Part 5; Mimpi dan Harapan

839 75 7
                                    

Gavin pernah menangis hanya karena melihat Belvin demam. 

Bagaimana jadinya jika dia mengetahui banyak kesakitan yang Belvin lalui setelah dia meninggalkannya?

Hancur.

Mengetahui selama ini Belvin tidak baik-baik saja. Mengetahui selama ini Belvin berjuang untuk tetap waras. Mengetahui selama ini... keputusannya meninggalkan Belvin ternyata begitu fatal.

Gavin meninggalkan Belvin dengan cara yang salah. Seandainya dia bilang pergi untuk memperbaiki diri agar bisa memberikan kebahagiaan yang utuh dan meminta Belvin menunggu mungkin Belvin tidak akan sekacau itu. 

Kenyataannya Gavin pergi... seolah tugasnya sudah selesai. Pergi setelah Belvin menjatuhkan hati sedalam-dalamnya. Pergi setelah Belvin menjadikan dia satu-satunya tempat pulang. Tetap pergi bahkan setelah Belvin memintanya tinggal. Terus melenggang pergi tanpa sedetik pun menoleh ke arah Belvin lagi.

Gavin egois mengambil keputusan sepihak. Begitu egois karena tidak memberikan kesempatan Belvin merespons keputusannya. Baik saat memulai dan mengakhiri, Gavin selalu memutuskannya sendiri.

Gavin hanya memikirkan perasaannya sendiri. Hanya menyelamatkan hatinya sendiri. Tidak tahu saja di belakangnya ada hati seorang perempuan yang dia hancurkan berkeping-keping.

Sejujurnya saat itu Gavin ingin meminta Belvin menunggu. Hanya saja dia terlalu pesimis tidak bisa berubah ke arah yang lebih baik. Pun tidak ingin memberi Belvin harapan di saat dia tidak yakin bisa memenuhi harapan itu.

Empat tahun yang lalu dia pernah kembali. Dengan harapan masih ada kesempatan untuk mereka kembali bersama. Namun saat itu, sudah ada laki-laki lain di samping Belvin. 

Belvin tidak sendiri lagi. Ada Tara yang membersamainya. Ketika melihat senyum terbit di bibir perempuan itu, Gavin yakin Belvin sudah menemukan kebahagiaannya yang utuh.

Saat itu dia memutuskan untuk menyerah. Jika Belvin sudah menemukan kebahagiaannya, maka tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Dia akan ikut bahagia walaupun bukan dia yang menjadi penyebabnya.

Meskipun sakitnya tidak tertahankan. Sakit itu masih sama. Bahkan lebih menyesakkan dari pertama mereka berpisah karena Gavin menganggap kesempatan untuk mereka bersama sudah hilang.

Empat tahun kemudian novel Belvin yang berjudul "7 Days Before Death" mendarat di tangannya. Dengan bantuan Reza yang ikut war di pertama kali novel itu rilis.

Novel itu yang membuat Gavin kembali. Ada banyak bagian dalam novel itu yang membuatnya merasa dejavu. Karakternya. Maupun beberapa momen yang terjadi di dalamnya. 

Gavin semakin yakin ada makna tersembunyi dalam novel itu ketika namanya–meskipun hanya inisial saja–disebut dalam special thanks. Juga menemukan satu halaman yang hanya bertuliskan 'because of you G'.

7 Days Before Death.

Karakter perempuan dalam novel itu membuat Gavin takut. Juli, perempuan dalam novel itu begitu mendambakan kematian. Gavin takut... Belvin menginginkan hal yang sama.

Kekhawatirannya terjadi. Ketika sosok Belvin kembali muncul di hadapannya dalam kondisi yang begitu mengkhawatirkan... ketakutan itu merasuki Gavin begitu kuat.

Kian hancur ketika tahu dia yang menjadi salah satu penyebabnya–dan bahkan mungkin penyebab terbesarnya.

"Gav, makasih ya."

"Hm?"

Saat itu Belvin tidak langsung menjelaskan lebih lanjut. Mulutnya bungkam. Pandangannya menerawang, menatap langit sore dari atap gedung terbengkalai yang belakangan ini menjadi tempat favorit mereka untuk menghirup udara segar. 

Dimana Ujungnya?Where stories live. Discover now