PART 13

817 140 18
                                    

Sesuatu yang manis memang seringkali membuat ketagihan

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sesuatu yang manis memang seringkali membuat ketagihan. Benar kan? Bukan hanya cokelat atau cupcakes yang membuat seseorang tidak ingin berhenti memakannya. Rupanya, bibir yang terasa manis pun membuat Leandro enggan untuk berhenti memagutnya.

Sungguh, berciuman dengan Edelweiss sama sekali tidak ada dalam skenario. Semua terjadi begitu saja, ketika Leandro kehilangan kendali dan Edelweiss justru pasrah pada apa pun yang dilakukan kakaknya. Padahal, Leandro berharap Edelweiss akan menolak dan mengingatkan bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan. Kenyataannya, gadis itu justru menikmati dan tidak menginginkan ciuman itu berakhir.

Kedua lengan Edelweiss mengalung di leher Leandro. Matanya terpejam rapat, merasakan setiap sensasi asing yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Setiap lumatan lelaki itu membuat jantung Edelweiss berdetak cepat dan desiran-desiran halus mengalir deras di dalam pembuluh darahnya.

Lumatan itu begitu lembut dan dalam. Aroma mint bercampur dengan sedikit aroma nikotin serupa candu yang membuat Edelweiss sangat menikmati sesuatu yang ditawarkan kakaknya. Kali ini ia merasakan panas di sekujur tubuhnya. Seolah ada bara api yang memercik lantas tanpa ampun membakar tubuhnya.

Oh, apa yang sebenarnya dirasakan oleh Edelweiss kali ini? Kenapa ia merasakan gejolak yang begitu hebat di dalam dirinya? Entahlah, Edelweiss bahkan tidak bisa mendefinisikan rasa nikmat yang menderanya, terlebih ketika Leandro mempererat dekapan kedua lengan kekarnya.

Edelweiss tidak tahu berapa lama Leandro menciumnya. Namun, ketika lelaki itu menghentikan ciumannya, Edelweiss merasa sedikit kecewa. Perlahan, ia membuka matanya, berserobok pandang dengan mata hitam yang bersorot hangat, berbeda dengan tatapan Leandro yang biasanya selalu menatapnya tajam dan dingin.

Napas mereka memburu. Sedikit demi sedikit Leandro melonggarkan dekapannya. Lelaki itu mengusap bibir basah Edelweiss dengan ibu jarinya, lalu tersenyum tipis.

"Akting yang bagus, Nona," bisiknya.

Akting? Jadi ini hanya akting. Edelweiss tertunduk. Entah kenapa kata akting itu sedikit membuatnya kecewa. Oh, astaga! Apa lagi ini? Memangnya apa yang kau harapkan, Edelweiss? Sepertinya ciuman Leandro sudah melenyapkan kewarasanmu sehingga kau lupa siapa dirinya. Leandro kakakmu, ingat itu!

"Ya, aku yakin kau berhasil membuatnya cemburu. Saat ini hati Rebecca pasti sedang tercabik-cabik." Edelweiss menarik napas dalam-dalam. "Tapi, lain kali jangan diulangi lagi. Seorang kakak tidak sepatutnya mencium adiknya sekalipun hanya berpura-pura. Ini tidak benar, Kak."

"Kenapa tidak mengatakan itu sejak tadi, hem?"

"Eh?"

"Kau menikmati ciumanku."

"Sama sekali tidak." Edelweiss menunduk semakin dalam, menyembunyikan rona merah yang menjalar di wajahnya.

Sialnya, Leandro justru mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu dan berbisik, "Akhirnya kau mengakui kehebatanku dalam hal berciuman? Itu belum seberapa, aku masih cukup mengontrol diri agar tidak terlalu bersemangat menciummu. Jika aku benar-benar mengeluarkan kemampuanku untuk menaklukkan seorang gadis, aku takut kau terjerat ke dalam pesonaku. Aku masih cukup waras untuk mengingat bahwa kita memiliki hubungan darah."

My Little Butterfly Où les histoires vivent. Découvrez maintenant