15 | The Memories

43 8 0
                                    

I've lost my way

I've pushed away the ones I loved

And, I've changed

But to them, I'm still enough

And people always say they'd take a shot at starting over

And maybe so

But for me, it always seems

—Caleb Hearn, Damage.

***

Berapa harga yang harus dibayar oleh sebuah pengkhianatan?

Jika uang dibayar uang, mata dibayar mata, bahkan nyawa dibayar dengan nyawa. Bagaimana dengan rasa sakit?

Apa yang pantas untuk menebus rasa sakit itu?

Menurut Lia, amarah saja tidak cukup untuk membayar semua rasa sakit yang ada. Ada harga yang harus dibayar dengan impas.

Cewek itu tersenyum getir, seolah dunianya terhenti. Banyak pertanyaan tanpa jawaban memenuhi pikirannya.

Salahkan dia terlahir?

Apakah sebuah petaka karena hadirnya dia di dunia ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu hanya menggaung di pikirannya. Cewek itu menganggap jika keberadaannya hanya ada untuk membawa sebuah luka.

Lia tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Lia tidak pernah meminta agar semua orang menyukainya, dan juga Lia tidak pernah meminta siapa pun untuk tetap bersamanya.

Ayah pergi meninggalkan Ibunya. Mantannya pergi meninggalkannya dan menyisakan sebuah kekecewaan yang terlampau menyakitkan juga membekas. Yang lukanya tidak bisa hilang sepenuhnya.

Siang itu adalah siang yang paling tidak dia harapkan kedatangannya. Siang yang seharusnya bisa dipakai untuk beristirahat dengan nyaman berakhir dengan tangisan pengampunan.

Sebuah siang pertama dalam hidup Lia yang dia benci.

Ayahnya melayangkan gugatan perceraian kepada Ibunya sebab Ayah memilih untuk hidup dengan perempuan lain.

Umur Lia saat itu masih belasan tahun. Tapi dia cukup mengerti apa yang ada di depan matanya.

Dia ingat dengan jelas bagaimana Ibu tetap bergeming di saat Ayah menangis karena memutuskan untuk berpisah. Itu lucu sekaligus bodoh bagi Lia. Bukankah yang seharusnya menangis adalah Ibunya? Kenapa justru Ayah yang menangis padahal dia yang memutuskan untuk pergi.

"Saya minta maaf untuk semuanya. Saya tahu ini menyakitkan buat kamu juga buat Lia,  Alfa, dan Alma. Saya benar-benar minta maaf atas gagalnya pernikahan ini. Kalau kebohongan terus menerus ditutupi, saya mengerti akan sehancur apa kamu ke depannya, Nia." Ayah merunduk tanpa mampu melihat bagaimana tatapan Ibu dilayangkan kepadanya.

Tanpa balasan apa pun, tangan Ibu tergerak mengambil pena yang berada di sebelah kertas putih itu. Dengan diamnya, Ibu menanda tangani surat perceraian itu sebagai tanda bahwa Ibu menyetujui perceraian tersebut.

Kosan 210Where stories live. Discover now