habis ini lu jadi pacar gue deh”. Bagaimana jika omongan Keisa ini hanya sebatas feeling saja, apakah ekspektasinya akan terrealisasi? Atau mungkin hanya akan menjadi sebatas angan saja.

Disaat setiap orang ingin mendapatkan hasil instan, kamu terlihat lebih berusaha daripada mereka. Sumpah yang kuucap saat pertama kali aku ingin memulai, masih terngiang dalam kepalaku.

Dengan adanya kejadian ini, Keisa berharap hati seorang pendiam itu dapat sedikit luluh. Seperti yang kau tau, gengsi manusia itu jauh lebih besar daripada Gunung Everest.

“Pada akhirnya, jiwa kosong itu mulai memperlihatkan esensinya sebagai manusia”

Namun, seperti itulah manusia. Dengan tawa manis Keisa masih mengingat wajah Akara. Seperti dikejar olehnya namun setiap saat, bayangan tentang dirinya selalu terngiang dalam kepalanya. Dunia ini terlalu indah untuk ditinggalkan tanpa membuat kenangan denganmu. Dikegelapan malam itu aku mengucap syukur. Karena diantara bahagia yang ingin kujalani, adalah duduk berdua sambil melihat senja denganmu.

Lantunan musik menemani malam sunyi Akara, matanya yang masih nampak segar tengah sibuk dengan sebuah pensil ditangannya. Terlihat sebuah sketchbook usang yang telah lama digunakan, beragam idenya dituangkan dalam pensilnya. Sepasang mata cantik tergambar dengan indah disana, sebuah mata yang terlihat anggun dengan wajah menawan. “You have pretty eye's, Kei” monolog Akara, kala membayangkan tatapan seseorang yang tengah membuatnya jatuh hati. Biasanya dia hanya akan menggambar Scribble Art tapi saat ini gambarnya jauh dari kata penderitaan. Sangat indah, bahkan sampai mulutnya tak bisa mendeskripsikannya. “Lama-lama jatuh cinta beneran aku sama kamu, Kei. Haha”

 Haha”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AbadiWhere stories live. Discover now