10 | Waduh

42 10 2
                                    

Pagi-pagi sekali, Aldo sudah terbangun dari tidurnya. Dia jarang bangun sepagi ini karena biasanya, cowok itu akan bangun pada pukul tujuh pagi.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul lima pagi. Yang mana, ini benar-benar bukan Aldo bisa terbangun pada pagi buta. Mau dipaksa tidur lagi, rasanya tidak bisa. Matanya sudah melek sempurna.

Aldo berdecak sebal, kenapa bisa-bisa terbangun pada pukul lima pagi. Akhirnya cowok itu memutuskan keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur untuk mengisi botol air minumnya.

Suasana rumah masih sepi, mungkin para penghuni masih terlelap. Tapi untuk Naufal dan Devan yang rajin bangun pagi, rasanya tidak mungkin kalau mereka kembali tidur setelah menyelesaikan shalat shubuh.

Saat Aldo sampai di dapur hanya sepi yang menyelimuti. Cowok itu tidak takut pada hantu dan sejenisnya, tapi anehnya dia merasa seperti ada yang mengawasi dari setiap sudut.

Dengan cuek, dia mengisi kembali air dari dispenser ke botol minumnya. Berusaha tidak memedulikan perasaan aneh yang muncul itu.

Saat botol sudah terisi penuh, Aldo segera bergegas untuk kembali ke kamarnya. Tapi, kebetulan dia berpapasan dengan Devan yang baru saja masuk ke dapur.

"Ko Devan asli atau bukan?" tanya Aldo langsung dan setelahnya dia mendapat satu geplakan di kepalanya.

"Lo kira gue setan, hah?" Devan menyahut galak.

"Sa kira ko bukan orang, Van. Tiba di dapur kerasa beda sekali."

"Apanya yang beda?" Devan bertanya heran, cowok itu baru saja menyalakan kompor untuk memasak air panas.

Aldo mengusap bagian leher belakangnya. "Hawanya, ko nggak ada berasa dilihatin kah di sini tiap bangun pagi?"

"Ah, kagak. Biasa aja. Ini dapur kadang dingajiin sama si Naufal, tuh kalo shubuh."

"Rajin dia, ya. Tapi, serius. Ko beneran nggak merinding sama sekali?"

"Kagak, dibilang." Devan meyakinkan. "Mau ngopi kagak lo? Gue mau nyeduh teh, nih."

Lucu, kan? Devan menawari kopi untuk Aldo tapi dia sendiri malah mau menyeduh teh.

Aldo mengangguk. "Boleh, deh."

Cowok itu tak ambil pusing. Sekalipun ada hantu yang muncul, dia berdua dengan Devan jadi tidak sendirian.

"Lo tumben banget pagi-pagi buta udah bangun?"

Aldo tertawa ringan. "Kebangun. Rasanya aneh juga bangun sepagi ini. Tapi, udah kebangun juga, toh."

"Sering-sering aja bangun di jam segini. Udaranya masih seger, Do."

Mereka lanjut mengobrol ditemani secangkir kopi hitam dan secangkir earl grey kesukaan Devan.

"Naufal di kamarnya kah?" Aldo bertanya sebab dia belum melihat Naufal sedari tadi.

Devan mengambil satu buah biskuit dari dalam toples, menggigitnya kecil. "Udah bangun, kelar shubuhan langsung masuk kamar. Palingan lagi ngaji."

"Udah kelar belum kira-kira? Ajaklah ke sini, biar kita ngopi bareng-bareng."

"Bentar gue chat anaknya, siapa tau—"

Kalimat Devan terpotong oleh suara gayung tiba-tiba yang jatuh dari dalam kamar mandi. Devan dan Aldo kontan saling melemparkan tatapan terkejut sekaligus ngeri.

"Emang ada orang di kamar mandi?" Seumur-umur Aldo hidup, baru ini dia merinding sekujur tubuh.

Devan menggeleng. "Kagak ada, kan dari tadi kita berdua di mari, Do."

Kosan 210Where stories live. Discover now