pm 25

256 7 0
                                    


"Nara!"

Seseorang yang memanggil namanya membuat Nara kemudian menoleh. Sedikit terkejut saat mendapati perempuan yang ia tahu adalah kekasih dari suaminya.

"Ada apa?"

"Gue mau ngomong sama lo."

Sesaat Nara terdiam, dalam hati bertanya-tanya hal apa yang ingin dibicarakan oleh gadis itu. "Ngomong aja," ucapnya santai, berusaha untuk tidak takut dengan tatapan mena'ntang yang perempuan itu lontarkan.

Sisil menoleh sekeliling. "Ikut gue," titahnya ber'kuasa.

"Kenapa nggak di sini aja?" Nara ikut menoleh ke sekitar tempatnya berdiri, lumayan sepi, jadi tidak masalah jika mereka harus mengobrol di sini.

Sisil yang terlihat jengkel karena permintaannya dibantah, kemudian melipat lengannya di depan dada, tatapannya lebih menantang dari sebelumnya.

Nara mencoba untuk tidak terpengaruh dengan sikap gadis itu. Kata ibu mertuanya, kita tidak boleh terlihat lemah di hadapan wanita yang ingin menggantikan peran sebagai seorang istri sah. Nara mempraktekannya.

"Lo sebenernya bisa nggak sih ngurusin suami?" Sisil mulai melontarkan kalimat ser'angan.

"Maksudnya?"

Gadis itu terlihat berdecih, kemudian tersenyum remeh. "Lo nguasain dompet laki lo. Jino nggak punya ua'ng sampe nggak makan dari siang, lo jahat banget jadi istri tau nggak."

Nara terdiam, bingung harus bersikap bagaimana, tadi siang saat suaminya berangkat dari rumah, pria itu memang tidak meminta ua'ng pada dirinya, dia juga lupa. Tapi tidak harus bercerita pada pacarnya juga, sungguh Nara merasa kecewa dengan suaminya.

Tidak mendapat tanggapan dari istri sah Jino yang terdiam di hadapannya, Sisil merasa telah menang dan semakin meremehkan saja, gadis itu kemudian berkata. "Kalo lo nggak bisa ngurusin suami mending lepasin aja, dari pada suami lo kes'iksa dan nyari kenyamanan di luar sana."

Nara masih diam, hanya tatapannya yang seolah berkata bahwa dia tidak suka dengan kalimat yang gadis itu lontarkan.

"Masih banyak perempuan di luar sana yang mau ngurusin suami lo." Sisil kembali berucap dengan mengarahkan telunjuknya pada wanita di hadapannya. "Termasuk gue," imbuhnya. Lalu beranjak pergi setelah menekankan ujung jari pada bahu Nara hingga wanita itu mundur satu langkah.

"Sisil!"

Panggilan itu membuat gadis bernama Sisil yang sudah melangkah kemudian berhenti dan membalikkan tubuhnya.

Nara mendekat, membuat gadis di hadapannya tampak waspada. "Asal kamu tau, aku nggak mer'ebut pacar kamu. Pernikahan kami terjadi atas persetujuan dari Jino sendiri," tegas Nara, tatapannya tajam pada gadis yang begitu angkuh di hadapannya.

Sisil tertawa meremehkan, kembali melipat lengannya di depan dada. "Lo pikir gue nggak tau, sejauh mana hubungan lo sama Jino berkembang, bahkan kalian nggak tidur satu ranj'ang," ucapnya menantang.

Nara semakin merasa sakit ulu hatinya, sang suami ternyata sampai sejauh itu menceritakan tentang keadaan mereka pada pacarnya. Namun tentu saja dia tidak mau terlihat kalah oleh aksi memojokkan perempuan itu.

Sisil tampak mengerutkan dahi saat mendapati wanita di hadapannya itu tertawa, lipatan tangannya kemudian terlepas. "Kenapa? lo akhirnya sadar kan seberapa sayangnya Jino sama gue sampai dia nyeritain semuanya, setiap malam kami selalu kontekan dan aku selalu memastikan bahwa nggak terjadi apa-apa di antara kalian."

"Dan kamu percaya?" Nara bertanya dengan tawa geli yang masih tertinggal di bibirnya, dari wajah Sisil yang terlihat kesal dia yakin pasti saat ini dirinya begitu menjengkelkan. "Asal kamu tau ya, faktanya laki-laki itu lebih pandai berdu'sta dibandingkan wanita. Dan kamu percaya sama omongan suami aku?" Nara kembali tertawa.

Sisil terlihat tidak suka saat wanita itu mengatakan Jino adalah suaminya meski kenyataannya memang begitu. Tentang fakta Jino yang pintar berb'ohong dia sepertinya memilih untuk tidak percaya. Dia yakin selama ini Jino tidak mend'ustainya.

"Faktanya juga, laki-laki itu paling tidak tahan berada satu ruangan dengan seorang wanita, apalagi itu adalah istrinya. Jadi apa kamu masih percaya bahwa kami benar-benar nggak melakukan apa-apa?" Nara kembali memanasi gadis angkuh di hadapannya.

Sisil mengerjap beberapa kali, sepertinya mulai goyah. Nara tahu pasti perempuan itu tidak mau percaya dengan apa yang dia katakan.

"Memangnya apa yang kalian lakukan?" tanya Sisil.

Nara kembali tertawa kecil menanggapi pertanyaan tersebut. "Pasangan suami istri yang sudah sah, terus berdua di dalam kamar, kamu pikir melakukan apa?" dia kemudian bertanya. Tidak mendapatkan jawaban dari gadis di hadapannya itu, Nara pun kembali melanjutkan kalimatnya. "Tidak mungkin kan aku ceritakan ke kamu tentang betapa panasnya aktifitas berci'nta kami, aku takut kamu mau bun'uh diri lagi."

Sisil tampak mengeratkan gigi, gadis itu terlihat jengkel setengah mat'i. "Aku nggak percaya," tukasnya.

"Kamu mau bukti?" Nara bertanya. Tatapan ta'jam dari gadis di hapannya seolah menyuruh dia untuk melakukannya.

"Memangnya apa yang bisa kamu buktikan, aku kenal Jino sudah lama. Aku percaya dengan semua kata-katanya." Sisil masih tidak mau menyerah dengan pendiriannya.

Nara sebenarnya sudah begitu jengkel dengan gadis itu. Rasanya sudah tidak sabar ingin mengakhiri percakapan sengit mereka, dengan santai dia mengambil tisu basah dari dalam tas, kemudian ia usapkan pada lehernya.

Melihat tanda merah di leher wanita itu Sisil pasti tahu apa penyebabnya. Hal itu sepertinya mulai mematahkan keyakinan tentang keper'cayaannya pada Jino, yang selalu mengatakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara dia dengan istrinya.

"Apa ini sudah cukup untuk kamu mulai berimajinasi tentang apa yang suami aku lakukan setiap malam?" Nara bertanya dengan sedikit mendongakkan kepala, memperlihatkan tanda cinta yang banyak tertinggal di lehernya. "Apa mau aku kasih lihat yang di dalam juga? Perut, dada, atau...."

"Cukup!!" Ben'tak Sisil marah, tenggorokannya yang tercekat membuat kalimat perempuan itu kembali tertahan di mulutnya.

Nara dapat melihat ama'rah dari gadis di hadapannya yang nyaris mel'edak, matanya yang memerah sedikit membuat dia tidak tega. Bagaimana pun juga, mungkin perasaannya terhadap Jino lebih dalam dari dirinya. Tapi sebagai istri sah, dia bisa apa.

"Jika memang benar Jino cinta sama kamu, suruh aja dia buat ninggalin aku," tukas Nara. "Meskipun aku akhirnya nggak bisa mempertahankan rumah tangga kami, setidaknya aku masih punya harga diri buat nggak ng'emis sama laki-laki." Nara sedikit menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir sebelum beranjak pergi. "Permisi," imbuhnya lagi.

Yang mau baca di kbm langsung cari bab yg ada tulisan S2 ya, artinya masuk season dua. Di karyakarsa pilih paketan aja biar murah.

Judul Perfect Marriage
Penulis Adeannisa
Tamat di kbmapp
Dan karyakarsa

***
Perfect Marriage - Adeannisa
Jino Sadewa dan Naraya Putri terpaksa harus menggantikan posisi saudara kandung mereka yang kabur da...

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/ddfa7e35-1606-391b-0ff7-a9ad634a85ec?af=ce273953-4ac4-90bc-56e4-cb77cf0ecc92

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Where stories live. Discover now