Part 2; Delapan Tahun

1K 126 13
                                    

warning: mention of mental disorder.

***

Belvin takut keramaian. Masih. Dan mungkin selamanya akan begitu. Hanya saja sekarang sudah lebih baik. Tidak separah dulu. Tidak sehebat saat di awal-awal dia didiagnosis memiliki gangguan kesehatan mental. 

Belvin dinyatakan mengidap serangan panik. Penanganan dengan mengonsumsi obat-obatan hingga psikoterapi telah dia jalani. Cukup membuahkan hasil. Intensitas dan frekuensi kambuhnya menjadi berkurang.

Meskipun di beberapa kesempatan gejalanya kembali datang. Gangguan paniknya memang tidak bisa sembuh sempurna meskipun sudah diobati dengan baik.

Tapi setidaknya setelah mendapat penanganan, Belvin jadi bisa mengendalikan dirinya ketika serangan panik itu kambuh.

Alasan Belvin tidak menyukai keramaian karena dia pernah kambuh ketika di sekelilingnya banyak orang. Meninggalkan traumatis tersendiri. Ketakutan akan gangguan panik itu kembali datang saat berada di keramaian justru malah memicunya datang.

Itu sebabnya Belvin selalu butuh usaha ekstra untuk keluar. Membatasi diri dengan lingkungan sekitar–seperti yang dia lakukan dulu. 

Hidupnya masih sama. Bahkan sekarang lebih parah. Setelah ditinggalkan oleh satu-satunya orang yang menjadi tempatnya bergantung, Belvin menjadi susah percaya terhadap orang lain. Lebih tertutup. Lebih hening. Lebih tidak tersentuh.

Jika dulu Belvin begitu penuh ambisi, sekarang dia tidak memiliki ambisi apa pun. Dia sebaik-baiknya patung yang diberi nyawa. Hidup karena jantungnya masih berdetak. Hidup karena napasnya masih terembus.

Hanya itu alasannya tetap hidup. Dan dia juga tidak berusaha mempertahankannya. Jika seandainya jantungnya ada yang merampas, maka sepertinya yang akan Belvin lakukan hanya diam saja. Membiarkan jantungnya diambil paksa dari tubuhnya.

Jika ada yang mengira Belvin hidup seperti itu hanya karena ditinggalkan oleh Gavin, maka dugaannya tidak sepenuhnya benar.

Setelah laki-laki itu pergi, banyak hal yang terjadi pada hidup Belvin. Banyak yang terjadi. Sampai pernah mengantarkan Belvin pada satu titik… ingin mengakhiri hidupnya sendiri.

Bayangkan sekacau apa Belvin saat itu. Seberantakan apa hari-hari Belvin setelah Gavin menghilang. Setelah peringkatnya merosot turun. Setelah beasiswanya gagal. Setelah… kecelakaan itu menimpa dirinya. Menghancurkan semua harapannya yang tersisa.

Mungkin jika ada satu-satunya harapan Belvin yang tersisa maka itu pasti… melenyapkan semua kenangannya dengan Gavin dari otaknya. Menghapus semua memori tentang laki-laki itu. Dan kembali hidup dengan Belvin yang tidak pernah mengenal seseorang bernama Gavindra Adinata Caesar.

Tapi bagaimana mungkin semesta begitu jahat menghancurkan satu-satunya harapannya yang tersisa ketika saat ini saja takdir kembali menghadirkan sosok Gavin di depannya. Tepat di hadapannya.

Ironis sekali. Setelah delapan tahun berpisah, delapan tahun tidak bertemu, Belvin masih mengenali sosoknya meskipun hanya dari belakang saja. 

Figur sosok itu jelas tidak seperti dulu. Perawakannya sudah lebih tinggi. Dilihat dari samping, wajahnya tampak lebih tegas dan dewasa.

Lantas kenapa Belvin masih begitu mengenalinya dengan baik? Padahal manusia yang paling tidak ingin dia ingat adalah Gavin. Entah itu baunya. Wajahnya. Suaranya. Dia ingin melupakan semuanya.

Ironis.

Belvin berharap ini hanya mimpi. Kenapa juga laki-laki itu bisa ada di sini? Di gedung apartemennya. Di lift yang sama dengannya. Pasti hanya ilusi. 

Dimana Ujungnya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang