Berusaha Menghindar

2.5K 344 92
                                    

Jino tampak sibuk mengobrol dengan salah satu temannya yang akan menjadi pembawa acara malam ini, entah apa yang mereka bicarakan hingga kedatangan seorang wanita membuat keduanya menoleh.

Setelah pria itu mengutarakan kalimat penutup, dan memberi semangat agar acara berjalan dengan lancar. Jino kemudian menepuk bahu temannya yang lalu beranjak pergi, dan dia pun kemudian ikut beranjak juga.

Namun wanita itu menahan dengan mencengkram lengannya, "kamu sudah makan?"

"Udah," jawab Jino singkat, menarik tangannya pelan hingga cengkraman wanita itu kemudian terlepas.

"Ada yang mau aku omongin, bisa minta waktunya."

"Aku masih sibuk, kalo itu urusan pribadi, sebaiknya jangan sekarang."

"Kamu menghindar, apa karena di antara kita udah selesai, jadi kamu nggak mau lagi berhubungan sama aku meskipun sebagai teman?"

"Sil, aku beneran sibuk hari ini, kamu liat sendiri kan?"

"Kamu menghindar, Jino," tukas wanita bernama Sisil itu dengan cepat, dan Jino terdiam di tempatnya.

Iya, Jino memang sedikit menghindari Sisil, meski mereka sama-sama panitia, tapi sebisa mungkin dia tidak mengerjakan tugas apapun dengan wanita itu, dan memilih pergi jika ia mendekatinya.

"Mau ngomong apa?" Jino kemudian bertanya.

Sesaat Sisil diam, dia teramat sedih mendapati kenyataan bahwa Jino selalu menghindar, tidak pernah ia sadari perasaannya terhadap pria itu ternyata akan sedalam ini.

"Dito bilang kamu belum makan, dan menolak diajak ke kantin, apa kamu nggak punya uang karena sekarang istri kamu yang pegang?"

Jino berdecak pelan, teman-temannya di kampus ini masih menyangka bahwa mereka adalah pasangan, dan yang lebih parah, saat ia mengaku sudah menikah, Sisil adalah orang pertama yang mereka duga sebagai istrinya.

"Aku masih sibuk, dan belum lapar, nanti juga aku makan." Jino membalas seadanya, dan sedikit ragu saat wanita di hadapannya itu menyodorkan sebotol air menaral pada dirinya.

"Setidaknya minum dulu." Sisil mengacungkan benda di tangannya yang sedari tadi ia bawa, dan memang sengaja untuk dia berikan pada pria itu.

Interaksi keduanya ternyata mendapat perhatian dari para sahabat Jino dari kejauhan, mereka yang memang sedang berkumpul setelah menyelesaikan tugas-tugasnya, kini mulai waspada mendapati sahabatnya kembali luluh pada wanita yang hendak dihindarinya.

"Gue curiga jangan-jangan itu air mineral ditaroin obat tidur sama mantannya." Ojan memberi dugaan, membuat kedua teman yang berdiri di kanan kirinya itu kemudian menoleh.

"Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dustanya ucapan," tutur Ilham, mengutip hadis Rasulullah yang ia dapat dari pengajian.

Nolan ikut menanggapi. "Kebanyakan nonton sinetron hidayah si Ojan."

"Ya kan gitu kalo di film-film."

"Ya enggak mungkin obat tidur Jan, gue rasa sih obat perangsang," balas Nolan yang mendapat pukulan di kepalnya dari Ilham.

"Lo juga sama kebanyakan nonton drama, makanya ikut ngaji sama gue biar bersih dikit hatinya." Ilham jadi mengomel.

"Gue nggak bisa berbaik sangka sama orang, entah kenapa." Ojan menanggapi dengan kembali menolehkan pandangan pada Jino, yang tampak menerima air mineral dari mantan pacarnya itu.

Ilham menepuk punggung Ojan pelan, "Buruan samperin sana, jangan biarin si Jino minum itu air putih," ucapnya yang membuat kedua temannya itu menoleh.

"Kenapa?"

"Gue takut itu aer ada peletnya."

"Astagfirullah Bang Ilham," ucap Ojan dan Nolan bersamaan, dugaan pemuda alim di sebelahnya itu ternyata lebih kejam dari pembunuhan.

"Bukan soudzon inimah ya, jaga-jaga aja." Ilham memberi alasan.

"Sama aja," tukas Nolan.

Ojan kemudian berpikir, "tapi nggak mungkin dikasih pelet sih, soalnya airnya masih keliatan bening," ucapnya.

Nolan ikut menoleh, "emang apa bedanya?"

"Kalo dikasih pelet kan pasti butek aernya."

"Bukan pelet empan ikan Ojaan." Nolan jadi gemas sendiri dengan cara kerja otak sahabatnya. Kenapa dia berbeda Tuhan.

"Udh mendingan kita samperin, rebut airnya trus lo aja yang minum." Ilham memberi perintah pada Ojan yang kemudian melayangkan kepenolakan.

"Kalo ternyata airnya dikasih racun, mati dong Ojan." Pria itu menggeleng ketakutan.

"Enggak apa-apa Jan, entar gue sampein pesan-pesan terakhir buat emak lo." Nolan menanggapi.

"Sembarangan."

Di tempatnya berdiri saat ini, dengan menerima air mineral dari Sisil, Jino kemudian membukanya, sekedar air minum saja tidak tega jika dia harus menolak, namun saat akan ia minum, seseorang yang datang menubruknya membuat pria itu sedikit terlonjak, beruntung air di tangannya tidak banyak yang tumpah.

"Kalian kenapa sih?" Jino mengomel.

"Kebetulan Ojan lagi aus banget." Pria itu dengan cepat mengambil air dari tangan Jino kemudian meminumnya.

Tentu saja Jino merasa bingung. Saat menoleh pada kedua temannya yang lain, mereka hanya tertawa kecil,  menyapa Sisil yang masih berdiri dengan wajah kesal di tempatnya.

"Yaudah Jino, aku pamit dulu." Sisil beranjak pergi setelah mengutarakan kalimat itu, dia sempat menoleh pada teman-teman mantan kekasihnya dengan tatapan tidak suka. Gadis itu memang tidak pernah suka dengan keberadaan mereka.

"Gimana Jan rasanya?" Nolan bertanya.

Sejenak Ojan berpikir. "Kaya ada manis-manisnya," ucap pemuda itu.

"Bukan iklan Ojaan." Ilham dan Nolan mengomel bersamaan.

"Apaan sih kalian?" Jino yang tidak mengerti jadi kesal sendiri.

"Tadi kata Bang Ilham takutnya itu air minum dikasih guna-guna gitu biar lo kena pelet." Nolan menjelaskan.

"Kenapa jadi gue sih." Ilham tentu saja tidak terima, pasalnya bukan hanya dirinya yang berburuk sangka terhadap minuman yang diberikan gadis itu kepada mantan kekasihnya.

Jino berdecak pelan, teman-temannya itu memang sudah tahu tentang kabar putus hubungannya dengan Sisil, dan mereka adalah orang yang paling berbahagia mendengarnya.

Ojan dengan tiba-tiba dan sedikit berlebihan memegang kepalanya, membuat mereka kemudian menoleh. "Kayanya Ojan mabok." Pria itu memberi penjelasan.

"Aer putih, Jan, aer putih." Dengan kesal Nolan menoyor kepala pemuda itu.

Ojan cengengesan. "Iya lupa, nggak ada apa-apa sih," ucapnya yang kembali meminum air mineral yang masih di tangannya, setelah itu menoleh ke arah Sisil yang sudah menjauh. "Tapi kayaknya di guna-guna beneran deh," imbuhnya kemudian.

"Kenapa?" tqnya mereka oenasaran.

"Ojan ngeliat Sisil berasa cantik banget."

Teman-temannya berdecak malas. "Emang udah cantik dari sononya." Nolan berkomentar.

"Nggak jelas lo pada." Jino berucap dan kemudian beranjak pergi.

***

Di tempat berbeda, Nara yang sudah memasuki area kampus tempat diselenggarakannya acara tampak mencari suaminya, atau kedua temannya yang mereka bilang sudah berada di sana.

"Nara!"

Seseorang yang memanggil namanya membuat Nara kemudian menoleh,  sedikit terkejut saat mendapati wanita yang ia tahu kekasih sang suami yang kini berdiri di hadapannya.

"Ada apa?" Nara tentu bingung ada maksud apa perempuan itu menulemuinya.

"Gue mau ngomong sama lo." Dengan angkuh, Sisil membalasnya.

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Where stories live. Discover now